Wonderful Riau Islands

Ke Pulau Penyengat, Temukan Masjid Yang Dibangun Pakai Putih Telur, Makam Para Raja dan Sumur Ajaib

Ketika badan sudah berada di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, maka bakal rugi jika tak meluncur ke Pulau Penyengat.

Editor: ribut raharjo
Istimewa via Kompas.com
Pembangunan Masjid Raya Sultan Riau Penyengat memiliki hal yang unik. Keunikan itu terlihat dari salah satu bahan campuran pembangunan masjid yang menggunakan putih telur. 

TRIBUNJOGJA.COM, KEPRI - Ketika badan sudah berada di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, maka bakal rugi jika tak meluncur ke Pulau Penyengat.

Jaraknya tidak jauh, hanya sekitar dua kilometer dari Tanjung Pinang, Ibukota Provinsi Kepulauan Riau atau yang moncer dengan sebutan Kepri.

Apa saja yang ada di Pulau Penyengat? Pulau ini memiliki kekayaan sejarah yang tentu wajib kamu ketahui.

Untuk ke pulau dengan luasan 2 kilometer persegi ini, bisa dijangkau dengan kapal pompong dari dermaga Tanjungpinang dengan waktu tempuh sekitar 15 menit.

Pulau Penyengat menyimpan sejarah yang manarik. Menurut cerita lokal, Penyengat berasal dari kisah seorang pelaut yang disengat lebah pada saat mengambil air di pulau ini sehingga disebutlah Pulau Penyengat.

Orang Belanda menjuluki pulau ini sebagai Pulau Indera dan Pulau Mars sehingga Pulau Penyengat dikenal juga sebagai Penyengat Inderasakti.

Menurut catatan sejarah, Pulau Penyengat merupakan hadiah perkawinan dari Sultan Mahmud Syah kapada istrinya Engku Putri Raja Hamidah pada 1805.

Pada zaman Sultan Mahmud mulailah dibangun pemukiman yang berada di pulau ini.

Sebelum diberikan sebagai hadiah, Sultan Mahmud sebagai Yang Dipertuan Muda IV membangun beberapa benteng, di antaranya Benteng Bukit Kursi.

Benteng tersebut untuk melindungi dari serangan Belanda. Tentunya pemberian pulau ini sebagai hadiah menarik perhatian, sehingga Yang Dipertuan Muda Jaafar (1806-1832) memindahkan tempat kedudukannya di Ulu Riau (Pulau Bintan) ke Penyengat. Sedangkan, Sultan Mahmud pindah Daik-Lingga.

Pada 1857, kondisi Kerajaan Melayu Riau-Lingga sudah tidak stabil karena campur tangan Belanda dalam pemerintahan sehingga Sultan Abdulrahman Muazamsyah memindahkan pusat kerajaan Melayu Riau-Lingga dari Daik ke Penyengat pada 1900.

Pemindahan pusat kekuasaan ke Penyengat tentu tidak terlepas dari posisi geografis di jalur perdagangan.

Maka perlu ada strategi pertahanan yang cukup kuat untuk menghadapi musuh yang ingin menguasai Pulau Penyengat.

"Jadi dulu ada yang mengatakan juga pulau ini dijadikan mas kawin pernikahan antara Sultan Mahmud dengan Raja Hamidah," terang Tetua Adat Pulau Penyengat, Raja Al Hafiz.

Banyak peninggalan bersejarah di Pulau Penyengat yang bisa dikunjungi wisatawan.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved