ISEI DIY Sebut Kenaikan Pajak Hiburan Mestinya Dilakukan Secara Bertahap

Yang menjadi korban kenaikan pajak hiburan tidak hanya pengusaha hiburan, tetapi juga masyarakat sebagai konsumen. 

TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja. Christi Mahatma Wardhani

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah menaikkan pajak hiburan menjadi paling rendah 40 persen dan paling rendah 75 persen. 

Menurut Sekretaris Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) DIY, Y Sri Susilo, kenaikan pajak semestinya dilakukan secara gradual, seperti Upah Minimum Regional (UMR) dan Upah Minimum Kota/kabupaten (UMK).

Sehingga pengusaha tidak terkejut dan bisa menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah. 

Ia menilai kenaikan pajak hiburan yang signifikan akan membenani pengusaha hiburan. 

"Kalau seperti ini kan pengusaha kaget, bukan kenaikan lagi, tapi lonjakan. Kalau UMR atau UMK itu kan naiknya sedikit-sedikit tetapi setiap tahun. Jadi naiknya itu bertahap. Kenaikan 40-75 persen ini angkanya dari mana? Mestinya juga mencari masukan dari pelaku usaha," katanya, Selasa (16/01/2024). 

"Kalau kondisi saat ini kan baru dalam rangka pemulihan. Kita pahami pemerintah daerah butuh PAD (pendapatan asli daerah), karena pajak untuk pembangunan. Tetapi kan juga memperhitungkan kondisi pariwisata yang saat ini baru pulih karena terdampak COVID-19," sambungnya. 

Pengusaha hiburan merupakan pihak yang pertama terdampak kenaikan pajak.

Dengan kenaikan pajak, yang pertama dilakukan oleh pengusaha adalah melakukan penyesuaian tarif. 

Sehingga yang menjadi korban kenaikan pajak hiburan tidak hanya pengusaha hiburan, tetapi juga masyarakat sebagai konsumen. 

Kenaikan tarif hiburan bisa berakibat pada penurunan pengunjung yang berujung pada turunnya omzet. 

Jika tidak mampu bertahan, pengusaha bisa saja merumahkan sementara pegawainya, dan paling buruk adalah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). 

"PHK itu jadi alternatif terakhir. Biasanya merumahkan dulu, kemudian melakukan upaya lain. Dan tentunya diharapkan asosiasi pengusaha yang terdampak melakukan komunikasi pada pemerintah daerah," terangnya. 

Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) itu menyebut ketahanan pengusaha hiburan berbeda-beda, tergantung kategori dan skala usaha yang dimiliki. 

"Ada yang satu bulan tidak bisa bertahan, tetapi ada juga yang bisa bertahan sampai enam bulan. Tergantung pada kategori dan skala, modalnya, perkembangan usahanya. Masing-masing tentu berbeda. Makanya pajak, cukai itu sebaiknya naiknya gradual atau bertahap, sehingga tidak ada kenaikan luar biasa,"imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved