Berita Jogja Hari Ini
Masa Tunggu Ibadah Haji yang Lama Menjadi Sorotan Anggota Komisi VIII DPR RI
Masa tunggu ibadah haji yang terlalu lama menjadi sorotan anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI) Ibnu Mahmud Bilalludin.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Masa tunggu ibadah haji yang terlalu lama menjadi sorotan anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR RI) Ibnu Mahmud Bilalludin.
Pernyataan itu disampaikan Mahmud kala menghadiri kegiatan Jagong Masalah Umroh dan Haji (Jamarah) bersama Kementerian Agama (Kemenag) RI, Senin (14/11/2022) di salah satu hotel di Kota Yogyakarta.
Menurut Ibnu, batas kuota haji bukan menjadi persoalan jika lama tunggu keberangkatan itu sebentar.
Baca juga: Kasus Covid-19 Belum Berdampak pada Tingkat Kunjungan Wisatawan ke Bantul
Menurutnya persoalan itu perlu dilihat lebih jauh.
Termasuk dengan melihat ke belakang apakah persoalan yang sesungguhnya betul-betul terjadi pada masa tunggu calon jemaah.
Ia menilai persoalan masa tunggu itu dipicu oleh pendaftar dengan jumlah kuota yang tidak seimbang.
Hal itu yang kemudian tidak serta merta pendaftar bisa diberangkatkan secara sesegera mungkin.
"Sebenarnya kalau jumlah yang daftar ini tidak masalah, kuota itu sesuai saja. Problem utamanya kan karena yang daftar tadi lebih banyak dari kuotanya. Jadi itu yang menjadi problem pertama. Kalau yang daftar sama dengan kuota ya tidak masalah, bisa langsung berangkat," katanya.
Disampaikan Ibnu, hal itu penting untuk segera dicarikan penyelesaiannya. Baik secar model manajemen maupun dari sisi politiknya.
Selain itu, ia menyebut pentingnya menetapkan target lama tunggu haji tersebut.
Lama tunggu yang kemudian masih bisa dilalui oleh para pendaftar haji Indonesia.
"Target kita yang harus kita tetapkan adalah target lama tunggu kita itu berapa, yang paling affordable, orang enggak merasa tua, merasa lama, itu masih pas, apakah, 5, 10, 15, atau 20 tahun," jelas Ibnu.
Persoalan lain yang perlu dipecahkan solusinya adalah mempertimbangkan usia calon jemaah haji yang hendak berangkat.
Menurutnya, harus ada perhitungan lain, bukan sekadar variabel siapa yang lebih dulu mendaftar.
Melainkan juga variabel usia perlu untuk didahulukan.
"Ketika menentukan siapa yang akan berangkat bukan sekadar siapa yang duluan mendaftar. Misal ada 10 ribu orang yang usianya 80 tahun ya harus berangkat. Kalau nunggu setahun lagi kan enggak tahu," terangnya.
"Ini variablenya bukan dulu-duluan daftar atau saat daftar tapi juga usia. Ketika itu dilakukan dan ada formula tertentu nanti akan dirumuskan, nanti yang berangkat itu ada alasan yang memang sudah masuk akal," sambungnya.
Oleh sebab itu, kata Ibnu pentingnya revisi undang-undang haji segera dilakukan.
"Akan ada revisi undang-undang haji, mudah-mudahan ada mekanisme yang lebih baik yang berkeadilan bagi semuanya," tandasnya.
Baca juga: DPD REI DIY Sebut Penjualan Rumah Pada Kuartal IV 2022 Turun, Investasi Naik
Sementara Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, mengaku sudah diundang Arab Saudi untuk membicarakan sejak dini masalah teknis untuk haji.
Termasuk soal kuota dan aturan-aturan baru yang akan muncul.
Selain itu pihaknya terus mendorong untuk dapat merumuskan kebijakan politik yang lebih kuat dan lebih visible serta sustainable untuk penyelenggaraan haji untuk tahun-tahun yang akan datang.
"Kita tidak hanya bicara tahun depan saja. Tapi yang harus kita perhatikan adalah apakah haji ini masih bisa berlanjut di tahun 2025, 2030 apakah masih ada dana haji, ada itu ada biaya atau tidak," pungkasnya. (hda)