Cerita Ajudan Bung Karno Selipkan Uang untuk Sang Proklamator di Bawah Kaleng Biskuit Kong Guan

Momen Presiden Soekarno tidak diizinkan masuk ke Istana Kepresidenan tersebut diceritakan oleh mantan ajudan Presiden Soekarno, Sidarto Danusubroto.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
KOMPAS/JULIAN SIHOMBING
Presiden pertama RI, Soekarno 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Presiden Soekarno hanya meminta bendera pusaka setelah tak diizinkan masuk ke Istana Kepresidenan meski statusnya masih menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Bendera Merah Putih tersebut kemudian dibawa oleh Soekarno ke Wisma Yaso.

Saat kembali ke Wisma Yaso, Seokarno tak membawa uang sepeser pun.

Momen Presiden Soekarno tidak diizinkan masuk ke Istana Kepresidenan tersebut diceritakan oleh mantan ajudan Presiden Soekarno, Sidarto Danusubroto.

Sidarto masih ingat betul peristiwa tersebut.

Sebelum terusir dari Istana Kepresidenan, Sidarta saat itu sedang makan sate di kawasan Tanjung Priok.

Setelah makan sate, Soekarno balik ke Istana Kepresidenan.

Namun ketika hendak masuk ke istana, Soekarno yang saat itu masih seorang presiden dilarang masuk oleh petugas Korps Polisi Militer (CPM).

"Saya antar Bung Karno makan sate di Tanjung Priok, lalu mau ke istana dilarang masuk oleh CPM waktu itu ya," kata Sidarto seperti yang dikutip dari Kompas.com dalam program Gapsol! Kompas.com, Selasa (27/6/2023).

Saat itu secara de jure Bung Karno masih menjabat sebagai presiden ketika itu.

Namun secara de facto kekuasaan sudah dipegang oleh Suharto seusai meletusnya Gerakan 30 September 1965.

Setelah tidak boleh masuk ke dalam istana, Soekarno hanya memiliki satu permintaan kepada petugas CPM.

Saat itu Soekarno hanya meminta diambilkan bendera pusaka yang tersimpan di Istana.

"Dia hanya meminta ambil bendera pusaka, diambil dan dibawa ke Wisma Yaso. No single cents, tidak punya uang," ujar Sidarto.

Setelah kembali ke Wisma Yaso, Sidarto pun harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Soekarno.

Sidarto saat itu juga tidak memegang uang sehingga dia harus pontang-panting mencari uang.

Dia mencoba untuk meminta bantuan kepada orang-orang yang sebelumnya dekat dengan Bung Karno.

Namun usaha itu tak membuahkan hasil.

Banyak orang dekat Bung Karno yang menjauh ketika diminta bantuan karena mereka takut dikait-kaitkan dengan Bung Karno.

Sidarto yang menyerah. Saat itu dia mencoba mencari seorang kepala rumah tangga istana bernama Tugimin untuk meminta bantuan.

Usaha itu berhasil, Tugimin memberikan uang 10.000 dollar AS untuk Bung Karno.

Setelah mendapatkan uang, tugas Sidarto pun tidak mudah karena ia selalu digeledah setiap hendak bertemu Bung Karno di Wisma Yaso.

Oleh karena itu, ia meminta bantuan anak Bung Karno, Megawati Soekarnoputri, untuk menyelundupkan uang tersebut.

"Saya minta tolong Mega, 'Mbak Mega, kalau saya digeledah'. Jadi ditaruh di bawah roti khong guan, kaleng ada rotinya di bawahnya dikasih uang dollar," ujar Sidarto.

Sidarto mengungkapkan pada masa Bung Karno diasingkan, tak ada keluh kesah yang terlontar dari bibir Sang Proklamator.

Namun, sebagai satu-satunya orang yang setiap hari berada di sampingnya, Sidarto memahami betul Bung Karno tampak kesepian dan kehilangan orang-orang dekatnya.

Kondisi ini yang kemudian memperparah sakit ginjal yang dideritanya. Ditambah, pemerintahan saat itu mempersulit pengobatan Bung Karno.

Untuk berobat saja, Bung Karno harus meminta izin Pangdam Jaya. Resep-resep obat yang diberikan dokter juga tak pernah bisa ditebus.

Perlahan namun pasti, kondisi fisik Bung Karno menurun hingga akhirnya ia wafat pada 21 Juni 1970. (*)

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved