Puisi Goenawan Mohamad

Puisi 30 Tahun Kemudian Goenawan Mohamad: Hujan dan kenangan berhimpitan, berbareng

Puisi 30 Tahun Kemudian Goenawan Mohamad: Hujan dan kenangan berhimpitan, berbareng

Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Yudha Kristiawan
zoom-inlihat foto Puisi 30 Tahun Kemudian Goenawan Mohamad: Hujan dan kenangan berhimpitan, berbareng
TRIBUNJOGJA.COM
Goenawan Mohamad. Puisi 30 Tahun Kemudian Goenawan Mohamad: Hujan dan kenangan berhimpitan, berbareng

Puisi 30 Tahun Kemudian Goenawan Mohamad

 

30 tahun kemudian mereka bertemu di restoran dekat danau.

Hujan dan kenangan berhimpitan, berbareng,

seperti lalulintas yang langgeng.

Terkadang badai meracau,

langit kian dekat, dan dari tebing dingin berjalin dengan basah

pucuk andilau

ketika mereka duduk berlima,

dengan tuak putih tua,

bertukar cerita tentang lelucon angka tahun

dan rasa asing pensiun,

mengeluhkan anak yang pergi dari tiap bandar

dan percakapan-percakapan sebentar.

Terkadang mereka seakan-akan dengarkan teriak trompet dari

kanal seperti jerit malaikat yang kesal

dan mereka tertawa. Sehabis sloki ketiga,

waktu pun berubah seperti pergantian prisma:

masa lalu adalah huruf yang ditinggalkan musim pada

marmar makam Cina.

Kerakap memberinya warna. Kematian memberinya kata.

Dan pada sloki ke-4 dan ke-5 mereka dengarkan angin susul

menyusul, seakan seorang orang tua bersiul

dengan suara kisut

ke bulan yang berlumut.

Pada sloki ke-6 mereka menunggu malam singgah dalam

topeng Habsi. Dan tuhan dalam baju besi.


30 tahun kemudian mereka tak akan bertemu lagi di sini.

1996

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved