Rangkuman Pengetahuan Umum

Rangkuman Materi PAI Kelas 12 SMA Bab 9 Kurikulum Merdeka tentang Ijtihad

Pemahaman mendalam mengenai ijtihad menjadi semakin krusial. Kali ini kita akan belajar materi PAI kelas 12 SMA/SMK Bab 9 tentang Ijtihad.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 12 SMA Kurikulum Merdeka
Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 12 SMA Kurikulum Merdeka 

TRIBUNJOGJA.COM – Di era globalisasi yang serba cepat, kita dihadapkan pada berbagai persoalan kompleks yang menuntut solusi yang tepat. 

Dalam konteks ini, pemahaman mendalam mengenai ijtihad menjadi semakin krusial. 

Kali ini kita akan belajar materi PAI kelas 12 SMA/SMK Bab 9 tentang Ijtihad. 

Materi ini dilansir dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti karya Rohmat Chozin dan Untoro.

Pada materi kali ini, siswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian ijtihad, mengidentifikasi dalil, hukum, syarat, macam-macam tentang ijtihad, serta menganalisis urgensi dan kedudukan ijtihad.

Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 12 SMA Kurikulum Merdeka
Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 12 SMA Kurikulum Merdeka 

Berikut di bawah ini rangkuman materi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kurikulum Merdeka Kelas 12 SMA/SMK Bab 9 

A. Pengertian Ijtihad

Pengertian Ijtihad adalah bersungguh-sungguh dalam mencurahkan segala pikiran untuk menetapkan suatu hukum dan dalam praktiknya dimanfaatkan untuk sesuatu yang sulit dan memberatkan.

Dengan demikian arti ijtihad adalah pengarahan segala kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai batas puncaknya. 

mam Al-Ghozali, mendeinisikan ijtihad itu ialah usaha sungguh-sungguh dari seorang mujtahid dalam rangka mengetahui/ menetapkan tentang hukum-hukum syari’ah. 

 

B. Urgensi dan Kedudukan Ijtihad

Setiap muslim pada dasarnya diharuskan untuk berijtihad dalam semua bidang hukum syari’ah, asalkan dia sudah memenuhi syarat dan kriteria seseorang mujtahid.

Masalah-masalah yang menjadi lapangan Ijtihad adalah masalah-masalah yang bersifat zhanny, yakni hal-hal yang belum jelas dalilnya baik dalam Alquran maupun al-Hadis. Adapun para ulama membagi hukum ijtihad atas 3, yakni:

1) Wajib ‘ain, bagi orang yang diminta fatwa hukum mengenai suatu peristiwa yang terjadi dan dia khawatir peristiwa itu akan lenyap tanpa ada kepastian hukumnya. 

2) Wajib kifayah, bagi orang yang diminta fatwa hukum yang dikhawatirkan lenyap peristiwa itu sedangkan selain dia masih terdapat para mujtahid lainya.

3) Sunnah, apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak terjadi.

Ketiga hukum tersebut sebenarnya telah menggambarkan urgensi upaya ijtihad.

Sehingga, ijtihad merupakan upaya pembaharuan hukum Islam yang belum pernah disinggung oleh ulama’ terdahulu, sedangkan masalah yang sudah diijtihadi pada masa lalu tidak perlu diperbaharui.

Meskipun demikian, tidak semua hasil ijtihad merupakan pembaharuan bagi ijtihad yang lama, sebab ada kalanya hasil ijtihad yang baru sama dengan hasil ijtihad yang lama.

Kaidah faqhiyah “al-ijtihadu ia yanqudlu bi al-ijtihadi” (ijtihad tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad pula).

Disamping itu, upaya ijtihad dilihat dari fungsi ijtihad itu sendiri, antara lain:

1) Fungsi al-Ruju’ (kembali), mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada Alquran dan Sunnah.

2) Fungsi al-Ihyl (kehidupan), menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan semangat Islam agar mampu menjawab tantangan zaman.

3) Fungsi al-Inabah (pembenahan), membenahi ajaran-ajaran Islam yang telah diijtihad oleh ulama’ terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman dan kondisi yang dihadapi.

Begitu pentingnya melakukan ijtihad, sehingga Jumhur Ulama’menunjukkan ijtihad menjadi hujah dalam menetapkan hukum berdasarkan Firman Allah surah an-Nisa’: 59 “Jika kamu mempersengketakan sesuatu maka kembalikanlah sesuatu tesebut kepada Allah dan Rasul-Nya”.

 

C. Syarat-syarat Mujtahid

Orang yang melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid dan tidak semua orang bisa melakukan ijtihad.

Akan tetapi, harus memenuhi beberapa syarat.

Muhammad Musa mengelompokkannya menjadi 4 kelompok, yakni:

1) Syarat-syarat umum, di antaranya;

a) Baliqh 

b) Berakal 

c) Sehat jasmani dan rohani 

d) Kuat daya nalarnya 

e) Beriman

 

2) Syarat-syarat pokok, di antaranya;

a) Memahami tentang Alquran. 

b) Mengerti tentang sunah. 

c) Mengetahui ilmu dirayah hadis. 

d) Mengetahui hadis yang nasikh dan mansukh. 

e) Mengetahui maksud-maksud hukum.

Baca juga: Rangkuman Materi PAI Kelas 12 SMA Bab 7: Ruang Lingkup Ilmu Kalam

3) Syarat-syarat penting, di antaranya;

a) Menguasai bahasa Arab. 

b) Mengetahui Asbabun Nuzul.

c) Mengetahui Ushul Fiqh. 

d) Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya.

 

4) Syarat-syarat pelengkap, di antaranya;

a) Mengetahui Asbabul Wurud Hadis.

b) Mengetahui hal-hal yang di-ijmakkan dan yang di-ikhtilakan.

c) Bersifat adil dan taqwa.

 

D. Masalah-masalah Ijtihadiyah

Tidak semua masalah hukum bisa diijtihadkan tetapi ada wilayah-wilayah tertentu yang menjadi obyek dari ijtihad.

Adapun hal-hal yang tidak boleh diijtihadkan antara lain:

1) Masalah qath’iyah, yaitu masalah yang sudah ditetapkan hukumya dengan dalil-dalil yang pasti, baik melalui dalil naqli maupun aqli.

2) Masalah-masalah yang telah diijmakkan oleh ulama’ mujtahidin dari suatu masa, demikian pula lapangan hukum yang bersifat ta’abbudi atau ghairu ma’qulil makna (akal manusia tak akan mampu mencapainya).

Adapun masalah-masalah yang dapat diijtihadkan antara lain: masalah dzanniyah, yaitu masalah-masalah yang hukumnya belum jelas dalil nashnya, sehingga memungkinkan adanya wilayah ijtihad dan perbedaan pendapat.

 

E. Penyebab Terjadinya Perbedaan Ijtihad

Hal yang dapat menyebabkan perbedaan ijtihad, karena perbedaan dalam memahami nash dan dalam menyusun metode ijtihad yang didasari sosiokultural dan geografis mujtahid, seperti;

1) Berbeda tanggapan terhadap hadis

2) Berbeda tanggapan tentang ta’arudl (pertentangan antara dalil)

3) Perselisihan tentang ilat dari suatu hukum

 

F. Bentuk-bentuk Ijtihad

Ijtihad sebagai sebuah metode atau cara dalam menghasilkan sebuah hukum terbagi ke dalam beberapa bagian, seperti berikut: 

a) Ijma’

Ijma’ merupakan kesepakatan mujtahid tentang hukum syara’ dari suatu peristiwa setelah Rasulullah wafat.

b) Qiyas 

Qiyas adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkan dengan suatu kejadian yang telah ditetapakan hukumnya.

c) Maslahah mursalah

Maslahah mursalah adalah suatu kemaslahatan dimana syar’i tidak mensyariatkan suatu hukum untuk menetralisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuanya atau pembatalanya.

d) Urf’ 

Urf’ menurut bahasa berarti kebiasaan. Sedangkan menurt istilah sesuatu yang telah dikenal orang banyak dan menjadi tradisi mereka dan tentunya tradisi disini adalah kebiasaan yang tidak dilarang.

 

Ijtihad merupakan warisan intelektual yang sangat berharga bagi umat Islam.

Melalui ijtihad, kita dapat memahami bahwa Islam adalah agama yang dinamis dan mampu menjawab tantangan zaman.

Dengan demikian, kita sebagai generasi muda diharapkan mampu meneruskan tradisi ijtihad dalam rangka mengembangkan hukum Islam yang relevan dengan konteks kehidupan masa kini. ( MG Maryam Andalib )

Baca juga: Rangkuman Materi PAI Kelas 12 SMA Bab 5 Kurikulum Merdeka: Perkembangan Peradaban Islam di Dunia

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved