Putri Ariani di Americas Got Talent
Cerita Kepala SMM Yogyakarta tentang Sosok Putri Ariani yang Tak Pernah Bergaya Diva Saat di Sekolah
Kepala Sekolah Menengah Musik (SMM) Yogyakarta atau SMK Negeri 2 Kasihan, Bantul, Agus Suranto menceritakan, Putri Ariani memang bukan siswa yang
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Putri Ariani (17) menjadi sosok yang santer dibicarakan akhir-akhir ini.
Namanya kembali tenar setelah mendapatkan puja puji dari para juri America’s Got Talent, tidak terkecuali Simon Cowell yang seringkali disebut juri berdarah dingin.
Putri pun kerap mengucapkan terimakasih atas pujian mereka dan berbicara bahasa Inggris dengan fasih mengatakan dirinya senang bisa berada di panggung ajang pencarian bakat Amerika itu.
Kepala Sekolah Menengah Musik (SMM) Yogyakarta atau SMK Negeri 2 Kasihan, Bantul, Agus Suranto menceritakan, Putri Ariani memang bukan siswa yang bergaya diva.
Dari hasil penelusuran tim Tribunjogja.com, Putri tercatat sebagai siswa kelas XI SMM Yogyakarta.
Baca juga: Cerita Ayah Putri Ariani Usai Dapat Golden Buzzer America’s Got Talent, Jawab Tawaran Sandiaga Uno
Di sekolah, Putri yang pernah memenangkan ajang Indonesia’s Got Talent tahun 2014 itu selalu rendah hati dan bisa membaur dengan teman-temannya.
“Di kelas, dia biasa saja, tidak ingin menonjolkan diri, tidak ingin nama besarnya itu hadir, walau mungkin kawannya melihat itu, tapi dia tidak seperti itu. Dia inginnya sebagai siswa saja,” ujar Agus Suranto ketika ditemui di SMM Yogyakarta, Kamis (8/6/2023).
Gadis kelahiran 31 Desember 2005 itu enggan memposisikan diri sebagai artis atau bintang.
Padahal, jejaknya di dunia tarik suara dalam negeri tak bisa dipandang sebelah mata.
Putri Ariani pernah didapuk menjadi penyanyi Indonesia Raya sebagai pembuka Asean Para Games 2022, ajang olahraga untuk atlet difabel di kawasan Asia Tenggara.
Pembukaan dilaksanakan di Stadion Manahan Solo, Jawa Tengah. Putri boleh tidak bisa melihat, tapi suaranya menembus hati siapapun yang menontonnya.
Di tahun 2018, dia juga pernah menjadi pengisi lagu Song of Victory untuk Asian Para Games 2018.
“Kemampuan dan ketajaman dia menangkap inspirasi dan menuangkan dalam musik itu menjadi satu keistimewaan Putri ya. Dia memiliki indera yang luar biasa tajam untuk menangkap fenomena dan diwujudkan dalam lagu,” tutur Agus Suranto.
Keistimewaan itu tak semuanya memiliki. Itu menjadi kelebihan Putri Ariani meski ia tidak bisa melihat dunia sejak usia tiga bulan.
“Dia natural, apa adanya. Kalau mau mengungkapkan sesuatu, fenomena di masyarakat, ya dia tinggal mengungkapkan saja. Tidak perlu berfikir sastra, lirik, syairnya indah atau tidak, dia keluar begitu saja,” tambahnya.
PKL di Amerika Serikat
Agus Suranto mengingat kembali ketika Putri Ariani meminta izin sekolah untuk berkelana ke negeri Paman Sam.
Pihak sekolah tidak keberatan dengan permohonan Putri untuk meninggalkan sekolah sementara demi mengejar cita-cita lewat America’s Got Talent.
“Itu kami anggap sebagai ruang untuk belajar. Belajar di panggung itu luar biasa. Harus merasakan itu adalah ruang belajar,” jelasnya.
Di panggung, mungkin saja, Putri Ariani merasakan ada banyak hal belum sempurna dari sisi penampilan.
Dari situ, Agus yakin, Putri akan belajar banyak di Los Angeles, Amerika Serikat untuk meningkatkan kualitasnya sebagai penyanyi.
“Siswa yang lain sekarang sedang Praktik Kerja Lapangan (PKL), nah Putri juga PKL, cuma bedanya, Putri PKL di Los Angeles,” terangnya sambil tersenyum.
Sembari berguyon tapi serius, Agus mengatakan Putri mengenakan identitas PKL di Los Angeles, menjadikannya siswa PKL terjauh.
“Apalagi penontonnya itu kan bukan simulasi seperti di dalam kelas, itu pengalaman yang sangat berharga yang akan menempa dia jadi musisi besar,” lanjutnya.
Percaya dengan Putri
Pihak sekolah menaruh kepercayaan kepada Putri yang pasti akan mengikuti pembelajaran dan menyelesaikan tugas sekolah dengan baik meski harus manggung kesana-kemari.
Selain itu, saat ini juga sudah diberlakukan kurikulum Merdeka Belajar yang memungkinkan banyak aktivitas-aktivitas siswa di luar sekolah untuk dikonversikan menjadi nilai akademik.
“Saya pikir tidak perlu khawatir kalau kesibukan ini akan mengganggu pendidikannya, karena saya tahu, untuk saat ini pendidikan tetap menjadi nomor satu bagi dia,” kata Agus Suranto. (ard)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.