Pesan Damai Waisak 2567BE/2023 dari  Bhante Sri Pannyavaro Mahathera

Pesan damai  yang ingin disampaikan Bante Sri Pannyavaro Mahathera yakni memperkokoh moral untuk keluhuran bangsa.

Tribun Jogja/Nanda Sagita Ginting
Para Biksu Thudong saat bersujud kepada Bhante Sri Pannyavaro Mahathera di Vihara Mendut, Magelang, pada Kamis (1/6/2023). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Kepala Sangha Theravada Indonesia, Bhante Sri Pannyavaro Mahathera, memberikan pesan damai untuk memperingati perayaan Waisak 2567BE/2023.

Adapun pesan damai  yang ingin disampaikan Bante Sri Pannyavaro Mahathera yakni memperkokoh moral untuk keluhuran bangsa.

"Tahun ini kami menyampaikan pesan yang kurang lebih adalah menjaga moral, memperkokoh moral untuk keluhuran bangsa. karena bangsa yang besar, tidak hanya dibangun dengan mengandalkan sumber alam yang melimpah, atau sumber daya manusia yang cukup, tetapi bangsa yang besar juga harus dibangun dengan mental yang kuat, moral yang kokoh dan itu akan kami sampaikan dimana-mana,"ujarnya di kawasan Candi Mendut, Magelang, pada Kamis (1/6/2023).

Ia menambahkan, pesan tersebut disampaikan karena melihat kondisi bangsa Indonesia saat ini.

"Karena menengarai banyak terjadi meskipun dalam skala yang kecil, kekerasan seperti pembunuhan, tawuran, kemudian perlakukan kurang baik kepada pekerja migran, korupsi juga masih di segala lini, kami ingin mengingatkan kepada masyarakat bukan hanya kepada umat Buddha, siapa yang berkenan mendengar, kita harus memperkuat moral kita, memperkokoh mental kita, untuk membangun dan menjaga keluhuran bangsa ini,"tuturnya.

Apalagi bangsa Indonesia sebentar lagi akan memasuki tahun politik, Dia pun meminta agar bangsa Indonesia tetap menjaga keluhuran bangsa dan jangan terpecah-pecah.

"Jangan sampai tahun politik sekarang ini, pesta demokrasi yang akan datang itu menghancurkan keluhuran bangsa, seribu tahun yang lalu dunia sudah mengenal bangsa ini, bangsa Indonesia ini di kawasan nusantara ini bangsa yang luhur sejak zaman Sriwijaya, Syailendra dan keluhuran itu harus terjaga sampai sekarang. Jangan sampai pilihan berbeda, boleh berbeda, tetapi kerukunan dikorbankan karena kerukunan itu adalah salah satu ciri bangsa yang luhur, bangsa yang terpecah-pecah ya tentu bukan bangsa yang luhur,"urainya. 

Bante Sri Pannyavaro Mahathera juga sangat mengapresiasi kedatangan Biksu Thudong di Magelang.

Bahkan, para Biksu Thudong juga mengunjunginya di Vihara Mendut.

"Kami apresiasi dengan perjalanan spiritual yang sering dinamakan Dharmayatra yang dilakukan oleh Bikhu tersebut. Tudhong adalah lafal dari masyarakat Thai dari Bahasa Pali  Dhutanga, Dhuta artinya bagian sedangkan Anga artinya bagian sulit. Jadi, mereka melakukan praktik untuk bagian yang sulit dilakukan oleh yang lain,"papar Bante Sri Pannyavaro Mahathera.

Atas aktivitas perjalanan spiritual para Biksu Thudong ini, Bante Sri Pannyavaro Mahathera berpesan semoga perjalanan ke Borobudur menambah inner strength (kekuatan di dalam) untuk menjalani kehidupan biksu dengan baik.

"Sehingga, mencapai kemajuan spritual yang lebih tinggi lagi. Dan, adalah kelaziman di dunia para biksu yang lebih junior mencari yang senior untuk memberi peringatan. Karena itu, ketika mereka (Biksu Thudong) bersujud, saya tanya dulu sudah berapa lama jadi biksu, kalau ada yang lebih tua dari saya, saya harus bersujud kepada mereka. Yang paling tua di rombongan itu 31 tahun menjadi biksu, selisih banyak dengan saya,"urainya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved