UMP 2023
UMP DIY Naik 7,65 Persen, Ini Provinsi dengan Kenaikan UMP Paling Tinggi Tahun 2023
Pemda DIY menetapkan kenaikan UMP DIY tahun 2023 sebesar 7,65 persen. Provinsi mana saja yang bakal menerapkan kenaikan UMP 2023 tertinggi? Apakah
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM - Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menetapkan besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY 2023 sebesar 7,65 persen, Senin (28/11/2022).
Artinya, UMP DIY di tahun 2023 menjadi Rp 1.981.782,39, terdapat kenaikan Rp 140.866,86 jika dibandingkan tahun 2022, sebesar Rp 1.840.915,53.
Perhitungan UMP 2023 yang sedianya menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 sesuai UU Cipta Kerja diganti dengan Permenaker No 18/2022.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY Aria Nugrahad mengatakan rekomendasi besaran UMP dari Dewan Pengupahan Provinsi mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Baca juga: Kenaikan UMP 2023 di DI Yogyakarta Sebesar 7,65 Persen, Pakar Ekonomi: Mendekati Win-win Solution
Berdasarkan formula baru, telah ditetapkan kenaikan maksimal 10 persen dengan perhitungan mencakup variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan variabel α (alfa).
Dengan alfa yang ditetapkan bervariasi oleh masing-masing provinsi, besaran kenaikan UMP juga beragam antara 5-9 persen.
Setelah UMP ditetapkan, selanjutnya akan dilakukan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang paling lambat diumumkan pada Rabu (7/12/2022) mendatang.
Bagaimana dengan provinsi lain? Berikut tujuh provinsi dengan kenaikan UMP 2023 diatas tujuh persen:
1. Jambi
Pemprov Jambi menetapkan UMP Jambi tahun 2023 naik menjadi sebesar Rp 2.943.000.
Angka ini naik 9,04 persen atau setara Rp 244.000 dari besaran UMP tahun 2022 sebesar Rp 2.698.940.
2. Riau
Pemerintah Provinsi Riau telah menetapkan UMP tahun 2023 naik 8,61 persen.
Perhitungannya, UMP di Riau naik sebesar Rp 253.010, menjadi Rp 3.191.662 dari Rp 2.938.564, UMP di tahun 2022.
3. Sumatera Selatan
Pemprov Sumatera Selatan (Sumsel) menetapkan UMP Sumsel tahun 2023 naik menjadi sebesar Rp 3.404.177.
Angka ini naik 8,26 persen atau sebesar Rp 259.731 dari UMP tahun 2022 yang sebesar Rp 3.144.446.
4. Jawa Tengah
Gubernur Ganjar Pranowo mengumumkan UMP Jawa Tengah tahun 2023 sebesar Rp1.958.169,69.
UMP Jateng naik 8,01 persen atau Rp 145.234,26 dibandingkan UMP Jawa Tengah 2022 yang tercatat Rp 1.812.935.
5. Jawa Barat
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil resmi memutuskan UMP Jabar tahun 2023 naik menjadi sebesar Rp 1.986.670,17.
Angka ini naik 7,88 persen atau sebesar Rp 145.183 dari UMP tahun 2022 sebesar Rp 1.841.487.
6. Bali
Pemerintah Provinsi Bali menetapkan UMP Bali tahun 2023 menjadi sebesar Rp 2.713.672.
Angka ini naik 7,81 persen atau Rp 196.701, dari UMP tahun 2022 sebesar Rp 2.516.971.
7. Jawa Timur
Pemprov Jawa Timur menetapkan UMP 2023 menjadi sebesar Rp 2.040.244.
Angka tersebut naik 7,8 persen atau Rp 148.677 dari UMP tahun 2022 sebesar Rp 1.891.567.
Sementara, Pemprov DKI Jakarta hanya menetapkan kenaikan UMP sebesar 5,6 persen. UMP DKI di tahun 2023 menjadi Rp 4.900.798.
PROTES BURUH
Majelis Pekerja Buruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MPBI DIY) memprotes kebijakan kenaikan UMP DIY yang dianggap tak terlalu signifikan.
Baca juga: Daftar UMP 2023 DKI Jakarta, Jogja, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten
Sebelumnya, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X telah menetapkan UMP tahun 2023 sebesar Rp 1.981.782 atau naik 7,65 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Persentase kenaikan tersebut diyakini tak akan mengurangi angka kemiskinan secara signifikan dan tak mampu mempersempit jurang ketimpangan ekonomi yang menganga di DIY.
"MPBI merasa kecewa berat dan sedih karena atas penetapan UMP tersebut. Upah murah yang ditetapkan berulang-ulang senantiasa membawa buruh pada kehidupan yang tidak layak dari tahun ke tahun, karena upah minimum tidak mampu memenuhi KHL (Kebutuhan Hidup Layak)," kata Juru Bicara MBPI DIY, Irsyad Ade Irawan, Senin (28/11/2022).
Dia melanjutkan, kenaikan upah yang dianggap sangat rendah itu merupakan bentuk ketidakpekaan pemerintah terhadap kesulitan dan himpitan ekonomi buruh di tengah pandemi Covid-19 dan ancaman resesi global.
Irsyad juga menyinggung status keistimewaan DIY yang nyatanya tidak berdaya dalam membuat suatu sistem pengupahan daerah untuk membawa kehidupan layak bagi buruh dan keluarganya.
Dia juga menganggap penetapan UMP DIY 2023 adalah suatu proses yang tidak demokratis karena menghilangkan peran serikat buruh dalam proses penetapan upah.
"Ini sebagai akibat penetapan upah menggunakan rumus/formula yang tidak berbasis survei KHL dan angka-angka yang sudah ditetapkan BPS," jelasnya.
"Dan oleh karena itu, dengan kembali ditetapkan upah murah 2022, MPBI DIY beserta seluruh pekerja/buruh di DIY, kembali menelan pil pahit yaitu belum merasakan manfaat dari keistimewaan DIY," sambungnya.
( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )