Warga Karangbajang Ramai-ramai Tinggalkan Ruang Musyawarah Jalan Tol Yogyakarta-Solo di Tlogoadi 

Warga serentak meninggalkan ruang musyawarah karena nilai ganti rugi dari tim appraisal dinilai terlalu rendah.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Ahmad Syarifudin
Warga Karangbajang ramai-ramai walkout meninggalkan ruang musyawarah kesepakatan bentuk ganti rugi proyek jalan tol di Kalurahan Tlogoadi, Sleman, Selasa (17/1/2023) 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Musyawarah kesepakatan ganti rugi lahan terdampak pembangunan jalan Tol Yogyakarta-Solo seksi II untuk warga padukuhan Karangbajang di Kalurahan Tlogoadi kembali diwarnai aksi walkout, Selasa (17/1/2023).

Aksi serupa juga dilakukan oleh warga Padukuhan Nglarang, pada agenda musyawarah yang digelar sehari sebelumnya.

Warga serentak meninggalkan ruang musyawarah karena nilai ganti rugi dari tim appraisal dinilai terlalu rendah.

"Yang jelas harga (appraisal) yang sudah kita terima itu, belum layak dan adil menurut Permen nomor 19 tahun 2021. Sebagai gambaran saja, secara geografis Tlogoadi dibandingkan Tirtoadi itu harga normal (tanah) saat ini pun tinggi Tlogoadi. Yang sudah terjadi, justru di Tirtoadi lebih tinggi dari Tlogoadi. Ini kenapa bisa terjadi. Ada yang salah dengan appraisal. Padahal timnya sama," kata Anang Wiyadi, warga Karangbajang yang terdampak jalan tol Yogyakarta-Solo, seusai memutuskan keluar dari ruang musyawarah di Tlogoadi, Selasa (17/1/2023). 

Tanah milik Anang yang terdampak jalan Tol Yogyakarta-Solo seluas 246 meter dan tanah orangtuanya seluas 2.000 meter persegi.

Lokasi tanah tersebut diakui strategis dekat jalan raya namun dihargai Rp2.800.000/ meter.

Sementara tanah orangtuanya dihargai Rp2.600.000/ meter.

Padahal di padukuhan simping - Rajek Kalurahan Tirtoadi, sepengetahuan dia, yang harga pasaran tanahnya lebih rendah dari Tlogoadi justru rata-rata dihargai kisaran Rp3.800.000 - Rp4.100.000 per meter. 

Anang menilai ada diskriminasi harga. Apalagi, dengan harga appraisal Rp 2.800.000/meter membuat warga Karangbajang terdampak jalan tol kesulitan mencari tanah pengganti.

Menurut Anang, di Karangbajang seharusnya dihargai Rp 4.000.000/meter.

Jika tanah tersebut dekat atau mangku jalan Rp 4.500.000/meter.

Dengan harga tersebut, warga baru bisa mencari tanah pengganti. 

"Yang jelas kita sangat mendukung dengan program jalan tol. Tapi kami ingin harga yang adil," kata dia.

Hal serupa juga disuarakan Supriyadi, warga Nglarang, Kalurahan Tlogoadi.

Menurut dia, nilai appraisal di padukuhan Nglarang juga dinilai terlalu rendah.

Ada dua lahan miliknya yang terdampak Tol Yogyakarta-Solo seluas hampir 3.000 meter dan 262 meter persegi.

Lahan tersebut dihargai Rp2.900.000/meter dan yang dekat jalan raya dihargai Rp 3.300.000/meter. Harga tersebut jauh dari harga pasaran. 

"Saya kira pikiran pihak appraisal itu harusnya bisa pakai hati nurani. Istilahnya di situ itu istana kita, itu tempat rumah kita sejak dulu di situ, sudah nyaman sekali. Tapi penghargaan dia tidak ada," katanya. 

Dikonfirmasi, Ketua Pengadaan Tanah yang juga Kepala Kanwil BPN DIY, Suwito, menyampaikan warga meninggalkan ruang musyawarah bukan berarti menolak.

Warga dikatakan menolak jika sudah menandatangani berita acara penolakan.

Warga yang meninggalkan ruang musyarawah hari ini artinya masih menunda keputusan. Pihaknya mengaku masih akan menunggu 14 hari.

"Ya kami tunggu 14 hari perkembangannya seperti apa. Kami nanti setelah ini mencoba komunikasi dengan lurah, kadus, tokoh-tokoh nanti seperti apa, kami tunggu rentang waktu yang tersedia," kata dia. 

Soal nilai appraisal, Suwito menjelaskan besar - kecilnya nilai ganti rugi menjadi prerogatif dari tim appraisal.

Tentunya dengan pelbagai pertimbangan. Tanah pekarangan, tanah pertanian, maupun tanah yang memiliki akses jalan besar dengan jalan kecil tentu nilainya akan berbeda.

Pihaknya tidak bisa melakukan intervensi. Ia justru berharap, nilai ganti rugi yang didapatkan warga besar.

Karena jika rakyat senang dirinya pun ikut senang. Artinya akan semakin memudahkan dalam menjalankan tugas pengadaan tanah. 

"Tapi kan tim appraisal punya preferensi dan pertimbangan tersendiri. Tidak bisa kami intervensi, ya monggo tim appraisal pasti ada dasar pertimbangan tersendiri," kata dia. 

Sementara itu, PPK Pengadaan Tanah Jalan Tol Yogyakarta-Solo, Dian Ardiansyah, mengatakan tim appraisal yang turun untuk melakukan penilaian tentu sudah memiliki kompetensi.

Sehingga siapapun yang menjadi tim appraisal akan mendasarkan nilai yang sudah ada sebelumnya dalam satu himpunan di lokasi tersebut.

Artinya antara tim appraisal, satu dengan lainnya sebenarnya sudah saling berkomunikasi. 

"Kita tidak bisa melihat penilai A bisa jadi lebih tinggi, penilai si B bisa jadi lebih rendah, itu gak seperti itu. Karena appraisal ini kan dia punya kompetensi, bukan karena tim penilainya berbeda lalu menilainya lebih rendah atau lebih tinggi, Tidak. Karena tim appraisal di Tlogoadi dan Tirtoadi tentunya sudah menilai berdasarkan data-data transaksi yang ada di sekitar itu. Kami PPK maupun P2T (panitia pengadaan tanah), sudah tidak melakukan upaya apapun untuk memengaruhi nilai tersebut, karena memang tidak boleh," jelas dia.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved