Aksi Gejayan Memanggil Lagi

Mahasiswa dan Sejumlah Dosen Ikut Aksi Gejayan Memanggil Lagi, Ini Sejumlah Kritik dan Tuntutannya

Kritik yang dikemukakan para mahasiswa melalui Gejayan Memanggil Lagi ini bukan hanya untuk kepentingan demokrasi sesaat.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/MIFTAHUL HUDA
Sejumlah mahasiswa membunyikan kentongan dan memecah gentong simbol kecaman, pada aksi Gejayan Memanggil Lagi, Senin (12/2/2024) 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Ratusan mahasiswa berbagai aliansi menggelar aksi longmarch Gejayan Memanggil Lagi tolak politik dinasti, Senin (12/2/2024)

Para mahasiswa berjalan dari bundaran UGM menuju simpang Gejayan, Depok, Kabupaten Sleman.

Massa mahasiswa itu tergabung dalam Jaringan Gugat Demokrasi.

Mereka membawa sejumlah properti di antaranya spanduk bertuliskan 'Tolak Politik Dinasti.'

Ada pula yang membawa kentongan sebagai simbol alarm rusaknya demokrasi, serta beberapa gentong yang kemudian dipecahkan.

Selain mahasiswa, hadir pula sejumlah dosen yang turut mengikuti aksi Gejayan Memanggil Lagi.

"Ini berangkat dari moral, publik harus melihat, (kecurangan) ini bisa jadi pada semua paslon. Partai politik kita nggak ada yang sehat, nggak ada attitude," kata Profesor Masduki, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII) yang turut hadir membersamai mahasiswa.

Baca juga: BREAKING NEWS : Massa Aksi Gejayan Memanggil Lagi Mulai Padati Simpang Tiga Colombo Yogyakarta

Masduki mengatakan aksi Gejayan Memanggil Lagi ini merupakan kemurnian kritik yang bersumber dari insan akademi.

Menurutnya, kritik yang dikemukakan para mahasiswa melalui Gejayan Memanggil Lagi ini bukan hanya untuk kepentingan demokrasi sesaat.

"Jadi kita lihat prioritasnya, kemudian berangkat kemurnian pesannya ini akan menggumpal untuk jangka panjang. Demokrasi sedang mengalami musim gugur semua orang harus kembali ke rumah," terang dia.

Sana Laili, perwakilan Jaringan Jagad Demokrasi menambahkan, seruan aksi kali ini merupakan upaya memberikan kritik kepada rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Kami lahir dari kelancungan rezim Jokowi yang hari ini mengebiri sistem demokrasi. Nama yang kami pilih merangkum keresahan mendalam yang dirasakan rakyat di bawah rezim Jokowi," jelas Sana Laili.

 

Suasana massa aksi Gejayan Memanggil Lagi saat tiba di Simpang Tiga Colombo Jalan Gejayan, Sleman, Senin (12/2/2024)
Suasana massa aksi Gejayan Memanggil Lagi saat tiba di Simpang Tiga Colombo Jalan Gejayan, Sleman, Senin (12/2/2024) (TRIBUNJOGJA.COM/ Almurfi Syofyan)

 

Ia menyerukan agar setiap lapisan rakyat bersama-sama menghancurkan dan mengadili rezim Jokowi.

"Nama Jaringan Gugat Demokrasi menjadi representasi tekad kami untuk bukan hanya menjadi saksi ketidakpuasan atas mengebirian sistem demokrasi hari ini, tetapi juga menjadi pemberontak atas rezim Jokowi dan kroni-kroninya," terang dia.

Para mahasiswa turut menyuarakan sejumlah tuntutan antara lain Revisi UU pemilu dan partai pemilu oleh badan independen, Adili Jokowi dan kroni-kroninya.

Kemudian Menuntut permintaan maaf intelektual dan budayawan yang mendukung politik dinasti, stop politisi bansos, cabut UU Cipta Kerja dan Minerba, Hentikan operasi militer, tuntaskan pelanggaran HAM dan memberikan hak menentukan nasib sendiri, Hentikan perampasan tanah, Hentikan kriminalisasi aktivis lingkungan, Jalankan pengadilan HAM, Pendidikan gratis serta Sahkan UU PPRT. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved