Buntut Perubahan Substansi Putusan, MK Bentuk Lembaga MKMK
Mahka mah Konstitusi (MK) membuat lembaga baru yang disebut Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) membuat lembaga baru yang disebut Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Lembaga ini dibuat untuk menyelesaikan perkara perubahan/perbedaan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara nomor 103/PUU-XX/2022 soal uji materil Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.
Namun, anggota dalam lembaga yang akan mulai aktif bekerja pada 1 Februari 2023 mendatang ini, turut di dalamnya Hakim MK Enny Nurbaningsih yang masih berstatus hakim aktif di MK.
Enny menjelaskan, ada tiga perwakilan yang turut menjadi anggota di dalam MKMK.
Tiga perwakilan itu masing-masing ialah, satu orang hakim aktif, satu orang tokoh masyarakat yang paham ihwal hukum serta konstitusi, dan satu orang akademisi.
“Hakim aktifnya, berdasarkan kesepakatan hasil RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim), menunjuk saya sebagai salah satu anggota dari hakim yang masih aktif,” kata Enny, Senin (30/1/2023).
Lebih lanjut, Enny menegaskan, MK tidak bisa mengintervensi MKMK dalam kerjanya. Meski Enny selaku hakim aktif MK turut di dalam MKMK, ia berkomitmen untuk bekerja secara independen.
“Jadi, kami (MK) juga tidak bisa mengintervensi MKMK yang akan terbentuk nantinya. Biarkanlah mereka yang bekerja. Sekalipun nanti dikatakan di situ kok ada hakim aktif, tetapi itu perintah Undang-Undang, saya juga akan bekerja independen sebagaimana keyakinan saya,” katanya.
“Tidak perlu kemudian, lewat media ini pula kami akan menuntut bagaimana proses prosedur yang terkait teknis soal salinan dan segala macam itu. Saya kira kita serahkan sepenuhnya pada MKMK untuk kemudian menyampaikan hal-hal yang terkait dengan yang dipertanyakan tadi,” tegasnya.
Sementara Wakil Ketua MK, Arief Hidayat memastikan tetap akan fokus dan kerja-kerja pihaknya tidak terganggu. Terkhusus dalam mempersiapkan gugatan di Pemilu Serentak 2024 nanti.
"Mohon kesabaran dan pengertiannya, kita akan segera menindaklanjuti apa yang diinginkan oleh publik, menyelesaikan persoalan yang kita anggap sangat penting untuk segera diselesaikan. Karena kita para hakim bersembilan sepakat, yang terpenting menjaga kepercayaan publik kepada MK," ujar Arief Hidayat.
"Apalagi, di tengah situasi MK harus menyiapkan diri untuk bisa menjadi lembaga penyelesaiaan dalam rangkaian pesta lima tahun sekali, yaitu Pilpres, Pileg dan Pilkada yang akan berlangsung pada tahun-tahun yang akan datang," sambungnya.
Selain itu, Arief juga memastikan sekarang ini MK harus menyelenggarakan berbagai pekerjaan yang berkenaan dengan tugas dan kewenangan rutin, yaitu menyelesaikan berbagai pengujian UU yang cukup krusial.
Oleh karena itu, Arief memohon dukungan dari publik secara umum dan masyarakat pemerhati hukum, khususnya pemerhati MK, untuk bisa menjadi lembaga yang betul-betul mampu menyelesaikan tugasnya.
"Yaitu, sebagaimana kewenangan dan fungsi dari MK yang diatur dalam UUD 1945 dan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.
Sebelumnya perubahan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK diduga disengaja.
Advokat selaku pemohon dalam perkara itu, Zico Leonard Diagardo berpandangan, perubahan itu tidak mungkin sekadar salah ketik atau typo karena tertuang di risalah sidang yang merupakan transkrip dari pembicaraan dalam sidang.
"Saya yakin, ini enggak mungkin typo karena bukan di putusan doang, di risalah. Risalah itu adalah transkrip kata-kata pada saat sidang. Tidak pernah saya menemukan risalah tuh berubah juga, beda dari yang diucapkan di sidang," kata Zico.
Dugaan perubahan ini ditemukan Zico saat mendapati adanya perbedaan antara frasa yang dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang berbeda dengan risalah sidang yang diterimanya, yakni dari "dengan demikian, ..." menjadi "ke depan, ...".
"Pada saat dibacakan itu hakim konstitusi Saldi Isra, 'dengan demikian hakim konstitusi hanya bisa diganti jika sesuai dengan ketentuan pasal 23 UU MK'," ujar Zico.
"Tapi, di putusan dan risalah sidang, risalah lho, notulen sidang itu, itu kata-katanya 'ke depan', 'ke depan hakim konstitusi hanya boleh diganti sesuai dengan pasal 23'," katanya lagi.
Secara utuh, putusan yang dibacakan Saldi Isra adalah, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK…”.
Sedangkan, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis: “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK…”.
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, redaksi versi putusan yang dibacakan hakim Saldi Isra lah yang berlaku dan berkekuatan hukum, bukan redaksi versi salinan putusan maupun risalah sidang yang kata-katanya berbeda dengan yang disampaikan Saldi di hadapan sidang.
"Tentu saja putusan yang dibacakan yang harus digunakan, karena itu lah putusan hakim dalam sidang yang terbuka untuk umum," kata Feri.
Feri menegaskan, hal-hal yang disampaikan oleh hakim dalam persidangan tidak boleh diubah. Pengubahan redaksional dapat dianggap sebagai upaya pemalsuan atau mencoba mengubah makna yang diinginkan dari putusan hakim. (Tribun Network)
Kabar Duka Mpok Alpa Meninggal Dunia Hari Ini Jumat 15 Agustus 2025 Setelah Berjuang Melawan Kanker |
![]() |
---|
Tanggapan Bupati Magelang Soal Putusan MK Sekolah Swasta Gratis |
![]() |
---|
Adian Napitupulu: Putusan MK soal Pendidikan Gratis Harus Dijalankan, Tanpa Berkeluh Kesah |
![]() |
---|
Alumni UMY Menangkan Permohonan Pemisahan Jadwal Pemilu Nasional dan Lokal |
![]() |
---|
Komentar MK Soal Isu Pernikahan Sesama Jenis di Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.