Kisah Inspiratif

Kisah Happy Putri Ginanda Warga Klaten Penerima UKT Nol Rupiah di UGM Yogyakarta

Perjuangan dan keprihatinan Happy Putri Ginanda (18) membuahkan hasil. Warga Juwiring, Klaten, Jawa Tengah itu bisa mendapatkan Uang Kuliah Tunggal (U

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA/Istimewa
Happy Putri Ginanda (18) (tengah), bakal menjadi mahasiswa baru UGM tahun 2024. Ia bisa masuk UGM lewat jalur SNBP dan ditetapkan sebagai penerima UKT 0 alias gratis 

Perjuangan dan keprihatinan Happy Putri Ginanda (18) membuahkan hasil. Warga Juwiring, Klaten, Jawa Tengah itu bisa mendapatkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) nol alias gratis untuk kuliah di Program Studi (Prodi) Ilmu dan Industri Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) 2024.

DIA berasal dari keluarga kurang berada. Kondisi bapaknya juga sedang sakit. Namun, situasi itu mengurangi semangat Happy untuk terus belajar dan meraih prestasi.

“Jangan mudah menyerah, berusahalah semaksimal mungkin, dekatkan diri dengan Allah, minta restu dan berbaik hati terutama pada orang tua karena rida Allah ada pada rida orang tua.

“Belajar dengan sungguh sungguh, bismillah. Kun fayakun,” tutur Happy sembari mengingat perjalanannya sebelum dinyatakan diterima di UGM, Jumat (26/7/2024).

Happy adalah anak tunggal pasangan Giwarno dan Ida Pertiwi dari Kauman RT 01/RW 01 Bulurejo, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah.

Ibunya sehari-hari bekerja sebagai buruh pabrik kayu sedangkan bapaknya tidak bekerja karena sudah lama sakit komplikasi.

“Ya flek paru-paru, diabetes, kolesterol, asam urat, hipertensi, gangguan ginjal juga.

“Sampai waktu itu tidak bisa bangun hanya bisa tiduran. Cukup lama sampai merambat ke pengeroposan tulang belakang.

“Tapi, alhamdulillah, sekarang bisa untuk jalan pelan-pelan dan masih rutin kontrol ke rumah sakit. Tiap pagi juga rutin berjemur agar tulangnya nggak semakin keropos,” kata Happy.

Happy berasal dari SMA Unggulan CT Arsa Foundation Sukoharjo.


Sekolah berasrama dengan beasiswa full ini diperuntukkan bagi keluarga tidak mampu dan berprestasi.

Awal SMA, Happy sempat merasa sedih karena belum terbiasa dengan sekolah asrama sehingga sempat masuk daftar paralel 10 terbawah di angkatannya.

Namun, kondisi ini tidak lama berlangsung. Happy terus mengejar ketertinggalan dengan belajar mandiri selepas pulang sekolah.

“Jujur waktu itu saya sangat merasa sedih dan down karena saya terbiasa mendapat peringkat 1 saat SD maupun SMP,” kenangnya.

Saat jam pulang sekolah, ia belajar sendiri di ruang kelas di saat teman lainnya kembali ke asrama.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved