Kisah Inspiratif
Berobat yang Tepat, Jiwa Kembali Sehat
Pemerintah Kabupaten Sleman, sejak dua tahun lalu, telah berkomitmen agar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bisa diwujudkan bagi seluruh warga
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Magdalena Bekti Suryani bermalam di rumah sakit. Warga Cibuk Lor, Kalurahan Margoluwih, Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta itu sedang mendampingi tetangganya berobat di RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta akibat mengalami disabilitas psikososial atau kerap disebut gangguan jiwa.
Tugas pendampingan terhadap pasien, terutama Orang Dengan Disabilitas Psikososial (ODDP) sudah dijalani Bekti bertahun-tahun. Motivasinya satu, menjalankan tugas kemanusiaan.
"Sakit apapun, para tetangga biasanya mengetuk rumah saya. Mungkin karena saya terbiasa mengantar dan tahu layanan di rumah sakit. Setiap ada orang ketuk pintu, pasti saya bantu. Tidak bisa menolak," kata Bekti, Selasa (30/7/2024).
Perempuan 39 tahun itu bercerita, keinginan untuk membantu sesama tumbuh dari ingatan dimasa kecilnya, ketika simbok,-orangtuanya-, terbiasa menyiapkan makanan untuk diberikan kepada orang-orang dengan gangguan jiwa.
Bahkan ketika tak sengaja menemukan ODDP di pinggir jalan, selalu diajak pulang ke rumah untuk dirawat sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.
Penyintas gangguan jiwa diberi makan dan perlahan diajak berkomunikasi. Ketika sudah bisa berkomunikasi, kondisi berangsur membaik, penyintas diantar pulang bahkan sampai ke luar daerah sekalipun.
"Waktu itu, usia saya baru 5 tahun. Simbok sudah terbiasa seperti itu. Kata simbok ngopeni (merawat) sedulur. Itu yang memotivasi saya untuk mendampingi para pasien ODDP," katanya.
ODDP kerap disebut gangguan jiwa ataupun gangguan mental. Mereka mengalami gangguan fungsi pikir, emosi dan perilaku yang menyebabkan terhambat dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga dengan gangguan jiwa psikosis atau skizofrenia di Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 4.957 orang.
Adapun, prevalensi yang mengalami depresi pada penduduk berusia di atas 15 tahun di Yogyakarta berjumlah 8.827 orang.
Saat ini, Bekti merupakan Kader Kesehatan Jiwa (Keswa) di Kalurahan Margoluwih. Ia berperan penting dalam pendampingan terhadap 15 ODDP di kampungnya.
Bahkan, pendampingan terkadang juga dilakukan hingga Kalurahan maupun Kecamatan sebelah. Ia mengaku sering mendapatkan panggilan telepon dari seseorang meminta bantuan karena anggota keluarganya mengalami gejala ODDP.
Dalam kasus ini, banyak keluarga bingung bagaimana menangani ODDP agar bisa kembali pulih.
Setiap ada permintaan minta tolong, meskipun beda Kecamatan, Bekti selalu menyempatkan datang ke lokasi untuk melihat bagaimana kondisi pasien.
Berikutnya, mengedukasi anggota keluarga sekaligus berembug untuk penanganan lanjutan. Berembug dilakukan karena masih banyak yang tidak menginginkan penanganan ODDP dibawa ke rumah sakit.
Mereka kadang lebih percaya berobat kepada 'orang pintar' atau dukun. Hal ini terjadi karena stigma di masyarakat terhadap seseorang yang mengalami gangguan jiwa masih kuat.
Sebagian mereka percaya bahwa ODDP disebabkan gangguan makhluk halus, ataupun diguna-guna. Padahal peduli saja tidak cukup, karena pengobatan yang salah karena pemahaman yang kurang naik, dapat memperparah keadaan.
"Jika seperti itu, saya selalu menjelaskan bahwa ODDP itu secara medis bisa dijelaskan. Dengan scan otak, sudah bisa menjelaskan penyakit itu," kata dia.
Kepedulian dan stigma masyarakat Margoluwih terhadap kesehatan jiwa kini perlahan berubah. Apalagi sejak tahun 2019 sudah dibentuk Kader Keswa yang beranggota dua kader di tiap padukuhan.
Ini bagian dari upaya Kalurahan siaga sehat jiwa. Program ini merupakan layanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait pentingnya kesehatan jiwa.
Masyarakat kini lebih melek untuk berobat ke rumah sakit karena aksesnya mudah.
Sebab, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 59 tahun 2014, pengobatan penyakit kejiwaan di rumah sakit bisa ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Adanya layanan BPJS Kesehatan terasa banget. Kalau berobat mandiri, obat bagi ODDP itu mahal sekali, satu kali minum obat ada yang Rp 100 ribu. Sekarang sudah dicover BPJS Kesehatan semua, puji tuhan," ucap Bekti, bersyukur.
BPJS Kesehatan yang dapat menanggung biaya pengobatan penyakit jiwa ini sangat membantu.
Manfaatnya bisa dirasakan langsung bagi masyarakat, terutama warga dengan ekonomi kurang mampu.
Program JKN- KIS berkontribusi nyata dalam pemulihan pasien ODDP karena menghadirkan akses pengobatan gratis ke rumah sakit jiwa. Layanan kesehatan ini menopang pondasi harapan, agar penyintas bisa pulih kembali.
"ODDP berobat menggunakan BPJS Kesehatan semuanya gratis. Ditanggung semua, termasuk obat juga gratis," ujar Bekti.
Ia dengan senang hati akan membantu jika ada ODDP dari keluarga miskin.
Mulai dari pendampingan ke rumah sakit, mengurus pembuatan Jaminan Kesehatan Nasional- Kartu Indonesia Sehat (JKN- KIS) melalui peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Begitu terdaftar maka bisa langsung dipakai karena Kabupaten Sleman sudah meraih Universal Health Coverage (UHC).
Apalagi, layanan BPJS Kesehatan terhadap penyintas ODDP bukan hanya akses dokter jiwa dan obat-obatannya, tetapi juga konsultasi psikolog di Puskemas. B
ekti bercerita, dirinya pernah mendampingi siswa SMP yang secara akademik adalah murid berprestasi tetapi mengalami depresi.
Ketika kambuh remaja putri tersebut berteriak-teriak. Ia dampingi agar keluarganya memahami kondisi penyintas dan akhirnya mendapatkan penanganan yang tepat.
"Kasus ODDP yang ingin bunuh diri juga ada. Minum parasetamol satu tablet. Saya dampingi hingga ke rumah sakit," kata dia.
Pendampingan tepat, dukungan dari keluarga dan akses pengobatan memadai serta penerimaan lingkungan membuat sejumlah penyintas ODDP di Kalurahan Margoluwih kini berangsur pulih.
Pulih
Endang tersenyum ramah. Ia menyambut kedatangan saya dengan bibir menyungging senyum ketika singgah di rumahnya di Kalurahan Margoluwih, Kabupaten Sleman.
Endang adalah satu dari sekian pasien yang turut didampingi Bekti. Perempuan berkerudung biru toska itu adalah penyintas disabilitas psikososial. Keramahan dan sikapnya, terlihat serupa perempuan normal pada umumnya.
Endang kini berusia 53 tahun. Ia menjadi penyintas ODDP dengan diagnosa awal depresi sejak tahun 1992 atau ketika berusia 22 tahun.
Penyakit gangguan mental itu mulai dirasakan ketika dirinya bekerja di Bekasi. Ia merasakan badannya tidak bisa tidur dan terus menerus gelisah, mondar-mandir.
Singkat cerita, Ia dibawa pulang keluarga dan berobat di RS Jiwa Grhasia Yogyakarta. Ia adalah pasien yang merasakan kemudahan layanan berobat.
Setiap hari, Ia harus mengonsumsi beragam obat yang diresepkan dokter.
Seiring dengan proses pemulihan yang berjalan baik, didukung peran suami yang memposisikan sebagai caregiver, kini Endang berangsur pulih dan tinggal mengonsumsi obat setengah tablet tiap malam.
"Kalau tidak minum obat, kambuh lagi. Saya pernah merasa sehat, tidak minum obat dan kambuh lagi," katanya.
Endang cukup beruntung. Ia berada di lingkungan yang tepat. Tidak adanya stigma dan penerimaan lingkungan yang baik, dapat membantu mempercepat proses pemulihan. Didukung akses layanan pengobatan yang memadai.
UHC
Pemerintah Kabupaten Sleman, sejak dua tahun lalu, berkomitmen agar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bisa diwujudkan bagi seluruh warganya.
Bahkan bulan Maret tahun 2023 lalu, atas komitmen tersebut, Pemkab Sleman mendapatkan penghargaan Universal Health Coverage (UHC) dari Pemerintah Pusat atas capaian kepesertaan yang menembus 98,18 persen.
Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo mengatakan, penghargaan tersebut berhasil didapatkan berkat kesadaran dan kerjasama yang baik antara Pemerintah Kabupaten dengan seluruh masyarakat.
Ia berharap, capaian tersebut terus ditingkatkan sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan kualitas pelayanan kesehatan yang terjamin, profesional dan adil bagi seluruh masyarakat.
"Ketercapaian UHC menjadi komitmen kami dalam memberikan jaminan, serta kepastian perlindungan atas hak jaminan kesehatan bagi setiap warga Sleman," kata dia.
Komitmen Pemerintah Kabupaten Sleman ini berbuah manis. Jumlah penduduk yang tercover jaminan kesehatan di Sleman terus meningkat.
Berdasarkan data.slemankab.go.id cakupan peserta jaminan kesehatan di Sleman pada akhir tahun 2023 telah mencapai 1.096.062 orang atau setara dengan 99,15 persen penduduk.(rif)
Baca Buku Bonus Sayur, Cara Karang Taruna Margoyoso Magelang Kerek Minat Baca |
![]() |
---|
Cerita Anak Bintara Brimob Polda DIY Raih Adhi Makayasa AAU 2025 |
![]() |
---|
Cerita Juara 1 Lomba Kepala Sekolah Berprestasi Jenjang SMP 2025, Kampanye Soal Ini |
![]() |
---|
Dari Enceng Gondok Jadi Peluang Kerja: Cerita Aiptu Sukirja Rintis Usaha Kerajinan |
![]() |
---|
Kisah Percetakan di Kulon Progo Cetak hingga 10 Juta Amplop Saat Lebaran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.