Tanggapi Kematian Ismail Haniyeh, Dosen HI UII Sebut Ada Dugaan Iran Disusupi Israel

Ismail Haniyeh tewas di Teheran, Iran pada Rabu (31/7/2024) dini hari usai sebuah serangan meledakkan tempat dia menginap di Teheran.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COm
Jenazah pemimpin Hamas Ismail Haniyeh akan dimakamkan di Doha, Qatar, pada hari Jumat 2 Agustus 2024 ini. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sepekan kematian Ismail Haniyeh, pemimpin politik kelompok Hamas dari Palestina, masih hangat dibicarakan di media sosial.

Ismail Haniyeh tewas di Teheran, Iran pada Rabu (31/7/2024) dini hari usai sebuah serangan meledakkan tempat dia menginap di Teheran.

Haniyeh berada di Iran untuk menghadiri pelantikan Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian pada Selasa (30/7.2024).

Dia juga sempat bertemu dengan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei di hari yang sama.

Hamas dan Iran menuding Israel sebagai dalang atas pembunuhan Haniyeh. Israel hingga kini bungkam soal tuduhan tersebut.

Terkait hal tersebut, Pakar Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII), Mohamad Rezky Utama menjelaskan dengan terbunuhnya Ismail Haniyeh di Iran, ada satu citra terbentuk, yakni penyusupan Israel di tubuh Iran.

“Ini adalah citra yang kita bisa dapatkan. Jadi, apa yang kita ekspektasikan di Timur Tengah adalah perang yang justru bergulir ke depannya,” jelas dia kepada Tribun Jogja, Selasa (6/8/2024).

Baca juga: Para Pejabat Intelijen dan Militer Iran Ditahan Terkait Pembunuhan Haniyeh

Rezky menjelaskan, Iran memang menggelora untuk membalas dendam. Itu tercermin dari sikap pemimpin utamanya.

Namun, posisi mereka berbeda di tahun 2024 ini.

“Iran itu tangguh di tahun 2020, tapi kalau di 2024, ini ada dugaan tubuh Iran digerogoti. Isu yang beredar, digerogoti oleh Mossad, tapi itu belum diketahui ya. Memang Mossad yang melakukan atau orang Iran sendiri berafiliasi dengan Mossad. Itu yang masih kita amati,” tuturnya.

Ditanya mengenai nasib Hamas usai Ismail Haniyeh tiada, Rezky menjelaskan, perjuangan Hamas tidak terpaku pada satu pemimpin saja.

Hamas, diibaratkannya, seperti Vietnam ketika diinvasi Amerika.

Gelora perjuangan tetap membara meski sang pemimpin telah tiada.

“Kalau pemimpin meninggal, mereka tak lantas berakhir. Itu masih terlihat sampai sekarang. Kita belum tahu siapa yang akan mengganti (kepemimpinan), tapi memang ada beberapa nama yang muncul,” ungkapnya.

Bahkan, kata Rezky, itu merupakan momentum untuk bersatu dengan 13 faksi lain, termasuk Fatah.

Apalagi, 14 faksi di Palestina menyatakan siap untuk memimpin Palestina pascaperang dengan dijembatani oleh Tiongkok.

“Belum ada tanda-tanda para faksi itu bubar. Setelah dijembatani Tiongkok, mereka justru menguat dan itu yang ditunggu orang Palestina sejak lama. Bukan hanya pemimpinnya yang bersatu, tapi akar rumputnya juga mulai akur. Mereka mulai ada di jalur yang sama,” beber dia.

Rezky menyebut, di dalam negeri Israel, Benjamin Netanyahu juga tidak disukai oleh masyarakatnya karena dianggap membawa kehancuran.

Salah satu dampak nyata adalah orang Yahudi dikucilkan di dunia karena perbuatan Netanyahu yang semena-mena kepada rakyat Palestina.

“Tapi justru dengan terbunuhnya Haniyeh, itu dapat digunakan Netanyahu untuk menjaring dukungan politik di dalam negeri. Isu yang dia gunakan adalah keamanan. Israel bisa melawan, kira-kira begitu,” terangnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved