Berita DI Yogyakarta Hari Ini
Menuntut Kembali Pemulangan Manuskrip Jawa yang Dirampas Inggris Selama Geger Sapehi
Peristiwa Geger Sapehi pada 1812 silam menimbulkan luka mendalam bagi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan peradaban masyarakat Jawa.
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Peristiwa Geger Sapehi pada 1812 silam menimbulkan luka mendalam, tidak hanya bagi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, namun juga peradaban masyarakat Jawa.
Bagaimana tidak, dalam pertempuran itu, pasukan Inggris sekaligus menggulirkan perampasan segudang cultur heritage, atas perintah pimpinan Letnan Jenderal Thomas Stamford Rafles.
Selama lima hari, benda-benda bersejarah, ilmu pengetahuan, teknologi dan harta benda dari Kraton di bawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono II, diangkut ke Inggris dan urung dikembalikan.
Tak mau tinggal diam, dalam rangka memperingati hari kelahiran Sri Sultan HB II yang ke-274 tahun, para pegiat perlindungan kebudayaan nasional yang tergabung Lembaga Konsorsium Nusantaram Eva Raksamahe melakukan gerakan.
Mereka pun dengan lantang menggugat Kerajaan Inggris untuk mengembalikan manuskrip-manuskrip Jawa berisi berbagai ilmu pengetahuan yang dirampas selama peristiwa Geger Sapehi.
Ketua Konsorsium Nusantaram Eva Raksamahe, RM Kukuh Hertaning, mengatakan, terdapat sekitar 5 ribu manuskrib dan kitab yang dirampas, serta diangkut dengan kereta kuda selama lima hari.
"Nah, di situ ada buku-buku yang berbicara soal peradaban Jawa masa lampau, sekarang dan masa depan. Itu yang kita perjuangkan untuk bisa kembali ke Indonesia, khususnya ke Yogyakarta ," tandasnya, saat jumpa media di Ndalem Benawan, Kota Yogyakarta, Sabtu (9/3/24) sore.
Baca juga: 7 Arti Mimpi Tentang Kehilangan Dompet Menurut Primbon Jawa, Ada Masalah dengan Keuangan?
Pria yang akrab disapa Romo Aning itu menuturkan, Pemerintah Inggris melalui duta besarnya, sebenarnya pernah beritikad baik mengembalikan sebanyak 120 manuskrip Jawa kuno pada 2023 lalu.
Namun, ia sangat menyayangkan, naskah-naskah yang diserahkan pada Sri Sultan HB X tersebut hanya berbentuk soft file, dalam sebuah hard disk.
"Manuskrip-manuskrip yang dikembalikan itu berharga sekali. Tapi, sayangnya, mengapa hanya dalam bentuk digital? Tidak fisik aslinya," katanya.
"Padahal, kami, kan, inginnya yang asli. Kalau misal menginginkan tempat, atau apa, kami bisa membuat tempat (penyimpanan) khusus," urainya.
Ia memahami betul, beberapa universitas di Inggris, khususnya fakultas-fakultas yang bersenggolan dengan ilmu bumi, memanfaatkan manuskrip-manuskrip itu sebagai sumber dan rujukan.
Sebab, mereka tahu bahwa data-data empiris milik masyarakat Jawa waktu itu, dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan yang luar biasa dan diadopsi ke dalam kurikulum pembelajaran.
"Mereka mengambil ilmu pengetahuan itu dalam bentuk matengan, diterjemahkan dalam sains, jadilah pengetahuan umum. Sekarang, yang kita nikmati itu, mungkin sebagian ada dari situ," ucapnya.
Sekjen Nasantaram Eva Raksamahe, Suharno, menimpali, pengembalian manuskrip hasil rampasan sudah selaras dengan undang-undang yang telah ada, baik secara nasional maupun internasional.
Konvensi-konvensi internasional dan UNESCO pun menegaskan, bahwa barang-barang yang dirampas pada masa kolonial, termasuk dalam bentuk ilmu pengetahuan, mestinya dikembalikan.
"Maka, ada lima lembaga inisiator yang tergabung dalam konsorsium ini, yang akan mendorong supaya manuskrip-manuskrip tersebut bisa dikembalikan ke Yogya dalam bentuk aslinya," tegasnya.
Terlebih, ia menyebut, peristiwa Geger Sapehi tidak hanya berdampak pada kerugian materi, namun juga menimbulkan masa-masa gelap yang harus dilalui rakyat pada generasi-generasi berikutnya.
Sebab, dalam insiden tersebut materi pendidikan dalam bentuk manuskrip, artefak dan sastra, betul-betul dirampas Rafles dan dibawa ke negerinya.
"Di sana menjadi lebih terang, karena mendapat wawasan pengetahuan dari Jawa, selain pola kolonial yang merampas material berupa harta benda. Geger Sapehi memutus mata rantai ilmu pengetahuan masa lalu dengan generasi sekarang," jelasnya.
"Sehingga generasi sekarang mentalnya jatuh dan tidak bangga kepada jati dirinya sendiri. Justru, malah memuja teknologi-teknologi Eropa," pungkas Suharno. ( Tribunjogja.com )
Dispar DIY Luncurkan Calender of Event, Sport Tourism Terus Dieksplor |
![]() |
---|
Film 1 Kakak 7 Ponakan, Drama Keluarga yang Hangat di Penutupan JAFF 2024 |
![]() |
---|
Festival Angkringan Yogyakarta 2024: Angkat Kuliner Ikonik dengan Sentuhan Modern |
![]() |
---|
Formulasi Kenaikan UMP Mestinya Disesuaikan dengan Kondisi Daerah |
![]() |
---|
Pemda DIY Ikuti Penjurian Apresiasi Kinerja Pemerintahan Daerah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.