ADVERTORIAL
DP3AP2 Bersama DPRD DIY Tanggapi Persoalan Ketidakharmonisan Jalinan Komunikasi Keluarga
DP3AP2 dan DPRD DIY membahas persoalan membangun keharmonisan keluarga melalui komunikasi positif.
Penulis: Neti Istimewa Rukmana | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Daerah Istimewa Yogyakarta bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY membahas persoalan membangun keharmonisan keluarga melalui komunikasi positif.
Pasalnya, persoalan ketidakharmonisan dalam berkomunikasi bisa memberikan dampak buruk berupa munculnya kekerasan bagi komunikator maupun komunikan.
Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi, menjelaskan bahwa komunikasi pada umumnya tidak harus verbal.
"Karena ada anggota anggota keluarga, anggota masyarakat kita yang tidak menggunakan komunikasi verbal. Misalnya menggunakan bahasa isyarat dan lain sebagainya. Artinya komunikasi (bisa dilakukan) secara luas apapun caranya," ucapnya saat menghadiri podcast Family Talk Membangun Keharmonisan Keluarga Melalui Komunikasi Positif yang tayang di chanel Youtube DP3AP2 DIY, Senin (13/3/2023).
Pasalnya, melalui komunikasi, manusia sebagai makhluk sosial bisa menyampaikan, mendengar dan lain sebagainya untuk menjalin kenyamanan bersama.
Baca juga: Ketua Komisi A DPRD DIY Jelaskan Tugas Satlinmas Dalam Pelaksanaan Pemilu 2024
"Termasuk kalau (terdapat seseorang saat) menyampaikan sesuatu secara tidak nyaman, (maka) yang menerima juga tidak nyaman. Akhirnya tujuan menjalin komunikasi tidak dapat atau tidak tercapai," tutur Erlina.
"Komunikasi itu kan dalam rangka menyampaikan sesuatu supaya apa yang kita sampaikan itu diterima dengan baik. Kadang kala berisi seperti instruksi dan sebagainya atau keinginan kita untuk orang lain melakukan sesuatu. Sehingga kalau kita menyampaikan, orang lain kita harapkan untuk bereaksi seperti yang kita inginkan, biasanya seperti itu," tambah dia.
Namun, di dalam komunikasi kadang kala terdapat krisis komunikasi yang mana dalam hal itu adalah apa yang tersampaikan tidak ditangkap dengan baik dan tidak memberikan feedback sesuai keinginan yang menyampaikan pesan.
"Sehingga menjadi stuck atau lag dan lain sebagainya. (Artinya) ada deviasi antara yang disampaikan atau yang ini diterima tadi dengan penerima (pesan). Nah, ini yang kemudian menjadi tidak tercapai (dari) apa yang menjadi tujuan komunikasi," tuturnya.
"Tidak tercapai tujuan dari komunikasi itu akan berdampak banyak sehingga apa yang diinginkan, disepakati, dilakukan dan lain sebagainya menjadi tidak dilakukan. Nah yang tidak dilakukannya ini akan mengganggu keharmonisan, mengganggu tata cara atau proses yang diinginkan (dalam menjalin komunikasi)," sambung Erlina.
Apabila ketidak tersampainya jalinan komunikasi dengan baik itu dikaitkan di dalam kehidupan keluarga, maka seringkali muncul suatu permasalahan berupa ketidakharmonisan.
"Karena ketidakharmonisan itu kan sebenarnya terasa. (Ketidakharmonisan) mulai tingkat ringan sudah terasa, apalagi (tingkat) sedang dan berat. (Bahkan ketidakharmonisan itu) sudah sampai (fase) kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," jelasnya.
Maka dari itu, dibutuhkan pembelajaran jalinan komunikasi sejak dini maupun kesanggupan dalam menjalankan keharmonisan komunikasi, baik itu secara verbal maupun non verbal.
Namun, apabila terjadi krisis komunikasi yang dapat menimbulkan KDRT bagi komunikator maupun komunikan, disarankan olehnya untuk segera mengatasi permasalahan tersebut dengan baik.
Baca juga: Pansus BA 5 DPRD DIY Beri Masukan ke Pemda DIY Terkait Pelaksanaan Perda Penanganan Kemiskinan
"(Karena) ketika permasalahan itu tidak diselesaikan dari awal, maka sangat mungkin bertambah level permasalahannya menjadi lebih sulit untuk dicarikan solusi bersama," urai Erlina.
"Nah sebetulnya bila satu keluarga memiliki masalah dan sudah menjadi sulit untuk dipecahkan bersama atau mencapai kesepakatan kesepakatan (untuk) menjadi harmonis kembali, sebenarnya pemerintah itu sudah menyiapkan layanannya di masing-masing kabupaten/kota," ujar dia.
Tidak sebatas itu saja, Pemerintah DIY sudah menyiapkan layanan telekonseling psikologi terkait pengasuhan, tumbuh kembang anak, remaja serta permasalahan perempuan dan keluarga yang bernama Telekonseling Sahabat Anak dan Keluarga (TeSAGa).
"Kami juga siapkan petugas-petugasnya dan ada para sarjana psikologi atau konselor-konselor yang sudah dilatih. Kemudian, kami memiliki pusat pembelajaran keluarga, jadi ada telekonselingnya," pesan Erlina.
Walau demikian, telekonseling yang dipersiapkan oleh DP3AP2 DIY itu juga bisa bersifat offline.
Artinya, masyarakat yang sedang memiliki masalah dan hendak mencari solusi kepada psikolog atau konselor bisa datang langsung ke UPT PPA yang berada di masing-masing Kabupaten/Kota di DIY.
"Di situ juga ada pisikolognya dan rahasia (permasalahan setiap orang) terjamin. Bahkan kalau tidak melaporkan sendiri (mengenai) kekerasan, orang yang melaporkan kekerasan itu identitasnya juga dirahasiakan. Jadi itu yang kami pegang, karena demi kenyamanan bersama juga," beber Erlina.
Menanggapi persoalan itu, Anggota Komisi D DPRD DIY, Nurcholis Suharman berujar bahwa kunci keharmonisan adalah komunikasi.
"Komunikasi adalah salah satu faktor utama dalam kita memberikan suatu kenyamanan dan ketentraman dalam suatu keluarga. Karena di dalam suatu komunikasi yang enak dan nyaman itu semua akan menjadi lebih tentram, nyaman dan enjoy di dalam berhubungan sesama anggota keluarga," katanya.
Tapi ia menegaskan, di dalam jalinan komunikasi harus disertai dengan jalinan frekuensi pesan yang selaras dan tidak memaksakan diri orang lain demi kepentingan komunikator maupun komunikan.
"Intinya tidak bisa kalau kita ingin Berkomunikasi dengan baik dan nyaman ini harus dua belah pihak antara komunikan dan komunikator nya harus betul-betul bisa satu frekuensi," ujar Nurcholis.
"Kalau kita bicara komunikasi itu kan ada beberapa aspek yang perlu kita ketahui. Misalnya, komunikator sendiri dan komunikan. Kemudian medianya itu apa dan lingkungan yang mempengaruhi (seperti apa?)," lanjutnya.
Baca juga: DPRD DIY : Kemudahan Investasi Harus Dibarengi Penegakan Hukum
Hal-hal itu dinilai dapat mempengaruhi kelancaran atau ketidaklancaran suatu komunikasi. Termasuk penekanan ego masing-masing individu.
"Jadi kalau kita kaitkan dengan memaksakan diri (dalam berkomunikasi), saya kira mungkin bisa saja. Tapi, caranya harus betul-betul dikemas (dengan baik). Jangan sampai hal itu terkesan memaksakan," pinta dia.
Pasalnya, ketika menjalin komunikasi di suatu keluarga, maka terdapat perbedaan golongan usia baik itu dari orang tua dan anak.
Bahkan, terkadang terdapat keterlibatan orang lain di dalam suatu keluarga.
"Nah kalo memang prinsip-prinsip (komunikasi) itu harus dipaksakan kepada anak dalam rangka pendidikan atau membina atau membentuk budipekerti memang harus ada. Tapi, cara memaksakan komunikasi itu harus dengan baik agar bisa diterima," ujar Nurcholis.
"Nah, itu perlu ada teknik sendiri dan lain sebagainya untuk komunikasi dengan anak. Jadi tidak terkesan memaksakan. (Bisa melalui) diskusi, dengan diajak ngobrol, dengan kita memberikan contoh contoh. Itu mungkin nilai-nilai yang kita sampaikan kepada anak atau anggota keluarga yang lain," tambah Nurcholis.( Tribunjogja.com )
Semarak Sibakul Sambut Akhir Tahun 2024 : Transformasi UMKM DIY agar Cepat Naik Kelas |
![]() |
---|
BRI Salurkan 1.000 Paket Sembako magi Masyarakat Kurang Mampu di Kelurahan Jakarta Timur |
![]() |
---|
Wakil Komisi B DPRD Bantul Edy Prabowo Dorong Optimalisasi Peningkatan Potensi Wisata |
![]() |
---|
Lakukan Touring Mobil Listrik Jelang Nataru, Samsul Akui Puas Dengan Infrastruktur Penunjang PLN |
![]() |
---|
New Experience with New Honda Scoopy, Sensasi Gaya Berkendara Unik dan Fashionable |
![]() |
---|