Berita Viral
Tak Hanya Menganiaya, Anak Bos Toko Roti Ternyata Juga Pernah Keluarkan Kata Makian Merendahkan
Pada Kamis malam, 17 Oktober 2024, D menjadi korban penganiayaan oleh GSH, anak pemilik toko tempatnya bekerja
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM - Di sebuah toko roti kecil di kawasan Cakung, Jakarta Timur, D (19) menjalani pekerjaannya sebagai pegawai toko.
Namun, siapa sangka bahwa rutinitas harian itu berubah menjadi pengalaman pahit yang akan membekas dalam hidupnya.
Pada Kamis malam, 17 Oktober 2024, D menjadi korban penganiayaan oleh GSH, anak pemilik toko tempatnya bekerja.
Kejadian yang awalnya hanya tersebar melalui video viral di media sosial ini akhirnya mengungkap fakta memilukan tentang relasi kuasa, kekerasan, dan ketidakadilan yang dialami oleh seorang pekerja muda.
Awal Konflik
Peristiwa bermula saat GSH meminta D untuk mengantarkan makanan yang dipesan secara daring ke kamarnya.
Namun, D menolak karena merasa cara GSH memintanya tidak sopan.
Baca juga: BREAKING NEWS: Mary Jane Veloso Meninggalkan Lapas Perempuan Yogyakarta
Keputusan itu memicu kemarahan GSH, yang langsung melampiaskan emosinya kepada D.
“Dia melempar saya pakai pajangan patung, mesin EDC, sampai kursi,” cerita D ketika ditemui pada Jumat, 13 Desember 2024.
Pegawai lain yang berada di lokasi kejadian hanya bisa merekam aksi brutal GSH tanpa berani bertindak.
Dalam video yang tersebar, terlihat GSH melemparkan berbagai benda ke arah D, yang hanya bisa berlari ke bagian dapur untuk menghindari serangan.
Namun, kekerasan terus berlanjut.
Loyang yang dilempar GSH bahkan mengenai kepala D hingga menyebabkan luka terbuka.
Ketakutan dan Luka
D mengungkapkan bahwa ia sempat tidak menyadari luka di kepalanya akibat syok.
“Waktu itu saya belum sadar kalau kepala berdarah, hanya memegangi kepala saja,” katanya.
Selain luka di kepala, D juga mengalami memar di tangan, kaki, paha, dan pinggang akibat serangan tersebut.
Orang tua GSH akhirnya membawa D ke klinik untuk mendapatkan perawatan.
Meski disarankan untuk menjahit luka di kepalanya, D menolak karena masih dalam keadaan trauma.
Dengan didampingi rekan kerjanya, D melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Cakung.
Namun, ia diarahkan untuk membuat laporan di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Metro Jakarta Timur.
“Barang bukti yang saya serahkan berupa baju saya yang ada ceceran darah,” ujar D.
Laporan D diterima dengan pasal penganiayaan berdasarkan Pasal 351 KUHP.
Kini, kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan dengan pemeriksaan empat saksi, termasuk GSH dan orang tuanya.
Kekerasan Bukan Kali Pertama
Yang lebih memilukan, kejadian ini bukanlah insiden pertama.
D mengaku sebelumnya pernah dilempar barang oleh GSH, termasuk tempat solasi dan meja.
Namun, saat itu, luka yang dialami D tidak terlalu parah.
Bahkan, GSH kerap menghina D dengan kata-kata merendahkan.
“Dia bilang saya miskin, babu, dan enggak akan bisa melaporkan dia ke polisi karena dia kebal hukum,” kenang D.
Setelah insiden itu, D memutuskan untuk mengundurkan diri. Namun, gaji terakhirnya yang seharusnya ia terima hingga kini belum dibayarkan.
“Gaji bulan Oktober saya belum keluar. Saya diminta datang ke toko untuk mengambil, tapi saya takut karena ada anaknya (GSH),” ujar D.
Tidak hanya D, tiga pegawai lainnya juga mengalami nasib serupa—tidak mendapatkan gaji mereka setelah keluar dari toko tersebut.
Meski berada dalam situasi yang sulit, D tetap berusaha mendapatkan keadilan.
Ia berharap laporannya diproses secara adil oleh pihak kepolisian.
“Saya hanya ingin hak saya dipenuhi dan pelaku diberi hukuman yang setimpal,” katanya dengan nada lirih. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.