Berita Pendidikan Hari Ini

Rektor ISI Yogya : Artificial Intelligence Sadarkan Seniman untuk Lebih Bereksplorasi

Kehadiran AI lebih justru dapat menyadarkan para seniman untuk kembali ke manual.

Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
Istimewa
Seniman patung sekaligus Rektor ISI Yogyakarta, Timbul Raharjo 

TRIBUNJOGJA.COM - Kehadiran Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan saat ini tengah menjadi perbincangan hangat terutama di kalangan para seniman dan desainer.

AI dianggap pedang bermata dua yang dapat memudahkan seseorang, namun juga memiliki sisi negatif jika digunakan secara bijak.

Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta , Timbul Raharjo mengatakan, kehadiran AI lebih justru dapat menyadarkan para seniman untuk kembali ke manual.

Menurutnya, meski AI serba otomatis, namun manual dapat lebih mengeksplorasi ekspresi atau karakter sebuah karya yang melekat pada diri seseorang.  
 
“Maka mulai saat ini mulai berpikir tangan ini bisa bergerak yang AI tidak bisa melakukan,” ujarnya Kamis (13/7/2023).

Maka dari itu, agar dapat bersaing dalam laju perkembangan teknologi, para seniman harus memperdalam kemampuan mereka sehingga muncul kekhasan tersendiri yang tak dapat digantikan oleh AI.

Baca juga: Turnitin Kenalkan Teknologi AI Deteksi Tulisan ChatGPT di Kalangan Siswa

Lebih lanjut, Kepala Prodi Desain Komunikasi Visual (DKV) ISI Yogyakarta , Daru Tunggul Aji mengatakan bahwa AI merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan apalagi terkait dengan perkembangan teknologi.

Ini sama halnya ketika kemunculan awal fotografi dan teknologi cetak yang juga ramai diperbincangkan oleh seniman terutama pelukis.  

“Kemunculan AI dari perspektif desain sebenarnya juga banyak yang khawatir, banyak juga yang merasa terbantu,” ungkapnya.

Ia menilai AI sebenarnya bisa jadi alat untuk desainer di bidang visual untuk merespon kebutuhan pasar yang membutuhkan kemudahan dan kecepatan.  

Namun di sisi lain, dengan adanya AI membuat desainer lebih berhati-hati dalam berkarya. 

Bagaimanapun juga AI adalah publik domain, sehingga tidak bisa diakui milik pribadi karena akan terkendala hak cipta, hak eksklusif dan ekonomi.

Hal ini lah yang akan jadi pertimbangan para desainer dalam menggunakan AI.

“Mereka akan berhati-hati jangan-jangan ide kreasi, karya yang dibuat malah jadi jiplakan pihak lain. Bagi sebagian orang, mereka akan semakin berusaha, akan merancang karya yang khas dengan dirinya sendiri,” ucapnya.

Yang jadi permasalahan adalah di ranah akademik, justru mahasiswa dan dosen harus lebih cermat dan lebih hati-hati lagi dalam merespon kemunculan AI.  

Menurutnya, di ranah akademik, dosen harus mampu lebih eksploratif lagi dan mampu merancang motode pembelajaran agar mahasiswa tidak terjebak pada shortcut AI.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved