PSIM Yogyakarta
Kiper PSIM Yogyakarta, Junaidi Bakhtiar yang Sempat Berposisi Stiker Sebelum Menjadi Kiper
"Justru waktu masih kecil posisi saya bukan sebagai penjaga gawang, tapi bisa bermain di posisi striker ataupun posisi apapun selain kiper," kata
Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Posisi penjaga gawang dalam sebuah kesebelasan adalah posisi yang paling sedikit diantara posisi lain.
Di lapangan hanya akan ada satu kiper di bawah mistar gawang, sementara posisi lain bisa sampai dua bahkan lima.
Selain itu menjadi kiper utama dalam suatu tim memerlukan kerja keras lebih ekstra.
Namun jika sudah menjadi kiper utama, ia akan sering menjadi starter di setiap laga.
Baca juga: Jadi Tuan Rumah Konferensi International, Big Data and Data Sains Bawa Manfaat untuk Jogja
Kiper utama akan sulit tergantikan oleh kiper lainnya.
Situasi paling memungkinkan untuk mengganti kiper utama adalah cedera, atau pelatih memang ingin mencoba kiper lainnya.
Hal itu membuat posisi kiper tidak terlalu banyak diminati sejak awal.
Begitupula dengan pengalaman kiper PSIM Yogyakarta, Junaidi Bakhtiar.
Pria kelahiran 29 November 1995 ini semula bermain sebagai ujung tombak alias striker. Namun nasib dan bakatnya berkata lain.
"Justru waktu masih kecil posisi saya bukan sebagai penjaga gawang, tapi bisa bermain di posisi striker ataupun posisi apapun selain kiper," kata Junaidi tempo hari.
Bagi mantan pemain Persik Kediri ini, sebetulnya tidak ada alasan yang cukup spesial beralih posisi dari striker ke penjaga gawang.
Katanya itu terjadi begitu saja karena kebiasaan dan nalurinya menangkap bola.
"Jadi saya memilih posisi penjaga gawang itu sejak SMP, mungkin karena dasarnya saya suka nangkap-nangkap bola," katanya.
Cerita banting stir dari striker ke kiper ternyata tak hanya dialami Junaidi.
Beberapa pemain kenamaan eropa menemukan bakatnya sebagai kiper saat masih di kelompok usia.
Misalnya, David De Gea, Keylor Navas, hingga Gianluigi Buffon adalah sederet nama kiper handal yang awalnya memilih posisi striker dalam sepak bola.
Mereka adalah pemain yang memiliki naluri menangkap bola yang cermat.
Keylor Navas waktu usianya 17 tahun tercium bakatnya oleh sang pelatih untuk menjadi kiper.
Alasannya karena punya gerakan yang lincah, dan karena dia lebih tertarik menangkap bola. Junaidi juga demikian.
Pemain berusia 26 tahun itu melanjutkan, sepak bola sudah dikenalnya saat masih kecil.
Sepak bola waktu itu sangat populer di daerahnya, setiap hari ia melihat teman-temannya bermain sepak bola. Dari sana Junaidi mulai tertarik dengan si kulit bundar.
"Awalnya karena ketika masih kecil, permainan anak-anak di kampung yang ramai cuma sepak bola, jadi dari sana saya mengenal sepak bola dan bermain sepak bola," katanya.
Baca juga: Warga Gunungkidul Diimbau Rutin Bersihkan Saluran Air untuk Antisipasi Banjir Genangan
Stiker yang Diwaspadai Juniadi
Sebelum berlabuh di PSIM Yogyakarta, Junaidi adalah pemain Persik Kediri .
Ia membela Tim Macan Putih selama hampir tiga musim. Dari sana ia sempat bertemu dengan striker-striker Liga 1 yang memiliki kapasitas mumpuni.
Namun ada satu nama yang paling membuatnya terkesan saat berhadapan satu lawan satu.
"Semua striker berbahaya, tapi kalau yang pernah berhadapan langsung mungkin Ezechiel N’Douassel (eks Persib Bandung dan Bhayangkara FC). Tapi kalau yang belum pernah berhadapan saya lihat Marko Šimic merupakan striker yang berbahaya," kata dia.
Saat ini ia bersama PSIM Yogyakarta bermain di Liga 2.
Dari dua musim ini, ia baru diturunkan sebanyak dua kali saat ditangani Seto Nurdiyantoro musim lalu.
Tentu itu bukan kabar baik. Junaidi perlu meningkatkan performanya agar menjadi pilihan utama di tangan pelatihnya saat ini Erwan Hendarwanto. (tsf)