ADVERTORIAL
DP3AP2 Bersama DPRD DIY Tanggapi Persoalan Ketidakharmonisan Jalinan Komunikasi Keluarga
DP3AP2 dan DPRD DIY membahas persoalan membangun keharmonisan keluarga melalui komunikasi positif.
Penulis: Neti Istimewa Rukmana | Editor: Gaya Lufityanti
"Nah sebetulnya bila satu keluarga memiliki masalah dan sudah menjadi sulit untuk dipecahkan bersama atau mencapai kesepakatan kesepakatan (untuk) menjadi harmonis kembali, sebenarnya pemerintah itu sudah menyiapkan layanannya di masing-masing kabupaten/kota," ujar dia.
Tidak sebatas itu saja, Pemerintah DIY sudah menyiapkan layanan telekonseling psikologi terkait pengasuhan, tumbuh kembang anak, remaja serta permasalahan perempuan dan keluarga yang bernama Telekonseling Sahabat Anak dan Keluarga (TeSAGa).
"Kami juga siapkan petugas-petugasnya dan ada para sarjana psikologi atau konselor-konselor yang sudah dilatih. Kemudian, kami memiliki pusat pembelajaran keluarga, jadi ada telekonselingnya," pesan Erlina.
Walau demikian, telekonseling yang dipersiapkan oleh DP3AP2 DIY itu juga bisa bersifat offline.
Artinya, masyarakat yang sedang memiliki masalah dan hendak mencari solusi kepada psikolog atau konselor bisa datang langsung ke UPT PPA yang berada di masing-masing Kabupaten/Kota di DIY.
"Di situ juga ada pisikolognya dan rahasia (permasalahan setiap orang) terjamin. Bahkan kalau tidak melaporkan sendiri (mengenai) kekerasan, orang yang melaporkan kekerasan itu identitasnya juga dirahasiakan. Jadi itu yang kami pegang, karena demi kenyamanan bersama juga," beber Erlina.
Menanggapi persoalan itu, Anggota Komisi D DPRD DIY, Nurcholis Suharman berujar bahwa kunci keharmonisan adalah komunikasi.
"Komunikasi adalah salah satu faktor utama dalam kita memberikan suatu kenyamanan dan ketentraman dalam suatu keluarga. Karena di dalam suatu komunikasi yang enak dan nyaman itu semua akan menjadi lebih tentram, nyaman dan enjoy di dalam berhubungan sesama anggota keluarga," katanya.
Tapi ia menegaskan, di dalam jalinan komunikasi harus disertai dengan jalinan frekuensi pesan yang selaras dan tidak memaksakan diri orang lain demi kepentingan komunikator maupun komunikan.
"Intinya tidak bisa kalau kita ingin Berkomunikasi dengan baik dan nyaman ini harus dua belah pihak antara komunikan dan komunikator nya harus betul-betul bisa satu frekuensi," ujar Nurcholis.
"Kalau kita bicara komunikasi itu kan ada beberapa aspek yang perlu kita ketahui. Misalnya, komunikator sendiri dan komunikan. Kemudian medianya itu apa dan lingkungan yang mempengaruhi (seperti apa?)," lanjutnya.
Baca juga: DPRD DIY : Kemudahan Investasi Harus Dibarengi Penegakan Hukum
Hal-hal itu dinilai dapat mempengaruhi kelancaran atau ketidaklancaran suatu komunikasi. Termasuk penekanan ego masing-masing individu.
"Jadi kalau kita kaitkan dengan memaksakan diri (dalam berkomunikasi), saya kira mungkin bisa saja. Tapi, caranya harus betul-betul dikemas (dengan baik). Jangan sampai hal itu terkesan memaksakan," pinta dia.
Pasalnya, ketika menjalin komunikasi di suatu keluarga, maka terdapat perbedaan golongan usia baik itu dari orang tua dan anak.
Bahkan, terkadang terdapat keterlibatan orang lain di dalam suatu keluarga.
Semarak Sibakul Sambut Akhir Tahun 2024 : Transformasi UMKM DIY agar Cepat Naik Kelas |
![]() |
---|
BRI Salurkan 1.000 Paket Sembako magi Masyarakat Kurang Mampu di Kelurahan Jakarta Timur |
![]() |
---|
Wakil Komisi B DPRD Bantul Edy Prabowo Dorong Optimalisasi Peningkatan Potensi Wisata |
![]() |
---|
Lakukan Touring Mobil Listrik Jelang Nataru, Samsul Akui Puas Dengan Infrastruktur Penunjang PLN |
![]() |
---|
New Experience with New Honda Scoopy, Sensasi Gaya Berkendara Unik dan Fashionable |
![]() |
---|