Mengolah Sapi Diduga Terpapar Antraks, Satu Keluarga di Klaten Dipantau

Sebaran daging sapi yang diduga terpapar antraks dari Dusun Kalinongko Kidul, Desa Gayamharjo, Prambanan, Sleman ternyata juga dibagikan ke warga

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
TRIBUNJOGJA/Ardhike Indah
Penampakan sapi yang sudah divaksinasi antraks di kandang komunal Dadimulyo, Dusun Jatimulyo, Desa Katekan, Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten, Kamis (14/3/2024) 

TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Sebaran daging sapi yang diduga terpapar antraks dari wilayah Dusun Kalinongko Kidul, Desa Gayamharjo, Kapanewon Prambanan, Sleman ternyata juga dibagikan ke warga Klaten.

Daging dari sapi itu dibawa oleh anak dari pemilik ternak yang ada Kalinongko Kidul, di mana sapi yang disembelih itu diduga terpapar antraks.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Klaten, Ir. Widiyanti menjelaskan, kini pihaknya sedang memantau keluarga berjumlah empat orang yang memakan sop dari balungan (tulang) sapi yang diduga terpapar antraks.

“Kondisi mereka saat ini sehat. Kami bekerja sama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten untuk mengambil sampel darah. Mudah-mudahan hasilnya negatif, ya,” ucapnya kepada wartawan, Kamis (14/3).

Satu keluarga itu tidak diisolasi secara ketat. Mereka hanya diminta untuk membatasi aktivitas dengan berada di rumah selama hasil pengujian dari laboratorium belum keluar.

Sementara itu, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, DKPP Klaten, Triyanto merinci, tulang dari daging sapi itu sudah dijadikan sop oleh keluarga tersebut.

“Dagingnya disimpan di dalam kulkas. Tulangnya dibuat sop dan dimakan oleh empat orang ini. Ada bapak, ibu, dan dua anak,” jelasnya.

Selain tulang yang sudah diolah hingga disantap, ia mengungkapkan, sebenarnya masih ada 1 kilogram daging disimpan di kantong plastik dan dimasukkan ke kulkas.

Namun, DKPP Klaten segera memusnahkan daging itu untuk menghindari paparan antraks lebih meluas.

“Kami memusnahkan sesuai dengan standar operasional prosedurnya (SOP). Daging dikubur dulu ke dalam (tanah) 1,5-2 meter dan lubangnya kami tutup ulang dengan menggunakan semen,” tukas dia.

Periksa sampel

Dinkes Klaten sedang memeriksa sampel darah satu keluarga di Klaten yang menikmati sop daging dari balungan sapi yang sapinya diduga terpapar antraks.

“Sudah diambil sampel darahnya, sejak tiga hari lalu (Selasa 12 Maret 2024),” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes Klaten, dr. Anggit Budiarto, saat dikonfirmasi Tribun Jogja, Jumat (15/3).

Pengambilan sampel darah itu digunakan untuk pemeriksaan spora antraks di tubuh manusia. “Hasilnya belum tahu kapan, tergantung laboratorium di Yogyakarta. Itu dibawa ke Yogyakarta,” tukasnya.

Untuk itu, Dinkes Klaten melarang agar masyarakat tak menyembelih, mengolah, dan mengonsumsi hewan yang sakit atau mati.

Sebelum mengonsumsi daging, masyarakat perlu memastikan kualitas daging dari hewan dan dimasak hingga matang sempurna.

Apabila mengetahui atau menemukan hewan yang sakit dan mati, lanjut Anggit, masyarakat perlu segera melaporkan ke dinas terkait, pemerintah desa atau kecamatan setempat. Ia juga meminta masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan dan lingkungan.

“Kalau ada sakit dan punya riwayat kontak dengan hewan yang sakit, segera lakukan pemeriksaan ke puskesmas terdekat dan menceritakan riwayat sakit serta kontaknya,” jelas dia.

Siapkan vaksinasi

Hasil pengujian sampel tanah di lokasi ternak mati di Kalinongko Kidul, Kalurahan Gayamharjo, Prambanan, Sleman dinyatakan positif antraks.

Pemkab Sleman sejauh ini telah menempuh sejumlah cara untuk mengendalikan sekaligus mengantisipasi meluasnya penyebaran kasus. Satu di antara upaya yang dilakukan dengan vaksinasi terhadap hewan ternak.

"Dalam waktu dekat akan segera dilakukan vaksinasi pada ternak yang berada pada zona kuning, untuk melindungi dan memberikan kekebalan pada ternak yang ada. Saat ini sedang mengajukan permohonan bantuan vaksin dan sarana pendukung lainnya untuk pengendalian antraks kepada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY," jelas Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Sleman, Ir. Suparmono, Jumat (15/3).

Berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan tim Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates telah menetapkan tiga zonasi di Kalinongko Kidul. Yaitu zona merah adalah titik kasus terjadi dan semua area pendistribusian daging.

Adapun zona kuning adalah area yang berbatasan langsung dengan zona merah. Sedangkan zona hijau, adalah area yang tidak memiliki risiko penularan.

Selain vaksinasi, upaya pencegahan dan pengendalian juga dilakukan dengan pengobatan dan pemberian vitamin terhadap 143 ternak sapi serta 224 kambing dan domba di seputar lokasi kasus.

Pemberian vitamin ini untuk melindungi ternak yang ada, mengingat lokasi di sekitarnya sudah terpapar.

Kemudian, di tanggal 14 Maret juga telah dilakukan pengambilan sampel tanah tambahan di beberapa lokasi berbeda.

Sampel tanah tersebut diuji kembali di BBVet Wates guna mendeteksi luasan penyebaran bakteri antraks. "Sampel diuji lagi dan hasilnya belum keluar," ucap Suparmono.

Kronologi kasus

Mantan Panewu Cangkringan ini menceritakan, pihaknya menerima laporan ternak mati di wilayah perbatasan Sleman, Gunungkidul, dan Klaten ini pada 7 Maret 2024.

Sehari setelahnya dilakukan investigasi sekaligus Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) kepada masyarakat di Kalinongko Kidul bersama tim Puskemas Prambanan dan Dinas Kesehatan.

Hasil investigasi, didapati ada 8 ekor kambing dan 1 sapi yang mati dalam rentang waktu 14 Januari hingga 2 Maret 2024.

Ternak mati tersebut, ada yang dikubur, dibuang ke sungai, dan ada pula yang disembelih. Semua kejadian ternak mati ini tidak ada yang dilaporkan kepada petugas.

Tanggal 8 Maret, uji sampel darah di lokasi ternak mati di Kayoman, Gunungkidul yang berbatasan dengan Kalinongko Kidul dinyatakan positif antraks.

Di hari yang sama, Tim BBvet Wates juga mengambil sampel tanah di Kalinongko Kidul pada lokasi penyembelihan dan pengulitan ternak sakit yang dipotong.

Hasil pengujian sampel tanah keluar pada tanggal 13 Maret. "Sampel tanah telah diperiksa Bbvet dan hasilnya dinyatakan positif," kata Suparmono.

Rapat koordinasi lintas sektoral tentang pengendalian antraks telah dilakukan di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY.

Melibatkan kabupaten/kota se- DIY, termasuk Kabupaten Klaten, BBvet Wates, BPBD DIY, FKH UGM, dan Dinas Kesehatan DIY.

Pihaknya sejauh ini juga terus berupaya untuk memastikan tidak ada lagi tambahan kasus ternak mati ataupun sakit di Kalinongko Kidul dan sekitarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Sleman, dr Cahya Purnama mengatakan, hingga saat ini masih menunggu keluarnya hasil uji sampel serum terhadap 26 warga Kalinongko Kidul. Termasuk 1 swab scar atau kulit.

Mereka yang diduga bergejala dilakukan pengujian untuk memberikan kepastian ada tidaknya penularan antraks. Namun sampel yang diambil sejak 8 Maret lalu hasilnya belum keluar.

“Tadi juga baru kontak dengan BBTKLPP," katanya.

Waspada tinggi

Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kulon Progo meningkatkan kewaspadaan seusai temuan kasus antraks di Sleman dan Gunungkidul baru-baru ini.

Sejumlah kebijakan pun dilakukan sebagai antisipasi. Kepala DPP Kulon Progo, Drajat Purbadi mengungkapkan jika potensi ternak dari luar yang masuk ke wilayahnya terbilang kecil.

Meski begitu pihaknya harus tetap waspada, dan saat ini dilakukan upaya surveilans lebih intensif.

Para peternak hingga pedagang diminta untuk melapor jika mendapati hewan dalam kondisi sakit. Laporan bisa ke petugas Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) agar nantinya ada pemeriksaan lebih lanjut.

Drajat juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyembelih atau mengonsumsi daging dari ternak yang sebelumnya sudah sakit. Pihaknya saat ini juga memperketat lalu lintas ternak yang masuk dan keluar Kulon Progo.

"Harus ada Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) sebelum ternak keluar atau pun masuk Kulon Progo," ujarnya, kemarin.

Pihaknya saat ini terutama melarang pembelian ternak dari lokasi kasus antraks di Sleman dan Gunungkidul. Begitu juga produk turunannya seperti pupuk kandang.

Sebab ada potensi ternak dari lokasi tersebut bisa membawa bakteri antraks ke Kulon Progo. Meski demikian, dipastikan ternak di Kulon Progo masih aman dari antraks.

"Kasus terakhir (antraks) di 2017 lalu, sampai sekarang tidak ada lagi," ungkap Drajat.

Antisipasi antraks juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kulon Progo. Sebab antraks tergolong penyakit zoonosis, yang bisa menular dari hewan ke manusia.

Kepala Dinkes Kulon Progo, Sri Budi Utami mengatakan, koordinasi dengan DPP Kulon Progo saat ini lebih ditingkatkan.

Terutama dalam memantau perkembangan situasi dari sisi kesehatan hewan hingga manusianya.

"Kami saat ini juga meningkatkan surveilans dan kewaspadaan di wilayah Kulon Progo," ucap Sri. (TIm TribunJogja)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved