Malam 1 Suro di Jogja

INFO Ritual Malam 1 Suro: Sejarah dan Tradisi Masyarakat Jawa untuk Penyucian Diri

Kalender Jawa merupakan sistem penanggalan yang awalnya digunakan oleh Kesultanan Mataram yang juga disebut sebagai Kalender Sultan Agungan

Penulis: Santo Ari | Editor: Joko Widiyarso
DOK. Kraton Jogja
Lampah Budaya Mubeng Beteng Malam 1 Suro 2017 

TRIBUNJOGJA.COM - Malam 1 Suro atau Malam Satu Suro adalah malam pertama di Bulan Suro, yaitu sasi atau bulan pertama dalam Kalender Jawa. Perayaan atau ritual Tahun dalam Kalender Jawa ini biasanya dirayakan pada malam hari, tepatnya setelah matahari terbenam

Dilansir dari laman Gramedia.com, Kalender Jawa merupakan sistem penanggalan yang awalnya digunakan oleh Kesultanan Mataram yang juga disebut sebagai Kalender Sultan Agungan karena diciptakan pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613–1645).

Dalam penyusunannya, Kalender Jawa memadukan sistem penanggalan Islam, sistem Penanggalan Hindu, dan sedikit penanggalan Julian yang merupakan bagian budaya Barat.

Oleh sebab itu, dalam Kalender Jawa biasanya Malam 1 Suro akan bertepatan dengan tanggal 1 Muharram dalam Kalender Hijriyah atau penanggalan Islam.

Walau begitu, Malam 1 Suro berbeda dengan Malam 1 Muharram dalam Kalender Hijriah.

Hal ini dilihat dari cara penetapan pergantian hari ketika pergantian sasi atau bulan dalam dalam Kalender Jawa.

Kalender Jawa mengikuti Candrasangkala Jawa yang menetapkan pergantian hari ketika pergantian sasi atau bulan waktunya adalah tetap, yaitu pada saat matahari terbenam atau surup yaitu antara 17.00–18.00).

Sedangkan pergantian hari ketika pergantian bulan pada Kalender Hijriah ditentukan melalui hilal dan rukyat.

Lebih lanjut, malam 1 suro merupakan waktu yang sangat penting dan dianggap sakral oleh banyak masyarakat Jawa.

Dalam kurun waktu tersebut ada beberapa ritual yang biasanya dilakukan oleh masyarakat jawa, yakni :

1. Mubeng Benteng

Tradisi atau ritual ini dilakukan sebagai bentuk tirakat atau pengendalian diri dan memohon keselamatan kepada Tuhan YME.

Pada malam itu, mubeng benteng dilakukan dengan berjalan kaki mulai dari Keraton Yogyakarta, alun-alun utara, ke daerah barat (Kauman), ke selatan (Beteng Kulon), ke timur (Pojok Beteng Wetan), sampai ke utara lagi dan kembali ke Keraton.

Ketika proses mubeng benteng, para abdi dalem keraton mengenakan pakaian khas Jawa dan tidak beralaskan kaki. Di belakangnya, masyarakat umum akan mengikuti arak-arakan tersebut. Mereka juga tidak memakai alas kaki.

Berjalan tanpa alas kaki memiliki arti untuk lebih mendekatkan diri dan penunjukkan rasa cinta kepada alam semesta. Selama perjalanan dilakukan, seluruh peserta baik dari abdi dalem keraton dan masyarakat umum sama-sama melafalkan tasbih di jari kanan dan memanjatkan doa kepada Tuhan.

Baca juga: 7 ARTI MIMPI Memakai Baju Pengantin Menurut Primbon Jawa, Bisa Jadi Pertanda Baik atau Buruk

2. Jamasan Pusaka atau Ngumbah Keris

Di malam 1 Suro, Keraton Yogyakarta juga melakukan prosesi jamasan pusaka atau siraman pusaka. Dalam upacara tersebut, pusaka-pusaka milik Keraton Yogyakarta akan dibersihkan atau dimandikan.

Pusaka-pusaka yang dibersihkan di antaranya senjata, kereta, alat-alat berkuda, bendera, vegetasi, gamelan, serat-serat (manuskrip), dan lain-lain. Fungsi benda-benda tersebut pada zaman dahulu menjadi sorotan atau tolak ukur barang tersebut dapat dikategorikan sebagai pusaka.

Sementara itu, jamasan pusaka dilakukan untuk menghormati dan merawat seluruh pusaka yang dimiliki keraton. Namun, Keraton Yogyakarta mengungkapkan bahwa setidaknya ada dua aspek latar belakang pelaksanaan jamasan pusaka, yakni mengenai hal teknis dan spiritual.

Padahal teknis, tradisi ini bertujuan untuk merawat benda-benda yang menjadi warisan dari orang-orang terdahulu. Adapun, aspek spiritual dari tradisi ini adalah sebagai penyambutan oleh masyarakat Jawa terhadap datangnya malam 1 Suro.

3. Tirakatan

Tirakatan adalah kegiatan berdoa dan bermeditasi yang dilakukan untuk introspeksi diri.

Masyarakat biasanya berkumpul di rumah, tempat ibadah, atau tempat-tempat keramat untuk mengucapkan doa dan harapan agar tahun yang akan datang membawa berkah dan keselamatan.

Tirakatan ini juga sering disertai dengan pembacaan kitab suci atau cerita-cerita sejarah dan leluhur.

4. Siraman

Mandi Suro atau siraman malam 1 suro adalah ritual pembersihan diri yang dilakukan dengan cara mandi di sumber mata air atau sungai pada malam 1 Suro.

Ritual ini bertujuan untuk membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan yang telah dilakukan sepanjang tahun lalu, sehingga bisa memulai tahun baru dengan jiwa yang bersih dan suci.

5. Kenduri

Kenduri atau selamatan adalah ritual makan bersama yang diadakan sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Masyarakat biasanya menyiapkan berbagai hidangan khas, seperti nasi tumpeng, ayam ingkung, dan berbagai macam lauk-pauk.

Setelah berdoa, makanan tersebut dibagikan kepada seluruh anggota keluarga dan tetangga.

6. Ngebleng

Ngebleng adalah ritual menyepi atau berpuasa selama satu hari penuh tanpa makan, minum, atau melakukan aktivitas tertentu.

Tujuannya adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan mencari ketenangan batin.

Banyak orang yang melakukan ngebleng dengan berdiam di tempat yang sunyi, seperti goa atau hutan.

7. Wayangan

Pertunjukan wayang kulit atau wayang golek sering diadakan pada malam 1 Suro sebagai bentuk hiburan sekaligus sarana edukasi moral dan spiritual.

Cerita-cerita wayang yang disajikan biasanya mengandung pesan-pesan kehidupan yang mendalam dan relevan dengan situasi masyarakat.

8. Ziarah Kubur

Banyak masyarakat Jawa yang melakukan ziarah ke makam leluhur pada malam 1 Suro.

Tujuan dari ziarah ini adalah untuk mendoakan arwah leluhur, meminta restu, dan mengingat jasa-jasa mereka. Ritual ini juga menjadi momen bagi keluarga untuk berkumpul dan mempererat tali silaturahmi.

Baca juga: Malam 1 Suro : Pantangan dan Mitos Menurut Kepercayaan Masyarakat Jawa

Selain tradisi mubeng beteng yang khas di Yogyakarta, beberapa daerah lain juga memiliki ritual adatnya masing-masing saat malam 1 suro, antara lain seperti : 

- Kirab Kebo Bule (Keraton Kasunanan Surakarta)

- Pawai obor (Lumajang)

- Tradisi Kungkum di Tugu Suharto (Semarang)

- Tradisi Manten Lurah (Temanggung)

- Tradisi Ledug Suro (Magetan)

(*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved