Kasus Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban: Buku Paket Pendidikan Pancasila

Artikel berikut membahas mengenai kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban serta upaya mencegahnya.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Freepik
Kesetaraan dan antidiskriminasi merupakan ciri khas HAM. 

TRIBUNJOGJA.COM – Berikut ini pembahasan mengenai kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban serta upaya mencegahnya di lingkungan sekitar.

Materi dilansir dari Buku Paket Pendidikan Pancasila karya Ida Rohayani, Hatim Gazali, dan Dwi Astuti Setiawan.

Baca juga: Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia dalam UUD NRI Tahun 1945: Materi Pendidikan Pancasila

Bagaimana cara kamu mengetahui bahwa kamu pernah melanggar hak atau mengingkari kewajiban sebagai warga negara? Pernahkah membaca papan pengumuman tentang perintah atau larangan di sekitarmu? Apakah kamu melakukan sesuai perintah atau tidak melakukan karena ada larangannya?

Pada pembelajaran kita kali ini, kamu akan menelusuri dan mengidentifikasi diri, apakah kamu termasuk warga negara yang siap dan sigap dalam mencegah terjadinya pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban di lingkunganmu dengan demokratis dan santun.

Pada kali ini yang akan kita lakukan mengikuti alur ASIK, yakni Analisis, Sesuaikan, Inisiatif, dan Kembangkan.

Alur ini merupakan salah satu cara yang dapat kamu ikuti ketika menghadapi permasalahan pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban yang terjadi di lingkungan kamu.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya).

Pada tahap ini, ketika kamu terjebak dengan sebuah peristiwa yang dianggap atau diembuskan seolah-olah pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban, caranya ialah dengan menyelidiki kasus tersebut untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.

Setelah kamu menemukan keadaan yang sebenarnya, lakukan klarifikasi dengan cara menganalisis kesesuaian peristiwa berdasarkan peraturan yang berlaku tentang hak dan kewajiban warga negara dan setelah itu, hal yang paling penting ialah membuat inisiatif.

Inisiatif ialah prakarsa untuk melakukan perbuatan agar suatu peristiwa tidak terjadi, dalam hal ini kamu diminta untuk memprakarsai sebuah tindakan dalam mencegah pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban yang terkadang dianggap lumrah dalam kehidupan sehari-hari.

Inisiatif harus kamu kembangkan dari hal yang paling mudah dilakukan sampai dengan sanggup mencegahnya sesuai dengan peran yang kamu miliki di masyarakat, misalnya kamu hanya mampu mengingatkan keluargamu, kemudian teman-teman sepermainan, di sekolah, ke masyarakat, dan terus sampai dapat mencegah ke lingkungan yang lebih luas lagi.

Untuk memberikan pemahaman tentang kasus yang dapat  dianalisis, berikut uraiannya:

a. Cyber Bullying

Cyber bullying (perundungan dengan menggunakan teknologi digital) merupakan sebuah perilaku agresif yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu.

Perilaku cyber bullying dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel.

Berikut ini contoh tindakan cyber bulling.

1. Menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memosting foto memalukan tentang seseorang di media sosial.

2. Mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting, menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, atau memosting sesuatu yang memalukan/menyakitkan.

3. Trolling - pengiriman pesan yang mengancam atau menjengkelkan di jejaring sosial, ruang obrolan, atau game online.

Dalam hukum Indonesia, cyber bullying dimasukkan ke dalam definisi pencemaran nama baik atau penghinaan.

Definisi itu kurang memadai jika dilihat bentuk-bentuk cyber bullying yang lebih dari sekadar pencemaran nama baik, Tindak cyber bullying diatur dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 29 Undang-Undang No. 19 Tahun 2016.

Ketentuan pidana mengenai tindak kejahatan perundungan dunia maya (cyber bullying) diatur dalam BAB XI Pasal 45 ayat (1), ayat (3), ayat (4), Pasal 45A ayat (2) dan Pasal 45B Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 jo Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dengan demikian, dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, perilaku cyber bullying merupakan tindakan melanggar hukum yang dapat dikenakan hukuman.

Cyber bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan oleh kelompok maupun individu dalam menyakiti orang lain berulang dengan sengaja untuk melukai dan membuat korbannya merasa tidak nyaman dan takut secara verbal ataupun non-verbal yang dilakukan melalui media sosial.

Hal ini sangat jelas merupakan penghinaan serta penindasan terhadap seseorang sehingga merugikan orang lain dan sangat tidak selaras dengan Pasal 28G ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

b. Diskriminasi

Di negara dengan etnis, agama, ras, dan kebangsaan yang begitu beragam, dapat terjadi diskriminasi yang disebabkan oleh stereotip (pemahaman tertentu terhadap kelompok yang sulit diubah) dan prasangka buruk terhadap perbedaan tersebut.

Indonesia memiliki penduduk yang terdiri atas banyak suku, ras, budaya, dan agama yang memiliki ciri khas masing-masing dan hal tersebut dilindungi dan dihormati oleh bangsa Indonesia, oleh sebab itu keberagaman di Indonesia dilindungi dan dihormati.

UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28I ayat (3) bahwa 'Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu'.

Selain itu, Indonesia telah bersepakat untuk mengesahkan ICERD (International Convention of the Elimination of all Foorms of Racial Diiscrimination) pada tanggal 25 Mei 1999.

Indonesia meratifikasi melalui Undang-Undang No. 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan ICERD 1965 (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965).

Dalam ketentuan Pasal 1 UDHR (Universal Declaration of Human Rights) bahwa kesetaraan dan antidiskriminasi merupakan ciri khas HAM, bahkan dijadikan prinsip HAM.

Kita dapat memahami bahwa kebebasan, persamaan, dan persahabatan menjadi inti dari penghormatan terhadap HAM.

Setiap orang memiliki keleluasaan, merasa sama, dan berhak memiliki teman sehingga dapat bermasyarakat.

Perlu adanya komitmen tentang penegakan hak yang sama dalam status dan kedudukan warga negara sehingga perlu dibuat regulasi oleh Legislatif dan Eksekutif untuk menangani permasalahan ini.

Setidaknya, regulasi itu dapat ditemukan pada Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 28I ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hingga dibahas secara khusus dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

c. Intoleransi dalam Hidup Beragama

Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Bangsa Indonesia mengakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan di hormati, sebagaimana tertulis dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28I ayat (1) dan ditegaskan kembali pada Pasal 29 yang berbunyi "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."

Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945, kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agama masing-masing merupakan hak yang dimiliki oleh seorang.

Mengapa terjadi intoleransi? Pada umumnya, konflik-konflik beragama timbul karena adanya perselisihan antara umat beragama yang mengedepankan ego masing-masing sehingga terjadi gesekan yang lama-kelamaan membesar dan terjadilah pertikaian.

Padahal, ancaman dan kekerasan terhadap umat beragama lain merupakan tindakan biadab yang bertentangan dengan nilai kebinekaan, Pancasila, Konstitusi, dan kemanusiaan universal 

Praktik intoleransi dan konflik antaragama merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap Pancasila dan Konstitusi.

Indonesia telah menyatakan diri secara tegas sebagai negara yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, termaktub dalam ketentuan Pasal 29 ayat (1) “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sudah dipastikan kehidupan bernegara pun dilandasi dengan nilai kebebasan untuk beragama dan jaminan kemerdekaan bagi para pemeluk-pemeluknya.

Oleh sebab itu, pengejawantahannya terdapat dalam Pasal 29 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, tujuannya untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

d. Persekusi

Persekusi merupakan salah satu jenis kejahatan kemanusiaan sebagaimana dijelaskan dalam Statuta Roma, Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2) huruf g.

Statuta itu menyatakan bahwa persecution berarti perampasan secara sengaja dan kejam terhadap hak-hak dasar yang bertentangan dengan hukum internasional dengan alasan politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender.

Persekusi dapat diidentifikasi melalui tindakan apabila seseorang atau sejumlah warga yang disakiti, dipersulit, atau ditumpas dengan sengaja, diburu secara sewenang-wenang.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan apabila kata persekusi dijadikan sebagai kata kerja, yaitu“memersekusi”, memiliki arti menyiksa atau menganiaya sehingga ada unsur penyiksaan. 

Persekusi diperjelas definisinya oleh Hilman (2021) sebagai berikut: "apabila seseorang melakukan tindakan tanpa dasar undang-undang sehingga mengancam seseorang dalam berdemokrasi dan mengekspresikan suatu pendapat, terkategori persekusi".

Hal ini selain mengancam individu, juga dapat meresahkan publik karena telah terjadi penentangan terhadap undang-undang.

Memaksakan ide dan pendapat pada orang lain disebabkan adanya kefanatikan ide terhadap kepercayaan dari pandangan diri seseorang atau kelompok, mengindikasikan persekusi.

Apalagi jika hal tersebut dilakukan dengan kekerasan, oleh sebab itu patuhi aturan hukum untuk menjaga ketertiban dan keteraturan.

Baca juga: Tantangan Indonesia di Era Global: Pelajaran Pendidikan Pancasila Kelas 12 Kurikukulum Merdeka

(MG Alya Hasna Khoirunnisa)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved