Buntut Polemik Tapera, Ini Langkah Menteri PUPR Basuki Hadimuljono

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono membuka peluang untuk menunda implementasi iuran Tabungan Perumahan Rakyat

Editor: Joko Widiyarso
TRIBUNJOGJA.COM/Ahmad Syarifudin
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Wacana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) terus menjadi polemik di tengah masyarakat.

Penerapan skema menabung untuk memilki rumah tersebut dianggap tidak tepat untuk sebagian besar karyawan, pekerja atau buruh di Indonesia saat ini.

Imbasnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono membuka peluang untuk menunda implementasi iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Pasalnya, meskipun beleid soal iuran Tapera ini sudah diundang-undangkan sejak 2016, Basuki menilai program ini masih perlu dimantapkan lagi sehingga bisa diterima masyarakat luas.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 program iuran Tapera akan diterapkan pada 2027 untuk pegawai swasta maupun pekerja mandiri.

"Kalau misalnya ada usulan apalagi DPR misalnya, Ketua MPR untuk diundur (setelah 2027), menurut saya, saya ada kontak dengan Bu Menteri Keuangan juga kita akan ikut," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (6/6/2024), dikutip dari Kompas.com.

Dia melanjutkan, program iuran Tapera saat ini belum siap diterapkan ditambah masyarakat dan sejumlah pihak lainnya juga belum siap untuk menerima kebijakan ini.

"Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap, kenapa kita harus tergesa-gesa? Jadi effort-nya dengan kemarahan ini, saya pikir saya nyesel betul ya," ucapnya.

Oleh karenanya, menurut Basuki, lebih baik program ini ditunda sampai setelah 2027 agar masyarakat lebih siap.

"Saya rasa iya (tunggu kesiapan masyarakat). Kenapa kita harus saling berbenturan gitu?" kata dia.

Basuki pun membandingkan bahwa pemerintah hingga saat ini telah mengucurkan dana sebesar Rp105 triliun untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sementara, dana dari iuran Tapera membutuhkan waktu 10 tahun hanya untuk mengumpulkan anggaran sebesar Rp50 triliun.

Basuki juga menjelaskan bahwa aturan mengenai iuran Tapera sebetulnya sudah disiapkan sejak 2016. Namun, kebijakan itu baru bisa diterapkan pada 2027.

Itu pun dengan status "diundur". Faktor mengapa akhirnya pemerintah membuka opsi kebijakan iuran Tapera diundur hingga 2027 karena untuk membangun kepercayaan kepada masyarakat.

"Sebetulnya itu kan dari 2016 undang-undangnya. Kemudian, kami dengan Bu Menteri Keuangan agar dipupuk dulu kredibilitasnya. Ini masalah trust, sehingga kita undur ini sudah sampai 2027," katanya.

Basuki menambahkan, pemerintah siap menerima masukan, misalnya dari DPR RI, apabila diminta agar program iuran Tapera diundur. Ia menyatakan, pihaknya dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani siap mengikuti masukan tersebut.

"Jadi, kalau misalnya ada usulan apalagi DPR misalnya waktu MPR untuk diundur, menurut saya, saya sudah kontak dengan Bu Menteri Keuangan juga, kita akan ikut," imbuh Basuki.

Ketentuan mengenai Tapera ini dihujani kritik dan dikeluhkan oleh publik lantaran bakal memotong penghasilan para pekerja.

Pengusaha pun bakal diwajibkan membayar sebagian ituran dari para pekerja.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 menyebutkan, besaran simpanan Tapera adalah 3 persen dari gaji atau upah.

Sebanyak 2,5 persen ditanggung pekerja, sedangkan sisanya ditanggung pemberi kerja. Kebijakan ini pun mendapat respons negatif dari masyarakat.

Sampai-sampai, kelompok buruh turun ke jalan menolak kebijakan ini.

Massa demo tolak program Tapera menyalakan flare warna-warni saat beraksi di depan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).

Massa masih melakukan aksinya sambil mengibarkan bendera Partai Buruh dan panji-panji serikat buruh.

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal meminta DPR RI tidak cuci tangan terhadap polemik Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

“DPR juga ikut tanggung jawab. Jangan cuci tangan. Kan dia yang bikin UU-nya juga,” ujar Said Iqbal di depan Patung Arjuna Wijaya, Gambir.

Dalam aksi hari ini, massa menuntut agar pemerintah segera mencabut PP Nomor 21 tahun 2024 tentang Tapera.

Said mengatakan, jika pemerintah tidak mendengarkan aspirasi ini, akan ada aksi lanjutan yang lebih luas, bahkan di seluruh Indonesia.

Selain itu, Partai Buruh juga akan mengajukan gugatan judicial review terhadap peraturan ini ke Mahkamah Agung.

Gugatan yang akan diajukan minggu depan ini berbeda dengan yang akan diajukan oleh Apindo.

“Mungkin minggu depan judicial review terhadap PP Nomor 21 Tahun 2024 ke Mahkamah Agung. Terpisah (dari gugatan Apindo). Judicial review ini akan dilakukan oleh Partai Buruh dan KSPI, KSPSI, dan SPM, dan serikat buruh lainnya,” ujar Said Iqbal.

Sebelumnya, pemerintah memastikan, program Tapera tetap dilaksanakan walaupun menuai banyak kritik dari berbagai pihak.

Namun demikian, program tersebut belum tentu dilaksanakan pada 2027 sebagaimana ketentuan yang berlaku.

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan, berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020, pungutan iuran Tapera kepada karyawan swasta seharusnya dilaksanakan pada 2027.

Sebab, dalam aturan itu disebutkan, selambat-lambatnya pungutan terhadap karyawan swasta dilakukan selambat-lambatnya 7 tahun setelah aturan itu diterbitkan.

"Itu memang selambat-lambatnya 7 tahun (dilaksanakan)," kata dia, dalam konferensi pers, di Kantor BP Tapera, Jakarta, Rabu (5/6).

Meskipun demikian, Heru bilang, pelaksanaan pungutan Tapera terhadap karyawan swasta belum tentu dilaksanakan pada 2027.

Pasalnya, BP Tapera perlu mendapatkan "lampu hijau" terlebih dahulu dari Komite Tapera untuk memungut iuran terhadap peserta baru.

 

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved