Puisi Mustafa Ismail
Puisi Kepada Penyair Laut Mustafa Ismail: dalam gigil pagi itu, di sebuah mesjid, kami membayangkan
Puisi Kepada Penyair Laut Mustafa Ismail: dalam gigil pagi itu, di sebuah mesjid, kami membayangkan
Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Yudha Kristiawan
Puisi Kepada Penyair Laut Mustafa Ismail
dalam gigil pagi itu, di sebuah mesjid, kami membayangkan:
beribu-ribu puisi telah menetes di kota itu, dari Isnu hingga Rosin,
dari dari Mustier hingga Aliza, hingga entah siapa
Kau datang dengan kesunyian masing-masing,
membikin laut sendiri, kolam renang sendiri,
juga menanam pohon
sendiri
dan menjadi aroma laut di udara
Dan di sebuah kedai kopi pagi itu,
semua kesunyian menjadi beku
seperti lelehan pohon-pohon dari puncak bukit
yang menari untuk secangkir kopi, secangkir kopi, secangkir kopi
Oh iya, laut. Laut itu, pantai itu,
tugu itu, suak ujung kalak itu, pasir
itu, seperti aliran darahmu yang terus mendidih dan menyiram
kota-kota dengan mantra-mantra, dengan syair-syair,
dengan suara-suara
Aku kira kau harus menjadi Teuku Umar yang menghunus pedang
ke udara, menaklukkan dusun, kampung hingga kota-kota
lalu meledakkannya menjadi karnaval kata-kata sebab dengan
begitulah bukit-bukit selalu hijau dan laut tetap berombak
mencatat gelisahmu, galauku, juga kesedihan mereka:
petani dan nelayan yang tak henti berlari dan merawat ingatan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.