Kisah Inspiratif

Kisah Nugraha Gumilar, Anak Yatim Yang Jadi Jenderal: Jangan Menyerah, Andalkanlah Tuhan

Setiap orang memiliki definisi sukses masing-masing, begitu pun kiat untuk meraih kesuksesan.

Editor: ribut raharjo
Istimewa
Setelah peluncuran bukunya, Brigjen TNI Nugraha Gumilar (batik biru) berfoto bersama dengan rekan seangkatan Lemhannas RI - PPSA.XXI 

Pertolongan Tuhan terus dirasakan Gumilar dan keluarga. Pun saat ayahnya, Nazar Gumbira meninggal dunia akibat jatuhnya Pesawat Casa 212 Nurtanio pada Januari 1980.

Gumilar yang kala itu masih berusia 12 tahun terpaksa menjadi Yatim. Sejak itu Gumilar tidak punya figur bapak dan dibesarkan oleh ibu yang berjuang membesarkan ketujuh anak-anaknya.

“Ibu saya jualan di pasar. Karena bapak mendadak meninggalnya (kecelakaan pesawat-red), dia tidak siap ditinggalkan, lain halnya jika sakit kan sudah siap. Ibu lagi makan pagi tiba-tiba ada berita kecelakaan pesawat itu, ibu merasakan seakan langit rumah runtuh,” papar Gumilar.

Menurut dia, ibunya waktu itu bingung mau berbuat apa karena cuma berjualan di pasar harus menghidupi anak yang masih kecil-kecil.

“Hanya satu yang sudah menikah baru setahun artinya kehidupan ekonominya pun masih berat. Saya masih SD, jadi belum ada yang bisa dijadikan pegangan,” kenang Gumilar.

Tuhan pun bekerja. Ketika kesulitan semakin terasa, sekitar tahun 1982, atau 2 tahun sepeninggal ayahnya, Nurtanio memberikan kesempatan kepada para janda korban keselakaan pesawat Casa untuk membuka usaha kantin di Nurtanio. Hal ini tentu saja mendatangkan perbaikan hidup keluarga.

Pertolongan Tuhan melalui tangan orang di sekitar Gumilar kembali terjadi saat ia lulus SMA. Sadar kemampuan finansial keluarga, Gumilar berusaha mencari pendidikan lanjut yang tidak memungut biaya alias gratis. Mulai dari Akmil, Ilmu Gizi, Ilmu Pelayaran, hingga keperawatan. Pilihan jatuh ke Akmil.

Mengetahui anak bungsunya itu mendaftar ke Akmil, sang ibu memberikan secarik kertas yang isinya berpesan agar Gumilar menemui seseorang di Kantor Komando Pemeliharaan Materiil Angkatan Udara (Koharmatau) di Husein Satranegara.

Ia adalah Marsekal Pertama TNI Soemarno PS, Wakil Komandan Koharmatau saat itu yang ternyata adalah mantan komandan mendiang ayahnya, Nazar Gumbira.

Singkat cerita setelah ia menghadap dan mendapat pesan untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin menghadapi test, Gumilar lolos menjadi tentara.

“Itu yang terjadi saya bisa masuk tentara bukan karena hebat tapi karena Tuhan bekerja melalui orang lain. Pemahaman saya begini misalnya kita punya anak buah kinerjanya jelak banget terus dia kesulitan minta tolong, kita tentu males kan mau menolong. Nah, kalau bapak saya kerjanya jelek gak mungkin kan saya dibantu. Itu kesimpulan saya. Coba kalau bapak saya korupsi, orangnya begajulan, dan hal jelek lainnya Komandan itu tentu bilang ah ini anak pasti kayak bapaknya,” jelas Gumilar seraya tertawa.

Lebih jauh Brigjen TNI Gumilar mengungkapkan bahwa sukses juga berarti berani menolak suap dan tidak pernah punya utang.

Menurut dia, sang ayah Nazar Gumbira merupakan orang jujur. Ia bekerja di industri pesawat bagian sparepart. Nazar memiliki prinsip sparepart itu harus nomor satu, karena menyangkut keselamatan penerbangan.

“Kalau ada yang menawarkan sparepart pesawat nomor 2 sambil ngasih uang beliau gak mau. Soal ini Bapak saya tegas,” ucap Gumilar.
Ia lantas bercerita di saat sang ayahnya tidak ada di rumah, ibunya menerima tamu yang memberikan sesuatu barang plus amplop berisi uang.

“Begitu tahu bapak saya marah besar. Beliau bilang kepada ibu saya: ‘kalau kamu makan uang ini anak-anak kelak hidupnya bakal susah’. Kisah itu sangat berkesan kepada saya dan saya jadikan pegangan hidup. Tidak terima suap dan juga jangan pernah punya utang. Itu yang sangat saya kenang dari bapak saya,” cerita Gumilar.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved