Sejarah Perjalanan TNI, Awalnya Bernama BKR

Pada Kamis (5/10/2023) hari ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI) genap berusia 78 tahun.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
Tribunnews.com/Gita Irawan
Presiden Joko Widodo didampingi Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menaiki tank amfibi Marinir saat melakukan pemeriksaan pasukan Upacara Parade dan Defile HUT Ke-78 TNI Tahun 2023, di Silang Monas, Jakarta Pusat, Kamis (5/10/2023). 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Pada Kamis (5/10/2023) hari ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI) genap berusia 78 tahun.

Peringatan HUT ke-78 TNI pun berlangsung meriah di kawasan Monas.

Tahun ini, peringatan HUT TNI mengusung tema Patriot NKRI: Pengawal Demokrasi untuk Indonesia Maju.

Perjalanan TNI hingga menginjak usia yang ke-78 ini cukup berliku.

Namun TNI menegaskan komitmennya untuk menjaga kedaulatan Republik Indonesia.

Sebelum namanya berubah menjadi TNI, TNI beberapa kali berganti nama.

Awalnya, TNI bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Kemudian, setelah berkembang, namanya diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945.

Tak berselang lama, nama TKR kembali diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) guna menyesuaikan susuan dasar militer internasional.

Baca juga: Daftar 38 Perwira Tinggi TNI yang Dimutasi Panglima TNI Laksamana Yudo Margono

TRI pun terus berjuang bertempur untuk menegakkan kedaulatan bangsa Indonesia, hingga pada 3 Juni 1947, Presiden Soekarno secara resmi mengesahkan TNI.

Pada saat Perang Kemerdekaan tahun 1945-1949, TNI berhasil menunjukkan diri sebagai tentara nasional saat menghadapi berbagai tantangan.

Termasuk tantangan di dalam negeri, dimana TNI harus bersikap tegas saat menghadapi rongrongan politik bersumber golongan komunis.

Lalu, saat Agresi Militer Belanda, TNI mengajak masyarakat untuk melakukan Perang Rakyat Semesta menghadapi Agresi Militer, meski alat-alat mereka terbatas.

Sesuai keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, dibentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Angkatan Perang RIS (APRIS), gabungan dari TNI dan KNIL.

Hanya bertahan satu tahun, RIS dibubarkan pada Agustus 1950 dan APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang RI (APRI).

Pada tahun 1950-1959, TNI terpengaruh oleh sistem demokrasi parlementer yang dianut oleh pemerintah.

Ada juga sebab lainnya, yakni campur tangan politisi dalam internal TNI yang mengakibatkan peristiwa 17 Oktober 1952.

Saat itu, ada keretakan dalam lingkungan TNI AD dan mendorong agar TNI masuk ke politik dengan mendirikan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) yang ikut kontestasi Pemilu 1995.

Selanjutnya, saat masuk periode demokrasi liberal, diwarnai berbagai pemberontakan dalam negeri, seperti bekas anggota KNIL di Bandung, Jawa Barat, melakukan pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil/APRA.

Kemudian di Makassar. Sulawesi Selatan, terjadi Pemberontakan Andi Azis, di Maluku pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), dan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta) melakukan pemberontakan di sebagian besar Sumatra dan Sulawesi Utara yang membahayakan integritas nasional.

Semua pemberontakan itu dapat ditumpas oleh TNI bersama kekuatan komponen bangsa lainnya. (*)

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved