Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produk Pertanian, Harga Beras Mulai Naik

Perubahan iklim telah memberikan dampak yang signifikan pada pola cuaca, ketersediaan air, dan produktivitas pertanian

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com/Dewi Rukmini
Mukhayat (59), petani di Desa Popongan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo, sedang menunjukkan kondisi lahan sawah tanaman padi yang kering karena kekurangan pasokan air, Selasa (30/5/2023). 

TRIBUNJOGJA.COM - Perubahan iklim telah memberikan dampak yang signifikan pada pola cuaca, ketersediaan air, dan produktivitas pertanian.

Dampaknya terasa di seluruh dunia, termasuk di negara-negara seperti India dan Indonesia yang memiliki populasi besar dan bergantung pada sektor pertanian sebagai salah satu pilar ekonomi utama mereka.

Dikutip dari Center for World Trade Studies Universitas Gadjah Mada, Senin (04/09/2023), menurut Kepala Pusat Penelitian Studi Kebijakan Indonesia Felippa Ann Amanta, perubahan iklim dapat mengganggu ketersediaan pangan dan mengancam ketahanan pangan Indonesia.

Dikutip dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Senin (04/09/2023), pertanian memiliki peran sentral dalam menghadapi perubahan iklim dan memastikan ketahanan pangan di Indonesia.

Apalagi Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi besar yang rentan terhadap perubahan iklim.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menekankan pentingnya penelitian dan inovasi dalam bidang pertanian dan ketahanan pangan.

Baca juga: Harga Beras Berbagai Jenis Alami Kenaikan Rp500 per Kilogram di Purworejo

Ia juga mengingatkan bahwa ada banyak tantangan di depan, seperti menjaga populasi global yang diperkirakan mencapai 9,7 miliar pada tahun 2050.

Untuk itu, diperlukan sistem pangan yang inklusif, berkelanjutan, efisien, bergizi, dan sehat.

Akses terhadap makanan berkualitas dan bernutrisi dianggap sebagai kebutuhan dasar untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.

"Akses terhadap makanan yang aman memiliki potensi untuk menghasilkan dampak positif seperti pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, sementara pemborosan makanan dapat berdampak negatif pada lingkungan, masyarakat, dan ekonomi." ujar Laksana.

Harga Beras

Pedagang beras di Pasar Baledono, Kabupaten Purworejo, Ahmad Musyafa (24), mengatakan hampir seluruh jenis beras yang ia jual mengalami kenaikan harga Rp500 per kilogram (kg).

Di antaranya beras IR 64 dan C4 yang tadinya dijual Rp 12.500 per kg, kini menjadi Rp 13.000 per kg.

Kemudian, beras Pandan Wangi yang sebelumnya dijual 12.500 per kg, saat ini dibanderol Rp13.000 per kg.

Sedangkan, beras Mentik Wangi kini dijual Rp12,500 per kg, sebelumnya dijual Rp12.000 per kg.

"Harga beras SPHP (stabilisasi pasokan dan harga pangan) juga naik.

"Kemarin harga eceran tertinggi (HET) Rp9.450 dan saya jual Rp9.400 per kg.

"Sekarang ganti harga jadi Rp10.900 dari pemerintah," ucap Ahmad kepada Tribunjogja.com, Senin (4/9/2023).

Ahmad menduga, kenaikan harga komoditi beras saat ini dipengaruhi oleh musim kemarau.

Yang mana para petani di Kabupaten Purworejo rata-rata sudah panen dan banyak yang persediaannya sudah habis.

"Stok beras di Kabupaten Purworejo saat ini menipis karena dari luar daerah juga mengambil beras dari Purworejo.

"Kami para pedagang mau cari barang (beras) untuk dijual, juga mulai susah," katanya.

Apalagi, menurutnya, permintaan beras di pasaran saat ini semakin naik.

Sedangkan, stok beras panenan petani sudah mulai habis terjual.

Sehingga, ia merasa mulai kesusahan menstok beras.

Ahmad menyebut, biasanya kulakan beras di darah Kecamatan Ngombol dan Kecamatan Grabag.

Setiap hari, ia menyebut bisa menghabisakan atau menjual sekitar 7 kuintal beras.

"Kalau pas musim tanam ketiga (MT 3) memang harga beras biasanya mahal.

"Tapi harga saat ini lebih mahal dibanding musim kemarau tahun lalu (2022). Selama 5 tahun saya jual beras, di musim kemarau tahun ini harganya paling tinggi," tutur dia.

Ia menceritakan, kenaikan harga beras tersebut juga membuat banyak pelangannya kaget.

Bahkan tak sedikit yang tidak percaya stok beras sudah mau habis, mengingat masa panen baru kemarin.

Kasus India

Perubahan iklim berpotensi mengancam mata pencaharian lebih dari sepertiga dari 1,4 miliar penduduk India.

Selain itu, dampaknya juga global karena India baru-baru ini menjadi produsen kedua terbesar di dunia untuk biji-bijian sereal, termasuk beras dan gandum.

Dikutip dari Science Daily, Senin (04/09/2023) penelitian yang dipimpin oleh University of Michigan menemukan bahwa petani di India telah menyesuaikan diri dengan suhu yang semakin panas akibat pemanasan global.

Mereka mengambil lebih banyak air dari tanah untuk mengairi tanaman mereka.

Namun, jika petani terus melakukan ini, diperkirakan bahwa pada tahun 2080, tingkat penurunan air tanah akan tiga kali lebih besar dari sekarang.

Ini merupakan ancaman serius terhadap ketahanan pangan di India.

"Kami menemukan bahwa petani di India telah meningkatkan penggunaan irigasi sebagai respons terhadap pemanasan global." ujar penulis senior Meha Jain, asisten profesor di Sekolah UM untuk Lingkungan dan Keberlanjutan.

"Perhatian ini penting karena India adalah konsumen air tanah terbesar di dunia dan menjadi sumber daya kunci untuk pasokan pangan regional dan global." sambungnya.

Para peneliti menganalisis data historis tentang tingkat air tanah, iklim, dan tekanan air tanaman untuk mencari perubahan terbaru dalam tingkat penipisan air akibat pemanasan.

Mereka juga menggunakan proyeksi suhu dan curah hujan dari 10 model iklim untuk memprediksi tingkat kehilangan air tanah di masa depan di India.

"Tanpa tindakan melestarikan air tanah, pemanasan global akan memperburuk masalah penipisan air tanah, yang dapat mengancam ketahanan pangan dan pasokan air."ujar Nishan Bhattarai dari Departemen Geografi dan Kelestarian Lingkungan di University of Oklahoma.

Studi sebelumnya menemukan bahwa perubahan iklim dapat menurunkan hasil panen pokok India hingga 20 persen pada pertengahan abad. (Kompas/tribunjogja)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved