Human Interest Story
Cerita Sabiq Muhammad, Pemuda 25 Tahun Jadi Kades di Klaten, Pilih Layani Rakyat Ketimbang Kuliah
Sabiq Muhammad baru berusia 25 tahun ketika terpilih menjadi orang nomor satu di Prawatan, Kecamatan Jogonalan, Klaten.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Senyum Sabiq Muhammad sumringah ketika dirinya dipanggil maju ke depan, berhadapan dengan Bupati Klaten saat pelantikan kepala desa di Pendopo Pemerintah Kabupaten Klaten, Rabu (27/9/2023).
Sabiq Muhammad baru berusia 25 tahun ketika terpilih menjadi orang nomor satu di Prawatan, Kecamatan Jogonalan, Klaten.
Dia berhasil mengalahkan petahana dengan suara yang cukup jauh.
“Sebenarnya, itu di luar prediksi karena Prawatan terkenal dengan 15 calon. Saya tidak ada persiapan sejak awal,” kata Sabiq ditemui usai pelantikan.
Sabiq baru mendaftar menjadi calon kepala desa di menit-menit terakhir, sekitar 30 menit sebelum penutupan atas desakan masyarakat dan keluarga.
Padahal, Sabiq tidak bercita-cita untuk jadi orang nomor satu di Desa Prawatan.
Ia ingin menjadi master di bidang pertanian lantaran sudah mendapatkan beasiswa pascasarjana di China Agricultural University.
“Di tanggal 4 September ini, sebenarnya saya harus berangkat ke China. Saya dapat beasiswa ke China Agricultural University. Namun, karena desakan masyarakat, saya harus melepas beasiswa itu,” terang dia.
Sabiq pun harus berhadapan dengan Kedutaan Besar Tiongkok di Indonesia, yang dia sebut sebagai pemberi beasiswa.
“Ya, saya dapat teguran, tapi memang ini pilihan. Dari tesis saya, itu bisa jadi program pertanian di desa. Meskipun saya sarjana hukum, tapi sudah punya niat untuk lanjut ke pertanian,” ungkap Sabiq kelahiran Maret 1998 ini.
Keputusannya memilih untuk ikut pemilihan kepala desa (pilkades) juga dipertanyakan oleh kedua orang tuanya.
Orang tua Sabiq paham perjuangan sang putra pertama untuk mendapatkan beasiswa.
“Saya sudah persiapan pascasarjana ini sejak Januari 2023. Akhirnya ditanya mau kuliah apa jadi lurah? Saya mikir, kalau jadi mahasiswa lagi, saya jadi punya tugas untuk mendekati masyarakat. Kalau saya jadi lurah, tesis saya bisa jadi program pertanian sekalian. Berhasil atau tidak kan bisa dicoba,” jelas Sabiq lagi.
Sabiq adalah seorang santri. Sejak kecil hingga dewasa, dia juga belajar dari pesantren ke pesantren.
“Saya santri, sejak kecil selalu di pesantren dan baru dua tahun ini di rumah. Ibu saya sudah pesan, santri harus berkontribusi untuk masyarakat. Jadi, ini kesempatan yang baik untuk dekat ke warga,” kata dia.
Sejak dulu, Sabiq berupaya cari celah untuk menjadi bagian dari rakyat. Biasanya, di rumah, dia menjadi pemimpin tahlilan, selain mendampingi para petani.
Maka, di 100 hari masa kerjanya, Sabiq berupaya untuk merealisasikan sejumlah misa, termasuk membumikan pupuk organik.
Dia paham, potensi Prawatan adalah pertanian dan memiliki sejumlah problem, termasuk krisis air. Sumur yang sudah digali pun harus digali lebih dalam untuk mendapatkan air yang bersih.
“Selain membumikan pupuk organik, kami juga membuat peta sungai. Ini ada titik-titik rawan krisis (kekeringan). Jadi, bagaimana kemudian, kami menjamin hak atas air untuk warga dan petani,” urainya.
Tanpa Money Politic
Kemenangan Sabiq sebagai Kades Prawatan disebut tanpa politik uang.
“Awalnya ada 15 calon, terus lanjut 5 calon dan yang naik panggung ada 3 calon. Saya dapat suara cukup banyak, ada 1.655 dan tanpa money politic. Kami tidak mau beli suara per kepala karena itu tidak mendidik dan memupuskan mimpi mereka tentang kesejahteraan,” jelas Sabiq.
Ayah Sabiq, Purwadi Hidayat (58), merasa bangga dengan pencapaian sang putra, tapi dia pun juga merasa bimbang.
Satu minggu setelah pendaftaran pilkades, Purwadi masih bimbang, apakah Sabiq mampu menjadi pemimpin yang baik jika terpilih.
“Satu minggu itu saya bimbang. Karena Sabiq sudah dapat beasiswa kuliah di luar negeri. Kompetisinya kan luar biasa. Eman-eman kalau dilepas, tapi itu dorongan masyarakat, ya sudah,” bebernya ditemui wartawan setelah pelantikan.
Purwadi sudah menyiapkan jadwal untuk anak-anaknya agar bisa sekolah tinggi. Dia berkomitmen untuk membekali ilmu pendidikan, bahkan hingga jenjang doktoral.
“Ya karena saya sudah siapkan jadwal itu. Jadi saya bimbang, saya sempat belum restui. Mantap kasih restu itu setelah benar-benar ada desakan masyarakat dan keluarga. Sabiq punya potensi jadi pemimpin,” tutupnya.
( tribunjogja/ ardhike indah )
Kisah Zaira Bertels, Bangun Usaha Pemanfaatan Limbah di Sleman Jadi Produk Interior Berskala Ekspor |
![]() |
---|
Cerita Siswi Sekolah Rakyat di Bantul, Sempat Susah Tidur dan Kangen Rumah |
![]() |
---|
Cerita Faishal Ahmad Kurniawan, Putra Bantul yang Lolos Jadi Anggota Paskibraka Nasional 2025 |
![]() |
---|
KISAH Mbah Sutarji, Pejuang Penambal Jalan Berlubang yang Ikhlas Tanpa Minta Imbalan |
![]() |
---|
Kisah Putri Khasanah, Anak Pedagang Asongan di Bantul yang Bisa Kuliah Gratis di UGM |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.