Prabowo Sebut Indonesia Bisa Swasembada Energi, Pakar UGM: Kembangkan Riset Gandeng BRIN dan Kampus

Prabowo juga menyatakan komitmen untuk mencapai kedaulatan energi melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT)

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
setneg.go.id
Presiden Prabowo Subianto setelah dilantik pada Sidang Paripurna MPR RI dalam rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI Terpilih Periode 2024-2029, 20 Oktober 2024 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto menjanjikan bahwa Indonesia akan mencapai swasembada energi dalam waktu 4-5 tahun.

Hal itu Ia sampaikan dalam pidato kenegaraan usai dilantik sebagai Presiden Indonesia periode 2024-2029 di gedung DPR/MPR, Minggu (20/10/2024).

Prabowo juga menyatakan komitmen untuk mencapai kedaulatan energi melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan menggunakan sumber daya energi yang tersedia berlimpah.

Berbagai sumber daya energi tersebut berupa kelapa sawit yang bisa menghasilkan solar dan bensin, tanaman lain seperti singkong, tebu, sagu, jagung, dan lain-lain.

Indonesia juga juga punya energi panas bumi (geothermal), batu bara, energi tenaga air, angin,  dan matahari.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Fahmy Radhi, M.B.A menyambut baik janji Presiden Prabowo Subinato tersebut.

Namun menurutnya, ada satu masalah krusial yang tidak bisa dihindari, yakni Indonesia tidak memiliki teknologi untuk mengolah sumber daya energi tersebut menjadi EBT.

Fahmy menjelaskan Pertamina sudah mengusahakan biodiesel, yang merupakan pencampuran solar dengan minyak sawit, dan dimulai dengan B-20 meningkat ke B-35 lantas naik menjadi B-40.

Baca juga: Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto

Sayang, program ini terhenti lantaran perusahaan selaku partner usaha dari Italia menghentikan kerjasama dengan Pertamina.

“Pengembangan biodiesel selain tidak dapat dicapai, program EBT berbasis sawit juga berpotensi bertabrakan dengan program pangan untuk menghasilkan minyak goreng,” katanya di Kampus UGM, Senin (21/10/2024).

Itu juga termasuk untuk program gasifikasi, mengolah batubara menjadi gas.

Program ini, menurut Fahmy, juga mengalami hal sama yaitu kegagalan setelah Air Product selaku partner usaha dari Amerika Serikat hengkang dari Indonesia.

“Alasannya, gasifikasi dinilai tidak mencapai keekonomian lantaran harga pasar batubara berfluktuasi,” terangnya.

Fahmy menjelaskan untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dalam mencapai swasembada energi, ada dua upaya yang harus dilakukan pemerintah.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved