Penjelasan Gubernur BI Soal Penyebab Nilai Tukar Rupiah Merosot
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam beberapa waktu belakangan terus merosot.
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam beberapa waktu belakangan terus merosot.
Melansir data Bloomberg, pukul 10.50 WIB rupiah berada pada level Rp 16.420 per dollar AS, melemah 0,34 persen dibanding penutupan sebelumnya pada Rp 16.364 per dollar AS.
Merosotnya nilai tukar rupiah ini dipicu oleh sejumlah faktor.
Hal itu diungkapkan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan nilai tukar rupiah merosot adalah ekonomi AS tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik dan peningkatan ekspor dengan penurunan inflasi AS yang masih berjalan lambat.
"Kondisi ini mendorong Federal Funds Rate (FFR) baru akan turun pada akhir 2024. Sementara itu European Central Bank (ECB) telah menurunkan suku bunga kebijakan moneternya lebih cepat sejalan tekanan inflasi lebih rendah," ujar Perry saat Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juni 2024, seperti yang dikutip dari Tribunnews.com, Kamis (20/6/2024).
Perry mengungkapkan, kebijakan yang diambil oleh negara-negara maju dan ketegangan politik ini membuat ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi.
Baca juga: Kata-kata dan Kalimat Perpisahan Sekolah, Bisa Jadi Inspirasi Saat Perpisahan
Berbagai perkembangan tersebut dan dengan tingginya Yield US Treasury menyebabkan menguatnya nilai tukar dolar AS.
"Sehingga meningkatkan tekanan nilai tukar berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang," tutur Perry.
Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi ini memerlukan respon kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari ketidakpastian global terhadap perekonomian di negara berkembang termasuk Indonesia.
"Di dalam negeri pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah ketidakpastian global. Didukung bauran kebijakan BI dan pemerintah, konsumsi swasta tumbuh baik seiring dengan terjaganya daya beli dan kuatnya keyakinan konsumen," kata Perry.
Di Indonesia, lanjut dia, investasi meningkat baik investasi bangunan, non bangunan sejalan berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah dan membaiknya investasi swasta.
Permintaan domestik pada triwulan II-2024 yang meningkat antara lain tercermin pada kinerja positif sejumlah indikator konsumsi rumah tangga dan investasi.
"Seperti indeks keyakinan konsumen, indeks penjualan riil, dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia," katanya.
Sedangkan, ekspor barang meningkat didorong kenaikan ekspor pertambangan dan manufaktur ke negara mitra dagang utama seperti Tiongkok dan India. Ekspor jasa juga membaik ditopang pemulihan perekonomian negara asal wisatawan mancanegara.
"Secara sektoral pertumbuhan ekonomi periode triwulan berjalan didukung oleh pertumbuhan lapangan usaha, industri pengolahan , konstruksi, dan perdagangan besar dan eceran. Dengan berbagai perkembangan tersebut pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan berada dalam kisaran 4,7 - 5,5 persen," tambah Perry. (*)
Ekspor-Impor DIY Naik di Tengah Gejolak Dunia, Ini Kata Disperindag |
![]() |
---|
VIRAL Penampakan Uang Rupiah Edisi HUT RI ke-80, Bank Indonesia Tegaskan Itu Hoaks |
![]() |
---|
Indonesia-China Sepakati Transaksi Bilateral Pakai Mata Uang Lokal, Disaksikan Prabowo & PM Li Qiang |
![]() |
---|
Apa yang Menyebabkan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Bisa Naik Turun? |
![]() |
---|
Rupiah Menguat ke Rp16.437 per Dolar AS, Sentimen Positif dari Meredanya Ketegangan Dagang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.