Dialog Budaya Spirit Of Borobudur: Mengungkap Kisah dan Makna di Balik Relief
Candi Borobudur menyimpan berbagai fakta sejarah dan pengetahuan budaya yang masih jarang diketahui masyarakat
Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG – Candi Borobudur bukan sekadar destinasi wisata nasional maupun internasional, tetapi juga menyimpan berbagai fakta sejarah dan pengetahuan budaya yang masih jarang diketahui masyarakat.
Berangkat dari hal tersebut, Ki Eko Sunyoto menggelar Dialog Kebudayaan dalam rangkaian acara Spirit Of Borobudur, menghadirkan narasumber kompeten di bidangnya.
Mereka adalah Hari Setiawan, arkeolog dari Museum Cagar Budaya; Slamet Ahmad Husein, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan; serta Heru Mataya, inisiator Indonesia Festival.
Kegiatan ini berlangsung di Tourism Information Center (TIC) Borobudur pada Jumat, 14 Februari 2025.
Baca juga: Puluhan Umat Buddha dari Berbagai Daerah Ikuti Pelatihan Calon Biksu di Candi Borobudur
Dalam sesi diskusi, Hari Setiawan menekankan bahwa Borobudur bukan sekadar candi, melainkan memiliki makna mendalam yang tercermin dalam setiap reliefnya.
"Borobudur bukan hanya sebatas candi, namun lebih dari itu, ada relief yang tiap detailnya memiliki cerita. Bukan sekadar mitos, tapi ada maknanya. Meskipun secara fakta, Borobudur memang bukan termasuk 7 keajaiban dunia," ungkap Hari.
Sebagai informasi, meskipun tidak masuk dalam daftar Tujuh Keajaiban Dunia, Candi Borobudur telah diakui sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO sejak 1991.
Sementara itu, Slamet Ahmad Husein mengangkat perspektif bahwa Borobudur merupakan sumber inspirasi bagi kreativitas dan pendidikan.
"Candi Borobudur bukti nenek moyang kita yang sudah mengadopsi kurikulum Merdeka dengan model ATM (Amati, Tiru, Modifikasi)," ujarnya.
Menurutnya, konsep ATM sangat relevan dalam Kurikulum Merdeka, yang menekankan metode eksplorasi, Project-Based Learning, dan Problem-Based Learning.
Selain itu, Husein juga menyoroti bahwa Borobudur merupakan hasil akulturasi budaya India dengan budaya Indonesia Praaksara, yang terlihat dari bentuk punden berundak-undak.
"Maka dapat dikatakan, orang Indonesia tidak hanya meniru budaya India, tapi juga sudah memodifikasi budaya India disesuaikan dengan Indonesia," jelasnya.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Heru Mataya, seorang budayawan sekaligus kurator seni nasional yang telah melahirkan berbagai festival seni di Indonesia.
Ia menyoroti bahwa relief Lalita Vistara pada Candi Borobudur menjadi inspirasi dalam pelaksanaan Festival Payung Indonesia.
"Semoga ke depan, Borobudur terutama reliefnya terus menjadi inspirasi pemantik digelarnya agenda pariwisata di Indonesia," tutupnya. (tro)
Pemkot Magelang Kukuhkan Tim Pembina Posyandu dan Luncurkan Posyandu 6 SPM |
![]() |
---|
Baru Sebulan Keluar Penjara, Residivis FA Kembali Berulah: Bacok 3 Pelajar SMK di Magelang |
![]() |
---|
Tiga Pelajar di Magelang Dibacok saat Pulang Sekolah, Polisi Tangkap 2 Tersangka |
![]() |
---|
Pemkot Magelang Teken Pakta Integritas, Komitmen Tingkatkan Layanan di MPP |
![]() |
---|
Sinergi InJourney dan Kemenbud, Pengelolaan Candi Borobudur Didorong Berbasis Budaya dan Inklusif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.