PPDB 2024

Masa PPDB 2024, ORI DIY: Sekolah Jangan Pungli

ORI DIY meminta sekolah dan komite sekolah untuk tidak melakukan pungutan liar pada masa PPDB 2024

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
PPDB
ilustrasi PPDB 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DI Yogyakarta meminta sekolah dan komite sekolah untuk tidak melakukan pungutan liar (pungli) kepada calon orangtua murid di masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SD dan SMP.

Pungutan liar yang dimaksud, di antaranya jual beli seragam atau buku.

Hal itu sudah tertuang Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

Di Pasal 12 ayat A, tertulis bahwa komite sekolah dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahkan pakaian seragam di sekolah.

Di ayat B, komite sekolah juga dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya.

“Pencegahan pungli pada sekolah di DI Yogyakarta, termasuk di Kota Yogyakarta itu sudah menjadi komitmen bersama penyelenggara layanan pendidikan,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI DIY, Budhi Masthuri kepada Tribun Jogja, Senin (10/6/2024).

Diketahui, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta, Budi Santosa Asrori, mengatakan bahwa pihaknya setiap tahun secara rutin mengeluarkan Surat Edaran (SE) untuk mengantisipasi adanya pungli.

Untuk tahun ini, lanjutnya, seluruh kepala sekolah negeri juga sudah dikumpulkan, agar praktik-praktik semacam itu tidak dilakukan, karena berpotensi memberatkan orang tua murid.

“SE itu wujud komitmen pencegahan pungli pendidikan. Menurut saya, itu patut diapresiasi. Tinggal memonitor bagaimana implementasi kebijakannya,” jelas Budhi.

Sumbangan Harus Sukarela

Dia menjelaskan, untuk tingkat SMA/SMK Negeri, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY telah membuat edaran tentang tata cara sumbangan sukarela.

Sumbangan, kata dia, harus bersifat sukarela. Kalau sumbangan bersifat wajib, akan jadi pungli jika tidak ada regulasi yang mengatur.

“Edaran itu lumayan efektif. Dalam arti, sekolah bisa menerapkan dengan menyiapkan formulir sumbangan sukarela yang berisi opsi ke ortu. Misalnya, bersedia menyumbang berapa atau belum bersedia menyumbang,” kata dia.

Dalam implementasinya, lanjut Budhi, ada sekolah yang telah benar-benar memberikan kebebasan ke ortu untuk memilih opsi dan menulis angka sumbangan.

Namun, dia tidak menampik, masih ada sekolah yang mendatangi rumah orang tua siswa yang menyumbang kecil atau belum bersedia menyumbang.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved