Berita Video

Kisruh Soal Diksi Jeda atau Gencatan Senjata Kemanusiaan

Dewan Keamanan Perserikataan Bangsa-Bangsa (DK PBB) kembali gagal mencapai kesepakatan resolusi perang Israel-Hamas, Senin (6/11/2023).

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Agus Wahyu

TRIBUNJOGJA.COM - Dewan Keamanan Perserikataan Bangsa-Bangsa (DK PBB) kembali gagal mencapai kesepakatan resolusi perang Israel-Hamas, Senin (6/11/2023) waktu New York, Amerika Serikat. Permasalahannya berkutat pada masalah diksi atau pemilihan kata.

Amerika Serikat mendukung istilah humanitarian pauses atau jeda kemanusiaan.

Sementara banyak anggota DK PBB menuntut menggunakan diksi humanitarian ceasefire atau gencatan senjata kemanusiaan demi pengiriman bantuan yang sangat dibutuhkan.

Meskipun sudah melakukan diskusi tertutup selama dua jam pada Senin (6/11/2023) waktu New York, jurang perbedaan masih sangat dalam.

"Kami telah berbicara tentang jeda kemanusiaan dan kami tertarik untuk mengejar bahasa terkait itu," kata Duta Besar Amerika Serikat Robert Wood kepada para wartawan setelah pertemuan. "Namun, masih ada perbedaan pendapat di dalam dewan mengenai apakah itu dapat diterima."

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sebelumnya mengatakan ia ingin gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza dan menghentikan "eskalasi yang makin parah" di Tepi Barat, Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman.

Guterres mengatakan, hukum kemanusiaan internasional, yang menuntut perlindungan warga sipil dan infrastruktur yang esensial bagi kehidupan mereka, jelas sedang dilanggar Israel.

Ia menekankan, "Tak ada pihak dalam konflik bersenjata yang berada di atas" hukum-hukum ini.

Ia meminta pembebasan tak bersyarat segera dari sandera-sandera yang diambil oleh Hamas dari Israel ke Gaza dalam serangan mereka pada 7 Oktober.

China, yang menjabat sebagai presiden Dewan Keamanan bulan ini, dan Uni Emirat Arab, perwakilan Arab di Dewan Keamanan PBB, menyelenggarakan pertemuan hari Senin ini karena "krisis kemanusiaan" di Gaza, di mana lebih dari 10.000 orang tewas terbunuh serangan brutal Israel dalam waktu kurang dari sebulan.

Duta Besar Uni Emirat Arab, Lana Nusseibeh, mengatakan seluruh 15 anggota dewan "terlibat sepenuhnya" dan upaya akan terus dilakukan untuk mencoba menyusutkan kesenjangan dan mencapai kesepakatan atas resolusi.

Setidaknya 10.022 warga Palestina, termasuk 4.104 anak-anak dan 2.641 wanita, tewas terbunuh serangan Israel di Jalur Gaza dan 159 warga sipil Palestina juga tewas dan 2.250 luka-luka oleh pasukan Israel di Tepi Barat dalam periode yang sama.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka kematian hampir 50 persen warga Palestina sejak 7 Oktober adalah anak-anak, menunjukkan sekitar lima anak tewas setiap jam di Gaza.

LSM berbasis di Inggris, Save The Children, mengungkapkan jumlah anak-anak yang tewas di Palestina dalam tiga minggu terakhir saja melampaui jumlah korban tewas dalam konflik di seluruh dunia pada tahun 2020, 2021, dan 2022.

Israel membombardir Rumah Sakit Al-Ahli Arabi Baptist dan Rumah Sakit Persahabatan Turki-Palestina di Gaza, menewaskan ribuan warga sipil, sementara juga menargetkan sekitar rumah sakit yang terafiliasi dengan Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina dan Indonesia.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved