Berita Pendidikan Hari Ini

Hasil Konferensi Satgas PPKS: Isu Kekerasan Gender dan Seksual Perlu Masuk ke Kurikulum Pendidikan

lingkungan tempat belajar serta fasilitas pendukung perlu dibangun agar aman dari tindak kekerasan serta inklusif terhadap keragaman kebutuhan.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
Tribunnews.com
ilustrasi kekerasan 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Setiap perguruan tinggi sebaiknya perlu mengintegrasikan isu kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual dimasukkan sebagai bahan ajar dalam dalam kurikulum pendidikan dan pengajaran.

Selain itu, lingkungan tempat belajar serta fasilitas pendukung perlu dibangun agar aman dari tindak kekerasan serta inklusif terhadap keragaman kebutuhan.

Hal itu merupakan salah satu rekomendasi  dari hasil Konferensi Nasional Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Perguruan Tinggi se-Indonesia telah dilaksanakan di kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada 24-25 Juli 2024 lalu.

Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M. (HR), Ph.D. selaku Ketua Satgas PPKS UGM, mengatakan beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam konferensi ini diharapkan dapat menguatkan upaya menangani segala tindak kekerasan seksual yang terjadi di kampus.

Menurutnya perguruan tinggi perlu membangun mekanisme perlindungan bagi dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan yang tergabung dalam Satgas PPKS, termasuk perlindungan hukum, fisik, psikis, dan hak-hak yang mengikat dalam tugasnya sebagai sivitas akademik.

“Perguruan tinggi harus memfasilitasi pengembangan pencegahan kekerasan seksual yang kreatif dan inovatif dengan menerapkan program kolaboratif lintas fakultas, institusi pendidikan, mahasiswa dan keluarga, serta mitra sosial dalam mengawasi dan melaksanakan peraturan dan sanksi,” tuturnya.

Dalam rekomendasi tersebut juga disampaikan perlunya Satgas PPKS di Seluruh Indonesia dalam memperkuat upaya pencegahan kekerasan seksual di kampus melalui pendidikan tentang kekerasan seksual.

Itu dilakukan dengan membangun sistem pelaporan yang aman dan anonim untuk mendorong korban melaporkan insiden tanpa rasa takut, membentuk mekanisme yang khusus menangani Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dengan penyediaan layanan pendampingan daring.

“Jangan lupa, Satgas PPKS perlu melakukan sosialisasi mengenai kewenangan yang dimilikinya dan membuat program kerja pemantauan pelaksanaan sanksi dan pemulihan korban,” ungkap Sri.

Pengambil kebijakan dalam hal ini pihak Kementerian perlu mengeluarkan kebijakan yang mengikat bahwa status Satgas PPKS di perguruan tinggi bisa menjadi unit dalam SOTK dan mendapatkan fasilitas dan sumber daya seperti unit-unit lainnya.

Hal ini bertujuan untuk menguatkan kelembagaan Satgas PPKS dan kapasitas Satgas PPKS tidak terbatas pada PTN.

Namun yang tidak kalah penting Bappenas perlu melakukan sinkronisasi pada beragam peraturan tentang PPKS, seperti UU No 12/2022, UU No 1/2023 dan Permendikbud 30/2021.

“Selain itu, Bappenas juga bisa membangun program yang memberikan dukungan dan fasilitas bagi korban KS di perguruan tinggi untuk memastikan keberlanjutan pendidikan korban,” tuturnya.

Adapun Komnas Perempuan, kata Sri, harus bersinergi dengan Kemendikbudristek dan KemenPPA dalam pendokumentasian dan analisis kasus secara komprehensif dalam memperkuat pemantauan terhadap implementasi kebijakan PPKS di perguruan tinggi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved