UMP 2025

INI Alasan Kenapa UMP di DIY Masih Rendah Dibanding Daerah Lain

Bukan sebuah rahasia jika Upah Minimum Provinsi (UMP) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tergolong rendah dibandingkan dengan daerah lain.

Vecteezy
Ilustrasi uang rupiah Rp100 ribu dan Rp50 ribu 

TRIBUNJOGJA.COM - Bukan sebuah rahasia jika Upah Minimum Provinsi (UMP) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tergolong rendah dibandingkan dengan daerah lain.

Per tahun 2025, besaran UMP ditetapkan senilai Rp 2.264.080,95. 

Angka ini mengalami kenaikan sebesar 6,5 persen atau sekitar Rp 138.183,34 dibandingkan dengan UMP tahun 2024 yang sebelumnya sebesar Rp 2.125.897,61.

Pada tahun 2025, Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) DIY ditetapkan untuk empat sektor, yaitu sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makanan, sektor Aktivitas Keuangan dan Asuransi, sektor Informasi dan Komunikasi, dan sektor Konstruksi.

Baca juga: BREAKING NEWS : Pemda DIY Tetapkan Kenaikan UMK dan UMSK 6,5 Persen, Kota Yogya Tertinggi

Rincian besaran UMSP DIY 2025 berdasarkan sektor adalah sebagai berikut: untuk sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makanan, besaran upah ditetapkan dengan skala besar sebesar Rp 2.311.913,65, skala menengah Rp 2.308.724,80, dan skala kecil Rp 2.306.598,91, dengan kenaikan mencapai 8,75 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Di skala kabupaten atau kota, Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dan sektoral (UMSK) juga berada di angka Rp 2 jutaan, tidak mencapai Rp 3 jutaan.

Lantas, mengapa standar UMP di DIY masih cukup rendah dibanding dengan daerah lain? Berikut alasannya:

1. Tidak banyak lapangan kerja di Yogya

Peneliti di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Hempri Suyatna, mengatakan salah satu penyebabnya adalah tidak tersedia banyak lapangan kerja di Yogyakarta. 

Akibatnya, persaingan antarperusahaan dalam mendapatkan tenaga kerja menjadi tidak ketat.

"Implikasinya upah yang ditawarkan juga tidak tinggi. Sisi lain adalah standar hidup layak di Jogja tidak tinggi sehingga ini berdampak pada upah rendah," ucapnya, mengutip dari berbagai media pada tahun 2023.

Berbeda dengan Semarang yang memiliki beberapa industri besar, Hempri mengatakan, Yogyakarta bukan sebuah kota industri.

Namun, ia tetap mencatat bahwa peningkatan standarisasi kesejahteraan buruh di Yogyakarta penting untuk diperhatikan.

"Beberapa bahan kebutuhan pokok murah, tapi dalam konteks tertentu harga tanah di Yogyakarta termasuk tinggi. Hal ini yang harus juga dijadikan pencermatan," ungkap Hempri.

Lebih lanjut, Hempri mengatakan, aspek UMR di Yogyakarta memang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Sebab, dengan UMR (yang lebih tinggi) daya beli masyarakat bisa menjadi lebih baik.

"Kalau memang UMR sulit naik akan tetapi aspek-aspek jaminan sosial ke buruh harus diperhatikan sehingga tetap memberikan rasa nyaman bagi mereka," ucapnya.

2. Kultur Filosofis Romantis di Yogyakarta

Seperti yang diketahui, suasana kota Yogyakarta dikenal kental akan filosofi hidup Jawa yang turut mendukung suasana kesejahteraan yang berbeda dengan kota lain.

"Ya saya kira ini didukung mungkin suasana dan kultur Jogja yang romantis dan masyarakat yang harmonis. Sebagian masyarakat di Jogja terutama yang tinggal di pedesaan juga memandang aspek kesejahteraan subjektif," papar dosen di Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol UGM tersebut.

Baca juga: Sri Sultan Hamengku Buwono X Tetapkan UMP DIY 2025 Rp 2.264.080,95

Ini artinya, menurut Hempri, sejahtera tidak semata-mata soal ekonomi akan tetapi juga soal hidup harmonis, guyub rukun, tentrem dan sebagainya.

Meski begitu, ia menegaskan, bahwa kesejahteraan buruh wajib ditingkatkan. Misalnya dengan memperkuat jaminan sosial mereka.

"Seperti BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan, dan mungkin jaminan-jaminan sosial sesuai kemampuan perusahaan," tambahnya.

 

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved