APA ITU Cancel Culture yang Ramai Dibicarakan di Medsos? Ini Penjelasan Lengkapnya
Cancel culture adalah fenomena sosial di mana masyarakat menarik dukungan sosial dari individu atau kelompok, sering kali melalui media sosial
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Bunga Kartikasari
TRIBUNJOGJA.COM - Kata cancel culture menjadi topik hangat di media sosial lantaran ada film yang tayang di bioskop, tapi tidak ada penontonnya. Bahkan, jadwal tayangnya pun mulai turun berangsur-angsur.
Film itu adalah Business Proposal yang dibintangi aktor Abidzar Al Ghifari, Ariel Tatum, Caitlin Halderman dan Ardhito Pramono.
Baru-baru ini, aktor Abidzar Al Ghifari menjadi sorotan publik setelah memberikan pernyataan yang menyinggung penggemar drama Korea (drakor).
Dalam sebuah wawancara, Abidzar mengaku tidak menonton versi asli dari drama Business Proposal karena ingin menciptakan interpretasi karakternya sendiri.
Selain itu, ia menyebut penggemar drakor sebagai fans fanatik. Pernyataan tersebut memicu reaksi keras dari netizen, yang menilai sikap Abidzar arogan dan tidak menghargai karya asli serta penggemarnya.
Akibatnya, muncul seruan untuk memboikot film Business Proposal versi Indonesia yang dibintanginya. Warganet menyebutnya adalah aksi cancel culture.
Apa itu arti dari cancel culture?
Cancel culture adalah fenomena sosial di mana masyarakat menarik dukungan sosial dari individu atau kelompok, sering kali melalui media sosial, sebagai bentuk sanksi atas perilaku atau pandangan yang dianggap tidak pantas, ofensif, atau kontroversial.
Praktik ini dapat melibatkan boikot terhadap produk, layanan, atau bahkan penghentian hubungan profesional dan sosial dengan pihak yang dianggap bersalah.
Istilah cancel dalam konteks ini merujuk pada tindakan membatalkan atau menghapus seseorang dari posisi pengaruh atau relevansi dalam masyarakat.
Fenomena ini sering kali terjadi di dunia maya, khususnya di platform media sosial seperti Twitter, Instagram, dan Facebook.
Asal Usul Cancel Culture
Konsep cancel culture mulai populer di Amerika Serikat pada awal 2010-an, meskipun praktik memboikot atau menarik dukungan terhadap individu atau institusi telah ada jauh sebelumnya.
Awalnya, istilah cancel digunakan dalam budaya pop, terutama dalam lagu dan film. Namun, dengan berkembangnya media sosial, istilah ini mendapatkan makna yang lebih luas dan lebih serius.
Bagaimana Cancel Culture Bekerja?
1. Pelanggaran atau Kontroversi: Cancel culture biasanya dimulai ketika seorang figur publik atau institusi melakukan tindakan yang dianggap tidak pantas oleh sebagian masyarakat, seperti pernyataan rasis, seksis, atau tindak kriminal.
2. Penyebaran Informasi: Informasi mengenai pelanggaran tersebut cepat menyebar di media sosial, sering kali disertai dengan tangkapan layar, video, atau bukti lainnya.
3. Reaksi Publik: Pengguna media sosial mulai menyuarakan ketidaksenangan mereka, biasanya dengan tagar atau kampanye daring.
4. Boikot atau Tuntutan Sanksi: Masyarakat kemudian menyerukan pemboikotan atau mendesak institusi terkait untuk mengambil tindakan, seperti pemecatan atau penghentian kerja sama.
Pro dan Kontra Cancel Culture
Cancel culture menjadi topik yang kontroversial karena memiliki sisi positif dan negatif.
1. Keuntungan:
- Memberikan ruang bagi masyarakat untuk menuntut akuntabilitas.
- Memberdayakan kelompok yang sebelumnya tidak memiliki suara.
- Mengedukasi publik tentang isu-isu sosial yang penting.
2. Kritik:
- Dapat menyebabkan penghukuman tanpa proses yang adil.
- Meningkatkan polarisasi di masyarakat.
- Menghancurkan karier atau reputasi seseorang secara permanen meskipun kesalahannya telah diperbaiki.
Dampak Cancel Culture
Cancel culture telah mengubah cara masyarakat menyikapi isu-isu sosial dan budaya. Di satu sisi, fenomena ini membantu menciptakan ruang yang lebih aman dan inklusif.
Namun, di sisi lain, cancel culture juga menimbulkan pertanyaan tentang kebebasan berekspresi dan dampak sosial dari penghukuman tanpa proses hukum yang jelas.
Kesimpulan
Cancel culture adalah fenomena kompleks yang mencerminkan kekuatan dan kelemahan media sosial dalam membentuk opini publik.
Penting bagi masyarakat untuk memahami batasan antara menuntut akuntabilitas dan menciptakan budaya yang tidak memaafkan.
Dengan pendekatan yang bijaksana, cancel culture dapat menjadi alat yang positif untuk perubahan sosial tanpa mengorbankan nilai-nilai keadilan dan empati.
( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )
Pemkab Sleman Utang Rp45 Miliar untuk Bangun Gedung RSUD |
![]() |
---|
Mapolda DIY Dibersihkan Usai Kericuhan, Sri Sultan HB X Pastikan Situasi Kondusif |
![]() |
---|
Gedung Rusak saat Demo, Layanan SKCK hingga Pengaduan di Polda DIY Ditutup Sementara |
![]() |
---|
Kebijakan Harus Peka, Sri Sultan HB X Tekankan Pentingnya Empan Papan |
![]() |
---|
Tiga Mitra Grab Jadi Korban insiden 28–29 Agustus, Perusahaan Turun Tangan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.