BMKG: Potensi 60 Hari Tanpa Hujan Jawa Timur, Yogyakarta, Bali hingga NTB

ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan imbas fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang mengakibatkan kekeringan

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Dok Tribunjogja
Cuaca Panas - BMKG memprediksi potensi curah hujan rendah hingga sangat rendah di sebagian wilayah Indonesia pada musim kemarau kering tahun ini. 

Tribunjogja.com Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)  mengingatkan akan adanya ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan imbas fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang mengakibatkan kekeringan.

BMKG memprediksi potensi curah hujan rendah hingga sangat rendah di sebagian wilayah Indonesia pada musim kemarau kering tahun ini.

Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Fachri Radjab menjabarkan, kondisi curah hujan di tiap daerah berbeda-beda.

Ada wilayah yang mengalami hari tanpa hujan antara 21-60 hari, ada pula yang lebih dari itu.

Curah hujan yang rendah ini dipengaruhi oleh dua fenomena yang saling menguatkan, yaitu El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif.

BMKG Yogyakarta Sebut Akhir Mei Wilayah Yogyakarta Masuk Musim Kemarau
BMKG Yogyakarta Sebut Akhir Mei Wilayah Yogyakarta Masuk Musim Kemarau (via Rutgers University)

Puncak musim kemarau kering ini diprediksi terjadi pada Agustus-September 2023.

"Ada beberapa wilayah yang memang kita prediksikan intensitas hujannya dalam kategori rendah," kata Fachri Radjab dalam diskusi media secara daring di Jakarta, Senin (31/7/2023).

Fachri menjabarkan, wilayah dengan hari tanpa hujan antara 21-60 hari meliputi sebagian wilayah di Pulau Jawa, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua.

Kemudian, ada pula daerah dengan hari tanpa hujan lebih dari 60 hari, meliputi Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

"Dari prakiraan hujan bulanan, baik itu di Sumatera, itu sebagian besar Sumatera, baik Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, kemudian Jawa merata hampir seluruh Jawa itu, kategorinya warna coklat artinya hujannya rendah," ucapnya.

"Kemudian Bali, NTB dan NTT juga sama. Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi utamanya Sulawesi Selatan, Tengah, dan Sulawesi Tenggara," bebernya.

Lebih lanjut ia menuturkan, 63 persen wilayah dari 699 zona musim (ZOM) telah memasuki musim kemarau.

Musim kemarau ini akan lebih kering dari 3 tahun belakangan, yakni dari tahun 2020-2022.

"Artinya yang sudah terdampak langsung dari El Nino itu 63 persen wilayah ZOM tadi. Kita perkirakan memang puncaknya di Agustus ini dan September," jelas Fachri.

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memprediksi, fenomena kemarau kering pada tahun 2023 akan mirip dengan fenomena di tahun 2018 dan tahun 2019.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved