Berita Pendidikan Hari Ini

Jawaban Rektor UGM Soal Demo Mahasiswa yang Tolak Wacana Uang Pangkal: Hanya untuk yang Mampu

Aliansi mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan aksi penolakan uang pangkal di Balairung, Gedung Pusat UGM, Senin (13/3/2023).

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Ardhike Indah
Demo mahasiswa UGM menolak adanya uang pangkal untuk calon mahasiswa 2023/2024 di Balairung UGM, Senin (13/3/2023) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Aliansi mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan aksi penolakan uang pangkal di Balairung, Gedung Pusat UGM, Senin (13/3/2023).

Tim Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) UGM, Al Syifa Rachman mengatakan, pada 17 Januari 2023 lalu, Rektor UGM, Prof. Ova Emilia sempat mewacanakan akan adanya uang pangkal untuk calon mahasiswa baru.

“Kami ingin memperjuangkan jangan ada kewajiban uang pangkal. Sejak audiensi, dari pihak rektorat selalu berkutat UGM tentang dana,” katanya ketika diwawancara Tribunjogja.com, Senin (13/3/2023).

Selama ini, uang pangkal di UGM bersifat opsional dan mahasiswa bisa memilih untuk tidak memberi uang pangkal.

Baca juga: Disbud DIY Gelar Kompetisi Pendanaan Pembuatan Film untuk Dukung Industri Perfilman Lokal

Ketiadaan uang pangkal ini dianggap meringankan mahasiswa kurang mampu yang ingin berkuliah di UGM.

"Kami menolak uang pangkal dan pungutan lain di luar Uang Kuliah Tunggal [UKT]. Dan di tahun lalu ada sumbangan sukarela, kami juga menolak karena kami sudah memiliki platform sumbangan sahabat UGM, jadi menurut kami hal tersebut bisa didesentralisasikan," jelasnya.

Rektor UGM, Prof. Ova Emilia turut menemui massa aksi di depan Balairung dan menjelaskan terkait wacana pengadaan uang pangkal tersebut.

Ia mengatakan, UGM adalah universitas berstatus Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang menerima bantuan pemerintah.

Meski demikian, bantuan tersebut memiliki nominal yang semakin kecil dan tidak mampu untuk menutup Biaya Kuliah Tunggal (BKT).

BKT merupakan keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi (prodi) di perguruan tinggi negeri (PTN).

“Kami mengalami defisit. Kami membedakan antara masuk yang berkaitan dengan uang untuk operasional kuliah dan uang lain karena uang kuliah ini pemasukannya sekitar sepertiga dari yang masuk UGM,” jelasnya.

Ova menegaskan, UGM tetap ingin membantu sebanyak mungkin mahasiswa kurang mampu.

Ia juga tidak ingin melihat mahasiswanya drop out lantaran tidak memiliki biaya untuk membayar kuliah.

“Sumbangan hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri dan mampu. Bagi yang tidak mampu, tidak perlu membayar sumbangan,” terangnya.

Pada bulan Januari 2023, Wakil Rektor UGM Bidang SDM dan Keuangan, Prof. Supriyadi, M.Sc., menjelaskan UKT di UGM yang dibayarkan setiap semester oleh mahasiswa terbagi menjadi delapan level.

Level tertinggi, kata dia, masih di bawah atau sama dengan BKT.

Rerata selama lima tahun terakhir, sebagian besar mahasiswa, yakni 49,5 persen membayar UKT level 3, 4 dan 5.

Kemudian, sebanyak 18,5 persen membayar di dua kategori UKT terendah, yakni 1 dan 2.

Berikutnya, sebesar 17,6 persen di UKT 6 dan 5,3 persen di UKT 7.

Sementara, hanya sebesar 9,2 persen jumlah mahasiswa yang membayar UKT tertinggi, yakni UKT 8.

Namun, ke depan, akan ada skema baru yang dinilai lebih adil untuk calon mahasiswa 2023/2024.

“Akan ada skema kebijakan untuk mensubsidi UKT ini. Jadi, disebut UKT bersubsidi. Untuk UKT level 1 dan 2, itu sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per semester,” terangnya saat menemui massa aksi, Senin (13/3/2023).

Dikatakannya, dua kelompok di level UKT terendah itu akan disatukan dan diberi subsidi 100 persen.

Dengan begitu, mereka tidak perlu membayar kuliah.

Hal ini sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Selanjutnya, akan ada subsidi 75 persen, 50 persen, 25 persen dan bagi mahasiswa yang mampu, mereka akan membayar UKT Pendidikan Unggul.

Penetapan UKT Pendidikan Unggul UGM dan UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi UGM didasarkan pada kemampuan ekonomi kedua orang tua atau penanggung jawab biaya pendidikan mahasiswa.

Kemampuan ekonomi dievaluasi berdasarkan dokumen-dokumen yang diunggah oleh calon mahasiswa setelah dinyatakan diterima dan melakukan pendaftaran ulang.

Baca juga: Bawaslu Gunungkidul Upayakan Warga Disabilitas Bisa Pakai Hak Pilihnya di Pemilu 2024

Lebih lanjut, dia menyampaikan, skema ini lebih baik dan berkeadilan bagi para calon mahasiswa baru. Program ini akan berlaku bagi calon mahasiswa angkatan 2023/2024 ini.

Melansir laman UM UGM, UKT Pendidikan Unggul atau yang tidak disubsidi yang tertinggi berada di rumpun Prodi Kedokteran Hewan, Kedokteran dan Kedokteran Gigi, yakni sebanyak Rp 24,7 juta.

Sementara, UKT Pendidikan Unggul terendah berada di rumpun Prodi Bahasa dan Kebudayaan Korea, Bahasa dan Sastra Indonesia, Pariwisata, Sastra dan Budaya Jawa, Bahasa dan Kebudayaan Jepang, Bahasa dan Sastra Prancis serta Sastra Arab. (ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved