Berita Kriminal Hari Ini

Penasihat Hukum Terdakwa Kasus Klitih di Gedongkuning Laporkan Penyidik ke Propam Polda DIY

Penasihat Hukum (PH) salah satu terdakwa FAS (18) perkara kekerasan jalanan atau klitih di Gedongkuning, Kotagede, Yogyakarta, bernama Taufiqurrahman

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/Miftahul Huda
Penasihat hukum terdakwa klitih FAS menunjukan surat laporan ke Propam Polda DIY, Jumat (4/11/2022) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Penasihat Hukum (PH) salah satu terdakwa FAS (18) perkara kekerasan jalanan atau klitih di Gedongkuning, Kotagede, Yogyakarta, bernama Taufiqurrahman SH melaporkan penyidik Polsek Kotagede ke Propam Polda DIY.

Laporan tersebut mengenai dugaan para penyidik di Polsek Kotagede yang berupaya menghalang-halangi proses hukum atau obstruction of justice.

Pasalnya, dari fakta persidangan, Taufiqurrahman menyebut pihak penyidik disinyalir melakukan perusakan alat bukti elektronik berupa rekaman kamera CCTV.

Baca juga: Perkembangan Pembangunan Tol Yogyakarta-Bawen Wilayah Magelang dan Sleman

"Kami melaporkan penyidik di Polsek Kotagede ke Propam Polda DIY, yang mana itu terungkap dari fakta persidangan yang mereka (penyidik) lakukan berupa perusakan alat bukti elektronik rekaman CCTV," kata Taufiq, di Mapolda DIY, Jumat (4/11/2022).

Laporan tersebut resmi sesuai pledoi dan pernyataan duplik pada saat persidangan beberapa hari lalu.

"Laporan untuk seluruh penyidik Polsek Kotagede. Karena dalam proses perkara yang disidangkan di PN Yogyakarta itu penyidik pembantu hampir semua diikut sertakan," terang dia.

Perusakan alat bukti elektronik hasil rekaman CCTV yang dimaksud, yakni penyidik diduga mengubah extention rekaman kamera CCTV.

Kemudian, penyidik kepolisian juga diduga mengubah atau menurunkan kualitas gambar rekaman kamera CCTV.

"Umumnya kualitas video CCTV HD atau Mov, ini diubah menjadki 3gp. Akibatnya alat bukti rusak. Sehingga enggak bisa lihat siapa di dalam itu. Terlihat orang tetapi seperti apa, gak bisa dilihat. wajahnya oval, bulat atau seperti apa. Gemuk, kurus itu gak bisa dilihat. Padahal itu penting untuk mengetahui pelakunya," tegas Taufiq.

Dalam hal ini, lanjut Taufiq, seharusnya penyidik tahu persis pelaku kekerasan yang menewaskan seorang pelajar inisial DAA.

Sebab dalam mengungkap kasus ini, yang dilakukan pertama kali oleh Polisi salah satunya mengumpulkan rekaman kamera CCTV.

"Artinya rekaman CCTV itu penting untuk proses penegakan hukum. Tapi oleh mereka itu dirusak," jelasnya.

Dijelaskan Taufiq, ada enam rekaman kamera CCTV yang disinyalir dirusak oleh jajaran penyidik Polsek Kotagede.

"Dalam UU ITE melakukan pengubahan alat bukti elektronik adalah tindakan pengrusakan. Alat bukti elektronik gak bisa diubah," terang dia.

Terdakwa Dirugikan

Atas dugaan perusakan barang bukti tersebut, lanjut Taufiq, kliennya yang diklaim bukan pelaku kejahatan itu dikorbankan menjadi pelaku.

Sementara pelaku sebenarnya menurutnya justru dilindungi oleh oknum polisi.

"Kami lihat ada motif melindungi pelaku. Karena kenapa kok hasil CCTV harus diubah seperti itu. Gak bisa dilihat. Jangankan melihat orang, melihat sepeda motor apa saja gak bisa. Jenis tipenya apa gak bisa," lanjutnya.

Hal yang tak bisa diterima olehnya berdasar fakta persidangan, penyidik dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka tidak memiliki dua alat bukti yang cukup.

Alasannya, para saksi baru diperiksa tanggal 14 April 2022 sampai 21 April 2022.

"Padahal klien (terdakwa) ditangkap tanggal 9 dan 10 April. Artinya satu-satunya bukti penyidik adalah rekaman CCTV. Cuma yang aneh adalah ketika rekaman CCTV kami lihat, kami gak bisa lihat siapa pekakunya. Yang kami lihat iya sosok manusia. Tetapi enggak jelas," terang dia.

"Pola-pola seperti ini adalah pola menghalang-halangi penyidikan. Jadi, kurang lebih ada 7 penyidik yang kami laporkan," jelasnya.

Dalam pelaporan ini, dia berharap Propam Polda DIY dapat bergerak untuk melalukan penyidikan terhadap anggota penyidik kepolisian.

Feriyanto, selaku orang tua FAS yang turut menyaksikan pelaporan tersebut, merasa kecewa dengan hasil penyidikan.

"Sangat hancur perasaannya. Anak saya tidak terlibat tidak tahu kejadian di Gedongkuning. Tahu-tahu diambil polisi langsung dijadikan tersangka. Anak saya dipaksa mau ngaku kan dia diancem itu. Diancam dipukulin sempat ditodong pistol pokoknya harus ngaku. Kalau gak ngaku kamu tak bolongi (lubangi)," terang dia.

Baca juga: AFPI Sebut Ada Kesenjangan Pembiayaan di Indonesia, Termasuk DIY

Dijelaskan Feriyanto, menurutnya hasil BAP anaknya dinilai sudah diatur atau berdasarkan rekaan oleh polisi.

"Anak saya diminta kamu harus ngaku ke sini, lalu ke sini. Kalau gak ngikut tak tembak kamu. Takut kan anak itu. Saya sedih banget anak saya dijadikan tersangka," ujarnya.

"Mudah-mudahan keadilan bisa ditegakan disini. Upaya saya menempuh jalur hukum," sambungnya.

Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yuliyanto saat dimintai tanggapan, hingga berita ini diterbitkan dirinya belum merespon secara menyeluruh.

"Sebentar, tak tanya Propam dulu," jelasnya. (hda)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved