Polda DIY Selidiki Dugaan Penyekapan dan Intimidasi Wali Murid di Kantor Satpol PP Kulon Progo
Dugaan kasus penyekapan dan intimidasi tersebut terkait protes pengadaan pakaian seragam di SMAN 1 Wates.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) bergerak cepat mendalami dan menyelidiki kasus dugaan penyekapan dan intimidasi terhadap seorang wali murid di Kantor Satpol-PP Kulon Progo.
Dugaan kasus penyekapan dan intimidasi tersebut terkait protes pengadaan pakaian seragam di SMAN 1 Wates.
Polisi pun segera melakukan pemanggilan terhadap sejumlah saksi, maupun pihak yang terkait dalam perkara ini.
"Saat ini kami masih dalam proses pemanggilan-pemanggilan. Proses penyelidikan terus kami lakukan. Pemeriksaan saksi-saksi. Kemudian nanti jika dirasa cukup bukti, kami akan lakukan penahanan," kata Wadir Reskrimum Polda DIY, AKBP K Tri Panungko, Senin (3/10/2022).
Menurutnya, perkara ini masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi.
Menurut Tri Panungko, dalam perkara ini keterangan saksi-saksi sangat penting didapatkan dan saat ini masih dalam tahap pemanggilan.
Dalam prosesnya, kata dia, pemanggilan saksi-saksi tidak sekali panggil langsung datang.
Sebab, bisa jadi saat dipanggil, saksi sedang ada kesibukan sehingga terkadang waktunya sedikit lama.
Apalagi, saksi yang dipanggil bukan cuma satu melainkan ada beberapa orang.
Tri Panungko memastikan, perkara ini tidak dilimpahkan ke Polres Kulon Progo.
"Prosesnya di Polda," ujar dia. Nantinya, jika perkara ini sudah ada kejelasan maka akan segera dirilis.
Kronologi Dugaan Intimidasi
Agung Purnomo sedang berada di kantornya, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) Kulon Progo pada Kamis (29/9/2022) siang.
Agung juga merupakan wali murid di SMAN 1 Wates. Bersama sejumlah wali murid lain, dia aktif mempertanyakan soal pengadaan seragam di sekolah itu.
Kamis siang itu, sekitar pukul 14.00 WIB, saat sedang bekerja tiba-tiba ponselnya berdering.
Ia diminta datang ke kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kulon Progo.
Waktu itu, yang terlintas di benak Agung, panggilan tersebut untuk koordinasi terkait tugas kepegawaian di daerah.
Namun ternyata tidak.
"Semacam upaya pembungkaman," ucapnya, saat ditemui Tribun Jogja, setelah membuat laporan dugaan penyekapan dan intimidasi di Polda DIY, Sabtu (1/10/2022) siang.
Agung mengisahkan kronologi kejadian itu.
Setelah mendapatkan telepon itu, dirinya bergegas datang.
Jarak kantornya dengan kantor Satpol PP Kulon Progo tidak begitu jauh.
Hanya sekitar 10 menit perjalanan sudah sampai.
Ia langsung ditemui oleh oknum personel Satpol PP Kulon Progo, berinisial AR. Kemudian langsung dibawa masuk ke ruangan Kepala Satpol (Kasat) PP Kulon Progo.
Di ruangan itu, sudah ada Kasat. Agung masuk ke dalam ruangan bersama AR.
Tak berselang lama, tiba-tiba datang Kepala Sekolah SMAN 1 Wates, didampingi Waka Sarpras dan Waka Kesiswaan.
Disusul Komite SMAN 1 Wates, Sarji yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPRD Kulon Progo.
Kemudian, menyusul lagi dua perwakilan paguyuban orang tua (POT) yang seharusnya mewakili orang tua/wali murid.
"Mereka menginterogasi saya. ‘Mengapa kamu mempertanyakan pengadaan seragam’," terang Agung menceritakan.
Dalam dialog tersebut, lanjut Agung, paling banyak berperan adalah AR.
Sedangkan lainnya hanya ikut menambahi.
AR diketahui adalah alumni SMAN 1 Wates.
Diduga, peran AR dalam perkara ini karena dia merasa menjadi bagian alumni sekolah tersebut.
Di ruangan itu, Agung mencoba menjelaskan.
Sebagai wali murid, dirinya berhak bertanya soal pengadaan seragam di sekolah yang menurut dia harganya mahal namun tidak sebanding dengan kualitasnya.
Agung mengaku sudah membandingkan dengan harga yang ada di toko-toko seragam lain dan ada selisih harga.
Data itu yang menjadi pegangan dirinya untuk bertanya bagaimana mekanisme pengadaan seragam tersebut.
Namun, oleh pihak sekolah Agung dianggap sebagai pembuat gaduh.
Pemanggilan Agung ke kantor Satpol PP itu diduga sudah dirancang.
Menurutnya, bertujuan agar dia diam dan tidak melaporkan ke mana-mana perkara pengadaan seragam tersebut.
Namun, Agung menjelaskan, jika memang pengadaan seragam itu sesuai mekanisme dan aturan, seharusnya sekolah tidak perlu takut.
Pernyataan Agung itu, ternyata justru membuat sejumlah orang yang ada di ruangan itu memanas.
Hingga kemudian muncul kalimat yang dirasa Agung intimidatif.
"Kasatpol bilang, kamu jangan tidak sopan di sini. Dia (Kasat Pol PP) dan AR kemudian berdiri seperti membuat lingkaran. Kepsek ikutan berdiri juga. Seingat saya, saat itu ada kalimat wis dirampungke di sini saja," ujar Agung saat berbincang bersama Tribun Jogja, seusai melapor ke Polda DIY.
Agung mengaku merasa semakin tertekan di ruangan itu. Ia hanya bisa tertunduk dan berdoa.
Lantas berkata jika dirinya tidak akan berbicara lagi.
Namun langsung ditimpali oleh AR bahwa Agung tidak akan bisa keluar dari ruangan itu sebelum membocorkan, perkara seragam ini sudah dilaporkan belum, kemudian siapa orang yang telah melaporkan.
Agung yang awalnya enggan berbicara, tetapi karena terus ditekan akhirnya menyampaikan, jika perkara seragam ini sudah dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY, bahkan sudah sampai ke Irda dan Dinas Pendidikan DIY.
Namun ia enggan mengatakan siapa yang melaporkan. Di tengah tensi yang meninggi, Sardji selaku Komite SMAN 1 Wates menengahi.
"Pak Sardji menyampaikan, ‘jangan begitu, kami butuh info dari Pak Agung. Jika penyelesaian seperti ini saya juga enggak mau.’ Dia melindungi dan menolong saya," tutur Agung.
Atas peran Sardji ini juga yang akhirnya membuat Agung diberikan jalan untuk keluar dari ruangan itu.
Agung lalu pergi, namun sebelumnya menjabat tangan semua orang yang ada di ruangan itu agar tensi dan emosi mereka menurun.
"Setelah lewat pintu (ruangan), saya langsung lari," ujar Agung.
Menurutnya, dia berada di ruangan itu nyaris dua jam.
Ia datang sekitar pukul 14.24 WIB kemudian keluar 15.50 WIB.
Karena merasa terintimidasi, pada Jumat (30/9/2022) Agung melaporkan kejadian itu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarya.
Kemudian, keesokan harinya, Sabtu (1/10/2022) melapor ke Polda DIY.
( tribunjogja.com )