Rawat Landak Jawa yang Dipelihara Almarhum Mertuanya, I Nyoman Sukena Malah Terancam Hukuman 5 Tahun

Sukena memelihara Landak Jawa sebanyak 4 ekor yang merupakan peninggalan mertuanya.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
Istimewa
Nyoman Sukena pria asal Badung, Bali terancam 5 tahun penjara karena pelihara landak jawa. 

TRIBUNJOGJA.COM, DENPASAR – Tak pernah dibayangkan oleh I Nyoman Sukena bahwa dirinya akan menjadi pesakitan gara-gara memelihara Landak Jawa peninggalan almarhum mertuanya.

Sukena memelihara Landak Jawa sebanyak 4 ekor yang merupakan peninggalan mertuanya.

Sebelum dirawat oleh Sukena, landak-landak itu dirawat oleh mertuanya.

Namun setelah mertuanya meninggal, Sukena lah yang merawatnya.

Landak itu awalnya berjumlah dua ekor, namun akhirnya beranak dua ekor.

Dengan penuh kasih sayang, Sukena merawat landak-landak itu.

Namun bak disambar petir di siang bolong, tiba-tiba Sukena terjerat kasus hukum karena Landak Jawa yang dirawatnya itu.

Kini Sukena duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Denpasar.

Sukena didakwa melanggar Undang-Undang (UU) Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE).

Hal itu sebagaimana diatur dan diancam Pasal 21 ayat (2) huruf A juncto Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 5/1990 tentang KSDA-HE dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

Dikutip dari Tribun Bali, ayah dua anak ini mengaku tidak mengetahui kalau hewan yang dipeliharanya dilindungi undang-undang.

Penasihat hukum I Nyoman Sukena, R Bayu Perdana mengatakan kliennya itu merawat landak jawa itu sejak landak jawa tersebut masih kecil yang ditemukan ayah mertuanya di ladang. 

Ia hanya berniat memelihara.

Namun niat mulianya menjadi bumerang saat ada seorang yang melaporkan ke polisi dan Sukena didatangi polisi hingga diadili.

Sukena pun telah menjalani sidang pemeriksaan saksi.

Namun, saksi dari penyidik kepolisian dalam agenda sidang pemeriksaan saksi Jaksa Penuntut Umum kasus "Landak Jawa" di Pengadilan Negeri Denpasar, pada Kamis 5 September 2024 tidak hadir.

Bayu mengatakan saat ini tengah mengupayakan untuk membebaskan Nyoman Sukena dalam proses persidangan ini. 

"Kami berharap tadinya saksi dari penyidik kepolisian sesuai yang dijadwalkan hadir, untuk menjelaskan kenapa perkara ini tidak diselesaikan secara restorative justice. Namun disayangkan saksi dari kepolisian tersebut tidak hadir," ujar Bayu. 

Adapun saksi yang dijadwalkan hadir merupakan saksi fakta dari pihak yang menyaksikan diambilnya Landak Jawa tersebut dan ahli dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).

Bayu mengatakan, bahwa seharusnya perkara ini tidak masuk ke pengadilan karena dapat diselesaikan dengan restorative justice

"I Nyoman Sukena hanya menyelamatkan landak yang ditemukannya di sawah, tanpa ada niat untuk menyakiti maupun menjual landak tersebut," tuturnya. 

Ia menyebut, Jaksa Penuntut Umum salah dalam mendakwa terdakwa karena menggunakan Undang-undang yang sudah tidak berlaku. 

"Maka sudah sepatutnya terdakwa segera dibebaskan lepas dari segala tuntutan," jelasnya. 

Pihaknya optimis karena hakim menyatakan saat ini masih ada kemungkinan restorative justice.

"Namun tidak seperti dalam tahap penyidikan maupun penuntutan, tapi nanti dalam bentuk pertimbangan hakim dalam putusan," ujar dia.

Persidangan selanjutnya dijadwalkan di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (12/9) dengan agenda saksi meringankan dan keterangan terdakwa.

Selanjutnya, penetapan hakim terkait penangguhan terdakwa, Bayu mengatakan, seharusnya perkara ini tidak masuk ke pengadilan karena dapat diselesaikan dengan restorative justice.

"I Nyoman Sukena hanya menyelamatkan landak yang ditemukannya di sawah, tanpa ada niat untuk menyakiti maupun menjual landak tersebut," tuturnya.

Sementara itu ayah Sukena, Made Klemeng mengaku, tidak mengerti akan kasus yang menimpa anaknya.

Pasalnya dia tidak mengetahui bahwa landak itu dilindungi.

"Landak itu sebenarnya dipelihara oleh mertuanya yang didapat dari kebun. Landak yang masih kecil itu ditinggal, karena mertuanya meninggal, sehingga anak saya yang mengambil untuk memelihara," ujarnya saat ditemui di rumahnya di Desa Bongkasa, Badung, Selasa (10/9/2024).

Disebutkan, landak itu dirawat hingga tumbuh besar. Bahkan tidak mengetahui jika itu berpasangan hingga berkembang biak dan melahirkan dua anak.

"Jadi karena kasihan, makanya dipelihara. Mungkin kalau tahu begini kan dilepas," ucapnya.

Dia tidak bisa berkata banyak, hanya berharap anaknya bisa bebas dengan cepat.

Disinggung siapa yang melaporkan, Made Klemeng pun juga tidak mengerti. Ia mengaku tidak tahu dari mana yang datang dan mengambil landak itu.

"Saya tidak tahu yang melaporkan. Yang jelas datang petugas dengan berbaju putih hitam mau mengambil landak. Sudah diizinkan, namun tidak bisa ditangkap karena ada duri. Sehingga anak saya yang membantu," bebernya.

Baca juga: KKB Papua Serang Polisi dan Warga Sipil, Brigpol Johan Gugur Ditembak di Dada dan Punggung

Pihaknya mengakui, setelah landaknya diambil, anaknya I Nyoman Sukena terus melakukan pemeriksaan wajib lapor. Bahkan terakhir sampai diamankan.

"Intinya seperti itu saja, Pak. Karena saya tidak tahu apa-apa. HP saya tidak punya. Saya tidak bersekolah dulu. Sehingga kami awam akan perlindungan landak itu," imbuhnya.

Sementara itu Pengadilan Negeri (PN) Denpasar angkat bicara mengenai viralnya kasus Landak Jawa dengan terdakwa Nyoman Sukena ini.

Juru Bicara Pengadilan Negeri Denpasar, Gde Putra Astawa mengatakan, kasus ini belum vonis, proses hukumnya masih berlangsung.

Dan tentunya hakim akan mempertimbangkan beragam hal yang meringankan.

“Saat ini persidangan kasus ini masih berlanjut. Sidang berikutnya dijadwalkan pada Kamis 12 September 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan dan pemeriksaan terdakwa,” ujar Putra Astawa, Selasa (10/9).

Ia menegaskan, hingga saat ini belum ada putusan atau vonis dari hakim.

Terdakwa Nyoman Sukena harus berurusan dengan meja hijau dengan dakwaan tunggal Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE).

Ancaman pidana yang diatur dalam UU tersebut adalah penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.

Ancaman pidana yang tercantum dalam dakwaan merupakan batasan hukum dan bukan vonis final dari hakim. Hakim akan mempertimbangkan berbagai faktor dalam menjatuhkan putusan akhir, dengan rentang hukuman mulai dari 1 hari hingga maksimum 5 tahun.

“Terkait penahanan terdakwa, jaksa penuntut umum yang mengajukan kasus ini juga melanjutkan penahanan tersebut selama proses persidangan sesuai dengan Pasal 20 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” imbuh Putra Astawa.

Pada persidangan, Kamis (5/9/2-24), tim penasihat hukum terdakwa telah mengajukan permohonan penangguhan atau pengalihan tahanan.

Majelis Hakim menyatakan akan memberi keputusan atas permohonan tersebut pada persidangan selanjutnya, Kamis (12/9/2024).

“Permohonan pengalihan penahanan adalah hak terdakwa yang dapat diajukan melalui penasihat hukumnya. Majelis Hakim akan mempertimbangkan permohonan ini dan memutuskan apakah akan mengabulkan atau tidak,” paparnya.

Ia menambahkan, PN Denpasar mengimbau masyarakat Bali untuk tetap tenang dan mempercayakan proses persidangan kepada Majelis Hakim.

“Pengadilan akan mempertimbangkan semua fakta yang terungkap dalam persidangan serta perkembangan masyarakat sebelum mengambil keputusan akhir dalam kasus I Nyoman Sukena,” kata Putra Astawa.

Terpisah, Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya menyatakan prihatin terhadap kasus yang menyeret Nyoman Sukena yang terancam 5 tahun penjara gara-gara memelihara Landak Jawa.

“Ini persoalan hukum. Kami tentu prihatin persoalan itu terjadi. Kita lihat lah ya, prosesnya seperti apa,” kata Pj Gubernur Bali saat dijumpai Tribun Bali usai menyaksikan pertandingan Panjat Tebing PON XXI/2024 Aceh-Sumut di Kompleks Stadion Harapan Bangsa, Kota Banda Aceh, Selasa (10/9).

KY Pantau Hakim dan Sidang

KOMISI Yudisial (KY) memberikan atensi khusus mengawasi jalannya persidangan, terutama para hakim yang memimpin persidangan.

“Kami akan lakukan pantauan. Kalau proses masih berjalan, maka kami akan lakukan pemantauan. Baik secara terang-terangan, artinya kami datang ke pengadilan, maupun di balik panggung pengadilan itu,” kata Anggota Komisi Yudisial RI, Prof Mukti Fajar Nur Dewata saat ditemui di kantor Penghubung Komisi Yudisial Provinsi Bali, Selasa (10/9).

Ia menegaskan, setiap kasus hukum yang menjadi sorotan publik maupun ada laporan dari masyarakat akan diproses.

Hakim PN Denpasar yang mengadili Sukena akan dipantau, baik di dalam persidangan, maupun di ruang sidang. Prof Mukti menjelaskan, pihaknya juga akan melakukan pengawasan apakah hakim tersebut melanggar 10 butir kode etik. Juga apakah ada indikasi hakim main belakang.

“Main belakang dimaksud seperti ada pertemuan dengan pihak-pihak yang mengintervensi maupun diberi gratifikasi. Itu standar baik kasus ini atau yang lain. Metode kerjanya begitu. Kalau sudah dikumpulkan bukti-bukti dan saksi-saksi cukup kuat juga akan dipanelkan,” imbuhnya.

“Panel kalau memandang itu sumir dan lemah ya itu akan dinyatakan tidak ditindaklanjuti. Misalkan bukti kuat ada foto, bukti chatting dan lain-lain akan ditindaklanjuti,” sambungnya.

Setelah bukti-bukti kuat terkumpul, selanjutnya anggota KY memanggil pelapor. Kata Prof Mukti, bukti-bukti akan dibahas.

Hakim yang dilaporkan atau majelis hakim secara keseluruhan diperiksa. Setelah itu hasilnya dianalisa, terakhir diplenokan. Tahapan ini merupakan ketentuan apakah terbukti atau tidak terbukti.

Syukurnya sidang kasus memelihara landak belum selesai sehingga mudah bagi KY mengawasi sidang dan pimpinan hakim yang memimpin persidangan.

 “Ini lebih enak karena kami bisa mengawasi langsung persidangan. Susahnya saat sudah putusan,” jelasnya.

Ketua Penghubung Komisi Yudisial Provinsi Bali, Made Aryana Putra Atmaja mengatakan, pihaknya hanya bisa memantau karena kasus tersebut sudah P21.

Secara prosedur dan berkas menurut Arya sudah lengkap. “Kami sudah atensi. Proses persidangan tetap karena unsur terpenuhi. Kasus sampai P21 hingga di persidangan,” ucap Arya.

Hasil pengawasan sementara, dari Kejaksaan Tinggi berencana menangguhkan, karena pengaruh respons publik.

Kendati hebohnya publik, menurut Arya, KY tidak dapat mengintervensi karena proses hukum. “Kami atensi, karena masih persidangan,” katanya.

Terpisah, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA Bali) menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

“Balai KSDA Bali dalam kasus ini menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” ujar Kepala Balai KSDA Bali Ratna Hendratmoko, dalam keterangan tertulis, Selasa (10/9).

Ia mengharapkan dukungan masyarakat luas untuk peran aktif dalam ikut memberikan kesadartahuan masyarakat dalam melestarikan keanekaragaman hayati pada umumnya, dan kepemilikan satwa liar yang dilindungi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

“Balai KSDA Bali mengharapkan proses hukum dapat berjalan dengan baik dengan mengedepankan asas keadilan publik,” ucap Hendratmoko.

Ia mengatakan, Balai KSDA Bali terus memantau kesehatan keempat Landak Jawa tersebut, dan apabila keempat Landak Jawa tersebut dinyatakan layak dilepasliarkan, maka Balai KSDA Bali akan melakukan pelepasliaran di habitatnya.

 Hal ini sebagai bagian dari konservasi spesies untuk hidup layak di habitatnya, dan akan terus memantau, serta akan menginformasikan kepada publik.

Terkait dengan status perlindungan satwa landak, Landak dilindungi UU, sejak terbitnya UU no 5 tahun 1990 & PP 7 tahun 1998, sudah hampir 30 tahun, sudah diumumkan di Berita Negara RI.

Sudah 30 tahun peraturan tersebut berlaku. (*)

 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved