Kejari Kota Magelang Tetapkan Mantan Dirut Taman Kyai Langgeng Tersangka Kasus Korupsi

Kejaksaan Negeri Kota Magelang menetapkan mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Objek Wisata (PDOW) Taman Kyai Langgeng

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Iwan Al Khasni
Dok TRIBUNJOGJA.COM
Pintu masuk Taman Kyai Langgeng Kota Magelang 

TRIBUNJOGJA.COM, KOTA MAGELANG - Kejaksaan Negeri Kota Magelang menetapkan mantan Direktur Utama Perusahaan Daerah Objek Wisata (PDOW) Taman Kyai Langgeng, ESP (64) sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi pengelolaan modal PDOW Taman Kyai Langgeng.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kota Magelang, Christian Erry Wibowo mengatakan, tersangka diduga melakukan penyimpangan pengelolaan dana penyertaan modal dari Pemerintah Kota Magelang berjumlah Rp 2,5 miliar.

Saat ini ESP telah mendekam di Lapas Kelas II A Magelang selama 20 hari ke depan terhitung sejak Senin (19/2/2024) lalu.

"Jadi tindak pidana korupsi di Kyai Langgeng ini terkait dengan kegiatan pengelolaan penyertaan modal di Perusahaan Daerah Wisata Taman Kyai Langgeng tahun anggaran 2018 di mana anggarannya adalah Rp2,5 miliar," ujarnya, Selasa (20/2/2024).

Erry menjelaskan, kasus bermula pembangunan sejumlah infrastruktur di Taman Kyai Langgeng berupa wahana permainan water park, penambahan pompa water park, akses jalan, serta puluhan unit tugu asongan.

Namun dalam proses perencanaan dan pengadaannya, dilakukan secara formalitas semata di mana panitia pengadaan tidak melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya.

Dari hasil penyelidikan, tersangka diketahui telah memanipulasi dokumen pengadaan sehingga proses pengadaan barang dan jasa seolah-olah dilakukan dengan metode pemilihan langsung.

Padahal dalam praktiknya tersangka melakukan penunjukan langsung terhadap dua penyedia jasa.

Erry mengungkapkan, beberapa waktu lalu kedua penyedia jasa tersebut meninggal dunia akibat Covid-19 sehingga proses hukum tidak dilanjutkan.

"Dan pelaksanaanya yang ditunjuk itu bukan pemilik CV, jadi istilahnya dia hanya pinjam bendera. Makannya dokumen pengadaannya seolah-olah pemilihan langsung padahal pada prakteknya penunjukan langsung, kan metodenya berbeda," katanya.

Dia menjelaskan, dalam metode penunjukan langsung pun perusahaan akan memilih salah satu dari tiga penyedia jasa yang dianggap kompeten.

Selain itu, nilai proyek yang diperkenankan untuk menggunakan metode tersebut hanya berkisar antara Rp 250 juta hingga Rp 1 miliar.

Sementara nilai proyek pembangunan yang dikerjakan kala itu mencapai Rp2,5 miliar.

Adapun temuan lain tersangka juga meminta fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak kerja.

Akibatnya, negara mengalami kerugian sekitar Rp 212 juta.

"Ya jadinya dengan nilai 2,5 miliar itu, ESP melakukan penunjukan langsung. Jadi proses pengadaan hanya formalitas saja," ungkapnya.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 3 UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ESP diancam hukuman maksimal hingga 20 tahun penjara. (tro)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved