Dosen FH UAJY: Kasus Aipda IR Salah Tangkap di Grobogan Tunjukkan Ketidakprofesionalan Polri
Ia menyoroti tindakan represif yang dilakukan oleh polisi sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan prosedur pemeriksaan atau investigasi.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Seorang polisi, Aipda IR melakukan represi kepada laki-laki pencari bekicot, Kusyanto dari Desa Dimoro, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Represi yang dilakukan IR itu viral di media sosial beberapa waktu belakangan.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta (FH UAJY), Dr. Johanes Widijantoro, menilai kasus yang melibatkan Aipda IR sebagai contoh ketidakprofesionalan aparat penegak hukum (APH), khususnya Polri.
Ia menyoroti tindakan represif yang dilakukan oleh polisi sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan prosedur pemeriksaan atau investigasi.
“Tindakan represi Polri bukan merupakan bagian dari prosedur pemeriksaan atau investigasi. Tanpa alat bukti yang cukup, polisi tidak dapat menindaklanjuti pemeriksaan, apalagi penyelidikan dan penyidikan,” ujanya kepada Tribun Jogja, Senin (10/3/2025).
Dalam kasus ini, Aipda IR diduga mengancam akan membunuh seorang warga, yang menimbulkan dampak negatif bagi institusi Polri serta dampak psikologis bagi korban.
Menurutnya, ancaman semacam itu tidak hanya mencoreng citra kepolisian, tetapi juga menunjukkan adanya pelanggaran etika dan disiplin yang harus segera ditindaklanjuti.
“Propam seharusnya segera memeriksa Aipda IR atas dugaan pelanggaran etik dan disiplin Polri. Selain itu, secara institusional, Polda Jawa Tengah semestinya meminta maaf kepada korban dan keluarganya. Lebih baik lagi jika ada kompensasi dari Polri bagi korban,” lanjutnya.
Ia melanjutkan, masalah utama dalam kasus ini adalah profesionalitas aparat penegak hukum.
Jika aparat tidak bekerja secara profesional, maka siapa pun bisa menjadi korban, termasuk masyarakat biasa.
Oleh karena itu, pengawasan dan penindakan terhadap aparat yang tidak profesional, tidak disiplin, serta melanggar kode etik menjadi hal yang sangat penting.
Ia juga mengutip Pasal 5 ayat (1) huruf c Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpolri) No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, yang mengatur bahwa setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan wajib menjalankan tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara profesional, proporsional, dan prosedural.
“Aturan sudah jelas, tinggal bagaimana implementasinya. Tanpa profesionalitas dan pengawasan yang baik, kepercayaan publik terhadap Polri akan semakin merosot,” tutupnya. (Ard)
Kisah Pilu Pelajar SMP Asal Grobogan, Diadu Oleh Teman-temanya Hingga Akhirnya Meninggal |
![]() |
---|
Siswa SMPN 1 Geyer Grobogan Tewas di Kelas Diduga Dianiaya Teman-teman, Perut dan Dadanya Menghitam |
![]() |
---|
Kasus Dugaan Salah Tangkap di Magelang, Keluarga Mengadu ke Komnas HAM Hingga KPAI |
![]() |
---|
Tanggapi Laporan, Polda Jateng Sambangi Rumah Korban Dugaan Salah Tangkap di Magelang |
![]() |
---|
Demo Pati Berakhir Ricuh, Mobil Polisi Dibakar, Massa Paksa Masuk Pendopo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.