Puisi Joko Pinurbo
Puisi Penumpang Terakhir Joko Pinurbo: Setiap pulang kampung, aku selalu menemui bang becak
Puisi Penumpang Terakhir Joko Pinurbo: Setiap pulang kampung, aku selalu menemui bang becak
Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Yudha Kristiawan
Puisi Penumpang Terakhir Joko Pinurbo
untuk Joni Ariadinata
Setiap pulang kampung, aku selalu menemui bang becak
yang mangkal di bawah pohon beringin itu
dan memintanya mengantarku ke tempat-tempat
yang aku suka. Entah mengapa aku sering kangen
dengan becaknya. Mungkin karena genjotannya enak,
lancar pula lajunya.
Malam itu aku minta diantar ke sebuah kuburan.
Aku akan menabur kembang di atas makam
nenekmoyang. Kuburan itu cukup jauh jaraknya dan aku
khawatir bang becak akan kecapaian, tapi orang tua itu
bilang tenang tenang.
Sepanjang perjalanan bang becak tak henti-hentinya
bercerita tentang anak-anaknya yang pergi merantau
ke Jakarta dan mereka sekarang alhamdulillah
sudah jadi orang. Mereka sangat sibuk dicari uang
dan hanya sesekali pulang. Kalaupun pulang, belum tentu
mereka sempat tidur di rumah karena repot
mencari ini itu, termasuk mencari utang buat ongkos
pulang ke perantauan.
Baru separuh jalan, nafas bang becak sudah ngos-ngosan,
batuknya mengamuk, pandang matanya
berkunang-kunang, aduh kasihan. “Biar gantian saya
yang menggenjot, Pak. Bapak duduk manis saja,
pura-pura jadi penumpang.”
Mati-matian aku mengayuh becak tua itu menuju
kuburan, sementara si abang becak tertidur nyaman,
bahkan mungkin bermimpi di dalam becaknya sendiri.
Sampai di kuburan aku berseru bangun dong Pak,
tapi tuan penumpang diam saja, malah makin pulas
tidurnya. Aku tak tahu apakah bunga yang kubawa akan
kutaburkan di atas makam nenekmoyangku
atau di atas jenazah bang becak yang kesepian itu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.