Aksi Unjuk Rasa Driver Ojol di Jogja
BREAKING NEWS : Ratusan Driver Ojol Unjuk Rasa di Depan Kantor Gubernur DIY, Ini Tuntutannya
Forum Ojol Yogyakarta Bergerak (FOYB) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur DIY, Kompleks Kepatihan, Kamis (29/8/2024).
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Muhammad Fatoni
"Maksudnya jika potongan aplikasi kembali ke 15 persen kami tidak akan menuntut terlalu tinggi untuk ketiga tuntutan di atas," terangnya.
Selanjutnya, FOYB menuntut hadirnya regulasi layanan makanan dan barang. Saat ini regulasi mengenai tarif makanan dan barang belum ada sehingga terjadi persaingan bisnis yang tidak sehat antar aplikator dengan memberikan tarif rendah atas biaya jasa antar makanan dan barang.
"Mereka bebas menentukan tarif berapapun.Shopee Food sampai sekarang bertahan di angka Rp 6400 dengan program Hub, Grab juga Rp 6400 dengan program Slot bahkan GOJEK memberi tarif Rp 5000 dengan program MJD. Ini tentu saja sangat merugikan driver selain karena minimnya pendapatan, driver juga otomatis membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai target pendapatan harian," terangnya.
Ditambahkannya, aplikator-aplikator tersebut justru membebani driver dengan hadirnya double order.
Adapun dampak buruk terhadap driver adalah tarif semakin rendah, karena 2x kerja tidak dibayar 2 kali upah setara, bolak balik ke 2 resto meningkatkan risiko perjalanan, jatuh, tabrakan dll, lama menunggu sehingga membuang waktu driver, dengan waktu yang lama maka tenaga pun ikut terkuras, risiko makanan cair dan benyek karena beda menu dan beda resto serta rawan komen negatif dari konsumen.
"Akhirnya driver menjadi korban dari persaingan para aplikator. Sedangkan di sisi lain aplikator-aplikator tersebut justru mendapatkan manfaat atas layanan makanan, karena mereka menetapkan biaya jasa kepada resto dengan potongan sebesar 20 persen dari total penjualan dan juga masih menetapkan biaya lain lain kepada konsumen. Jadi aplikator mendapat 3 sumber pemasukan yaitu dari driver berupa potongan ongkir, lalu dari resto berupa bagi hasil penjualan dan dari konsumen berupa biaya lain lain," ungkap Rie dalam tuntutannya.
"Ini tentu saja menjadi ironi ketika kami driver justru dibayar hanya Rp5000 untuk waktu yang tidak sedikit. Atau kami hanya mendapatkan Rp8000-an untuk 2 kali pengantaran yang pastinya membutuhkan waktu serta tenaga yang juga tidak sedikit. Pada titik ini kami beranggapan aplikator telah melakukan eksploitasi kepada driver," lanjutnya.
"Andai saja regulasi tersebut ada seperti halnya regulasi pada layanan penumpang dengan KP 667 maka saat ini tarif makanan dan barang pasti akan sama berlaku di tiap aplikator serta kami mendapatkan tarif yang layak," tambahnya.
Oleh karenanya, lanjut Rie, FOYB memohon kepada Kementerian Perhubungan untuk berkenan mewujudkan harapan kami mengenai regulasi makanan dan juga barang.
Adapun beberapa poin yang perlu diatur dalam regulasi tersebut adalah menyamaratakan tarif makanan dan barang di setiap aplikator, memberikan kepastian hukum mengenai layanan makanan dan barang, mendefinisikan tarif berlaku untuk 1 pengantaran, mempermudah jaminan sosial dan menghilangkan double order (kalaupun ada maka tarifnya harus 2x lipat).
"Untuk hal-hal lain yang perlu diatur dalam regulasi tersebut tetapi belum disebutkan diatas, maka kami mohon untuk dilibatkan dalam pembuatan regulasi makanan dan juga barang. Kami sebelumnya telah melakukan kajian-kajian hukum yang menunjukkan bahwa KemenHub memiliki kewenangan untuk membuat regulasi makanan dan juga barang. Semoga kajian kajian tersebut menjadi pertimbangan KemenHub dalam menyetujui permohonan kami," pungkasnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.