Kunci Jawaban

Penjabaran Jawaban Bahasa indonesia untuk SMA/SMK Kelas XI Bab 3 Halaman 75-82

Kunci Jawaban Bahasa indonesia untuk SMA/SMK Kelas XI Bab 3 Halaman 75-82 Kegiatan 1.2.3

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
buku bahasa indonesia xi
bg bi 3 

Rumahnya agak di tepi Amsterdam. Masyarakatnya terdiri dari berbagai ras. Orang Suriname yang paling banyak. Ruang tamunya cukup lega, dua kamar tidur, lengkap dengan dapur dan kamar mandi yang memadai. Terletak di lantai delapan. Dari kawan-kawan terdekatnya, terutama peranakan, kuperoleh keterangan bahwa kesengsaraan, berupa stres yang dia tanggungkan, bertambah buruk. Apa pun aku akan dan harus menemaninya. Sebagaimana aku harus membesarkan 
anakku, maka aku juga harus mendampinginya walau ajal menanti.

Dia sering merenung. Matanya acap kali menerawang kosong ke luar jendela. Jarang sekali dia memulai percakapan. Hatiku melambung bahagia ketika anakku liburan dan mengunjungi kami. Ketika dia masih duduk di sekolah dasar, dengan susah-payah aku melerai kemarahannya terhadap ayah yang dia tuduh tidak 
bertanggung jawab, meninggalkannya. Menyia-nyiakan ibunya. Bersenang-senang di luar negeri sana.

Di meja makan. Menjelang tidur. Terkadang saat sedang belajar, kalau momennya kena, kukatakan bahwa ayahnya tidak bersalah. Tak bisa pulang membesarkan dan menyekolahkannya bukan pilihannya. Susah-payah aku menjelaskan kepadanya, bahwa ada kekuasaan yang 
begitu buruk rupanya, sehingga sampai hati memisahkan seorang anak tunggal dari ayahnya.Han, sekarang sudah terbebas dari siksa di masa kecilnya.Selain penjelasan berulang-ulang yang kusampaikan, dia juga menjadi matang dengan jalan yang dia temukan sendiri. Terutama oleh dunia yang bisa dia arungi lewat Google. Bagaimana pun kekuasaan mencoba berbohong dan menutupi kejahatannya, terbongkar juga di dunia maya.

Han membuat dadaku mongkok. Setelah dewasa, dia berubah 
dalam bersikap terhadap papinya. Suamiku yang tetap tumpul. Terkungkung dalam jiwa yang remuk. Setelah putra tunggal kami itu kembali ke Australia, ketegangan yang dialami suamiku bukannya mengendur. Bercakap-cakap di taman, di meja makan, di tempat tidur, dia tak habis-habisnya mengutuk dirinya sendiri. Karena ucapan anaknya yang masih kecil, bahwa dia bukan seorang ayah yang bertanggung jawab

Sudahlah. Dengarlah baik-baik. Tuduhan anakmu itu ‘kan kau dengar dari kawan-kawanmu di Tiongkok ‘kan? Sama seperti kau 
juga dengar bahwa aku menjual diri kepada lelaki lain. Aku tak memedulikan omong-kosong orang. Kalau kumasukkan ke dalam 
hati, aku bisa gila. Dengarlah baik-baik. Selama Han bersama kita di sini, dia memanggilmu Papi. Papi…! Kau ingat ‘kan? Tidakkah kau bisa menafsirkan sebutannya padamu itu sebagai tanda permintaan maaf. Bahwa kau adalah ayahnya yang baik. Bahwa kau tak pulang-pulang bukan lantaran kehendakmu.

”Tapi, dia cuma membatu. Tak bergetar. Apa yang berkecamuk di dalam hatinya, aku tak tahu. Matanya tetap nanar menatapku.
***
Hatiku terasa teduh. Dan dia kelihatan lebih tenang. Cuma matanya yang terus memandangiku dengan ganjil. Seakan-akan aku 
bukan istrinya. Sebentar-sebentar dia melongok ke jendela.

“Sudah potong kuku. Sudah mandi. Sudah sarapan. Kita tinggal 
tunggu. Nanti dokter akan datang,” bujukku. Saya pamit mau membuang sampah, menyiram tanaman di beranda, mencuci piring, dan merapikan ruang tamu.

Di beranda aku merawat taman kami yang mungil, sekitar setengah kali dua meter. Di situ kutanam ros, juga dua pohon pisang, agar Indonesia tidak terlalu jauh dari kami.

Telepon berdering. “Saya psikiater yang akan mengunjungi suami Nyonya. Apakah dia baik-baik saja?” kata yang menelepon.

“Dia baik. Baik, Dokter,” sahutku.“Tunggu ya.”

Aku membersihkan kamar mandi. Menggosok toilet. Ketika menjinjing vacuum cleaner ke kamar tidur, aku disentak gordin yang 
berkibar sejadi-jadinya disapu angin. Jendela ternganga. Tempat tidur melompong. Aku berteriak memanggilinya. Tak ada jawaban. Aku lari ke kamar mandi. Dia tak ada di situ. Toilet kosong. Secepat petir pikiranku terbang. Suara orang yang menelepon, yang mengaku psikiater, tadi kayaknya mirip suaranya. Kudorongkan kepalaku keluar jendela. Memanggil-manggil namanya ke samping, ke bawah. “Di mana kau… Di mana…?!”

Kukunci seluruh ruangan. Cepat aku melangkah ke lift. Kupencet angka nol di panel. Begitu keluar dari lift, kudengar jeritan 
ambulans yang merapat di ujung apartemen. Beberapa orang terlihat mengerubung di sekitar jasad yang ditutup selimut. Aku tak tahu sekuat apa aku menjerit. Sebesar apa mulutku terkuak menyerukan namanya: “Ang …! Aaaang …!” Aku terjerembab di sampingnya. Jarijemarinya masih mengepal tanah merah berbalut kain putih. Di dekatnya ada secarik kertas yang berkata: Tanah Air Indonesia. Kalau terjadi apa-apa tolong hubungi istriku, An Sui. Ini nomor teleponnya.

Kegiatan 3

jawablah pertanyaan di 
bawah ini.
1. Temukan arti kosakata di bawah ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

a. teduh-=tenang; aman

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved