Puisi

10 Puisi Bertema Mimpi Karya Penyair Terkenal Indonesia, W.S. Rendra hingga H.B. Jassin

Mimpi, yang seringkali bersifat abstrak dan tidak logis, dapat diungkapkan dengan indah melalui bahasa kiasan dan simbolisme dalam puisi.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta
ILUSTRASI: Membaca puisi pada Festival Sastra Yogyakarta (FSY) 2023 

TRIBUNJOGJA.COM - Puisi memungkinkan penyair untuk mengekspresikan imajinasi mereka secara bebas. 

Mimpi, yang seringkali bersifat abstrak dan tidak logis, dapat diungkapkan dengan indah melalui bahasa kiasan dan simbolisme dalam puisi.

Mimpi sering kali dipenuhi dengan emosi dan perasaan yang kuat. 

Puisi, dengan kemampuannya untuk menyampaikan emosi secara mendalam, dapat menangkap esensi dari mimpi tersebut.

Berikut puisi-puisi bertema mimpi karya penyair terkenal Indonesia: 

1. Sajak Sebotol Bir - W.S. Rendra

Menenggak bir sebotol,

menatap dunia,

dan melihat orang-orang kelaparan

Membakar dupa,

mencium bumi,

dan mendengar derap huru-hara.

 


Hiburan kota besar dalam semalam,

sama dengan pembangunan sepuluh desa!

Peradaban apakah yang kita pertahankan?

 


Mengapa kita membangun kota metropolitan,

dan alpa terhadap peradaban di desa?

Kenapa pembangunan menjurus kepada penumpukan,

dan tidak kepada pengedaran?

 


Kota metropolitan di sini tidak tumbuh dari industri,

tapi tumbuh dari kebutuhan negara industri asing

akan pasaran dan sumber pengadaan alam.

Kota metropolitan di sini,

adalah sarana penumpukan bagi Eropa, Jepang, Cina, Amerika,

Australia, dan negara industri lainnya.

 


Di manakah jalan lalu lintas yang dulu?

Yang menghubungkan desa-desa dengan desa-desa?

Kini telah terlantarkan.

Menjadi selokan atau kubangan.

Jalan lalu lintas masa kini,

mewarisi pola rencana penjajah tempo dulu,

adalah penyaluran barang-barang asing dari

pelabuhan ke kabupaten-kabupaten dan

bahan alam dari kabupaten-kabupaten ke pelabuhan.

 


Jalan lalu lintas yang diciptakan khusus,

tidak untuk petani,

tetapi untuk pedagang perantara dan cukong-cukong.

 


Kini hanyut di dalam arus peradaban yang tidak kita kuasai.

Di mana kita hanya mampu berak dan makan,

tanpa ada daya untuk menciptakan.

Apakah kita akan berhenti sampai di sini?

 


Apakah semua negara yang ingin maju harus menjadi negara industri?

Apakah kita bermimpi untuk punya pabrik-pabrik

yang tidak berhenti-hentinya menghasilkan...

harus senantiasa menghasilkan...

dan akhirnya memaksa negara lain

untuk menjadi pasaran bagi barang-barang kita?

………………………….

 


Apakah pilihan lain dari industri hanya pariwisata?

Apakah pemikiran ekonomi kita

hanya menetek pada komunisme dan kapitalisme?

 


Kenapa lingkungan kita sendiri tidak dikira?

Apakah kita hanya akan hanyut saja

di dalam kekuatan penumpukan

yang menyebarkan pencemaran dan penggerogosan

terhadap alam di luar dan alam di dalam diri manusia?

……………………….

 


Kita telah dikuasai suatu mimpi

untuk menjadi orang lain.

Kita telah menjadi asing

di tanah leluhur sendiri.

Orang-orang desa blingsatan, mengejar mimpi,

dan menghamba ke Jakarta.

Orang-orang Jakarta blingsatan, mengejar mimpi

dan menghamba ke Jepang,

Eropa, atau Amerika.

 


2. Yang Masih Ada - Diah Hadaning

Suaranya masih ada

di antara kesiur angin

di pohon kota raya

sesiapa menangkap pesan

terkirim dari liang kerinduan

ya, lama menanam benih

dalam aroma uap plitur

jika terlambat tumbuh

dan tak sempat memetik buah

bukan berarti diri tak pintar

tapi kota tempat bermukim

telah kehilangan musim.

 


Seorang sahabat lama

berdoa sambil memandang guguran cemara

bisikkan tentang jaman yang berubah

meski masih ada tangis dan darah

meski orang hilang mimpi

meski orang hilang bayang

setidaknya ada yang harus ada.

 


3. Kehilangan Mimpi - Abdul Wachid B. S.

Semakin aku kehilangan mimpi bunga

semakin rumah hati kosong

dari keharuman yang terjaga

 


maka, o cintaku

pasanglah beberapa vas di sana

seperti harapan-harapan bunga yang

setiap kali meledak sebelum luruh yang

mungkin bersama belulangku

atau tinggal diam saja

bersila di tanah

dengan wajah menengadah

seperti patung Budha?

 


tidak! buka tutup sajalah pintu itu

biar aku lebih mengerti

arti gerit jendela

oleh angin lalu yang

menghembus dalam mimpi

karena ada yang

lebih bermakna

di balik nama-nama dan benda

di situ.

 


4. Tentang Mimpi - Motinggo Boesje

Dalam pengalaman Sanu aku bermimpi

Seorang Raja memasuki rumah berpintu rendah

Terantuklah kepada beliau yang dihormati jutaan manusia

(termasuk tukang cukurnya)

Dan tahun depan

Kuceritakan pada seorang kawan

Harap tenang

Beliau akan tumbang

Ha? Ya!

Di antara ha dan ya dan ya ha dan ya

Kemudian,

Hal itupun terjadilah

Pernah kudengar kun itu

Di telinga kananku

 


5. Elegi Nelayan Tua - Idrus Tintin

Lelaki tua itu tersengguk-sengguk di emper gubuk

Bulan layu rendah di langit

Air mulai surut

dan terlena digerogoti mimpi

Sebentar lagi subuh tiba

Inikah impian penghabisan seorang nelayan

Kaki dan tangan kaku dibelasah encok

Dada seperti terbakar batuk batuk batuk

Berteman dengan bulan dan air surut air pasang

Kokok ayam dan cicit murai

Menyambut pagi

Yang bukan lagi miliknya?

Panorama masa lalu tergambar di layar langit

dengan kail memancing ikan ikan ikan

sembilang tenggiri selar dingkis tamban jahan

ikan ikan ikan

pancing bubu belat kelong jala jaring

Selamat tinggal?

Encok yang datang marilah kamu

Batuk yang masuk teruskan jalanmu

ikan-ikan masa lalu

ikan-ikanku besok

Dan pertarungan akan berlanjut

terus!

 


6. Mimpiku Menembus Awan - Handrawan Nadesul

Mimpiku menembus awan

Mencari yang dulu pernah kutanam

Tunas di tiap rantingku

Seperti ketika melamun di waktu kecil

Ingat roti teman sebangku bertabur cokelat

Yang kukunyah selapis gula merah

Nasi gorengku bawang dan rawit

Harum telur dadar kotak nasi sahabatku

Menghidupkan impian kecilku

Kubayangkan kalau nanti berbuah-buah

Bertumbuh pohonku setinggi awan

Berharap kelak menjadi roti cokelat

Sepiring nasi goreng yang lengkap

Telur dadar tersaji kapan kumau

 


Mimpiku menembus awan

Menemukan letak angan-anganku

Tentang rumah kecil ribuan jendela

Supaya pernah kumemandang benua

Merasakan setiap keping nurani

Melupakan terkoyak kelopak daunku

Bersama angin sekarang aku duduk

Menaruh hormatku pada setiap bintang

Sekian lama ia merawat umurku

Sekarang waktunya kukenang ibu

Menjahit kain sprei jadi seragam sekolahku

Menyiapkan pindang kecap sarapanku

Hanya satu doa kalau besar aku nanti

Buah kebun ziarahku ranum semua

 


Mimpiku menembus awan

Kini aku duta di langit semesta

Di tanganku rembulan

Andai dulu tak pernah kabut menghadang

Jika bukan karena belukar

Tak mungkin sekarang kupegang bintang

Matahari yang hanya kugapai dulu

Kini menjadi samuderaku

Tempat kularung perahu tuaku

Merengkuh seluruh teluk

Singgah di setiap silamku

Sambil menanti kosong cangkirku

Mengeringkan cedera kalbuku

Meringankan keranjang hidupku.

 


7. Demi Mimpi - Dianing Widya Yudhistira

Aku tak akan pernah lupa

saat aku terjaga kau rapatkan

selimut ke tubuh kecilku

lalu lonceng berdentang berkali-kali

mengabarkan malam telah menua

 


Aku tak akan pernah lupa

saat senja merayapi tubuh

kau datang dengan baju hangatmu

lalu mengajariku alif ba ta

 


Aku pergi ibu — demi mimpi

lalu butiran air matamu

jatuh diujung daun jendela.

Sekarang mimpi itu melebat di alis mataku

Aku belum bisa membawamu kembang

 

 

 

8. Kesaksian Tahun 1967 - W.S. Rendra

Dunia yang akan kita bina adalah dunia baja

kaca dan tambang-tambang yang menderu.

Bumi bakal tidak lagi perawan,

tergarap dan terbuka

sebagai lonte yang merdeka.

Mimpi yang kita kejar, mimpi platina berkilatan.

Dunia yang kita injak, dunia kemelaratan.

Keadaan yang menyekap kita, rahang serigala yang menganga.

 


Nasib kita melayang seperti awan.

Menantang dan menertawakan kita,

menjadi kabut dalam tidur malam,

menjadi surya dalam kerja siangnya.

Kita akan mati dalam teka-teki nasib ini

dengan tangan-tangan yang angkuh dan terkepal

Tangan-tangan yang memberontak dan bekerja.

Tangan-tangan yang mengoyak sampul keramat

dan membuka lipatan surat suci

yang tulisannya ruwet tak bisa dibaca.

 

 

 

9. Hanya dalam Puisi - Ajip Rosidi

Dalam kereta api

Kubaca puisi: Willy dan Mayakowsky

Namun kata-katamu kudengar

Mengatasi derak-derik deresi.

Kulempar pandang ke luar:

Sawah-sawah dan gunung-gunung

Lalu sajak-sajak tumbuh

Dari setiap bulir peluh

Para petani yang terbungkuk sejak pagi

Melalui hari-hari keras dan sunyi.

 


Kutahu kau pun tahu:

Hidup terumbang-ambing antara langit dan bumi

Adam terlempar dari surga

Lalu kian kemari mencari Hawa.

 


Tidakkah telah menjadi takdir penyair

Mengetuk pintu demi pintu

Dan tak juga ditemuinya: Ragi hati

Yang tak mau

Menyerah pada situasi?

 


Dalam lembah menataplah wajahmu yang sabar.

Dari lembah mengulurlah tanganmu yang gemetar.

 


Dalam kereta api

Kubaca puisi: turihan-turihan hati

Yang dengan jari-jari besi sang Waktu

Menentukan langkah-langkah Takdir: Menjulur

Ke ruang mimpi yang kuatur

sia-sia.

 


Aku tahu.

Kau pun tahu. Dalam puisi

Semuanya jelas dan pasti.

 

 

 

10. Mimpi dan Hidup - H.B. Jassin

Pernah saudara bermimpi

Mendapat uang perak dan emas,

Lekas digenggam kuat dan keras,

Takut 'kan hilang orang rampas,

Kemudian terinsyaf bangun,

Tiada sesen di dalam kantung?

 


Nampak saudara orang

Mengumpul harta dunia,

Memeras tenaga cepat lekas,

Inginkan harta limpah-limpahan,

Kemudian...

Diusung ke kubur

Di dalam kafan?

 


Saudara. Coba bandingkan:

Mimpi dan Hidup mana yang benar,

Dalam kedua tiada bawaan. (MG Ni Komang Putri Sawitri Ratna Duhita) 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved