Kerusuhan Arema FC vs Persebaya
FAKTA-FAKTA Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Sejak Awal Penjualan Tiket Sudah Langgar Aturan
Fakta pelanggaran demi pelanggaran di balik tragedi kerusuhan pertandingan Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam.
Penulis: Alifia Nuralita Rezqiana | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM - Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Maharli, mengungkapkan beberapa fakta-fakta terkait ricuhnya pertandingan Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam.
Dilansir dari pemberitaan Kompas TV, Minggu (2/10/2022) pagi, terdapat berbagai tanda tanya dalam kejadian tragis yang menewaskan 129 orang tersebut.
Semula, Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta melaporkan ada 127 korban jiwa dari peristiwa itu, dua di antaranya adalah anggota kepolisian.
Baca juga: 129 Jiwa Melayang, Korban Tragedi Arema FC vs Persebaya Dapat Santunan Rp5 Juta-Rp10 Juta
Adapun menurut kabar terbaru, ada dua orang lagi yang dilaporkan meninggal dunia, sehingga jumlah korban jiwa capai 129 orang.
Menurut pendapat Akmal Maharli saat diwawancarai Kompas TV, Minggu, ada faktor lain, tidak hanya fanatisme suporter yang melatarbelakangi tragedi Arema FC vs Persebaya yang menelan ratusan nyawa itu.
Diungkapkan Akmal Maharli, berikut beberapa faktor yang melatarbelakangi kisruh seusai pertandingan Arema FC v Persebaya, Sabtu (1/10/2022) malam.
1. Penjualan tiket melanggar aturan

Koordinator SOS Akmal Maharli mengatakan, pihak panitia pelaksana telah melanggar aturan yang ditetapkan pihak kepolisian.
“(Faktor lain yang memicu kericuhan) yang pertama, ketidaksigapan seluruh pihak, ya. Termasuk di sini panitia pelaksana,” kata Akmal Maharli.
“Di mana, di awal sebelum pertandingan ini dilaksanakan, sudah ada surat edaran dari kepolisian untuk tidak mengizinkan mencetak tiket yang memenuhi stadion, gitu, kan. Hanya diizinkan sekitar 25.000 tiket. Tapi kemudian yang dijual adalah 45.000 tiket. Ini secara nyata sudah melanggar aturan,” jelasnya.
2. Panpen, PSSI, LIB kurang antisipasi pertandingan derby

“Kemudian terkait dengan PSSI, LIB (PT Liga Indonesia Baru), ini juga tidak mengantisipasi bahwa ini adalah pertandingan derby klasik Jawa Timur yang kedua tim punya rivalitas yang sangat tinggi,” ujar Akmal Maharli.
“Arema misalnya, bagi mereka, kalah dari tim mana saja itu boleh tapi asalkan jangan dari Persebaya. Dan di pertandingan kemarin, mereka kalah dari Persebaya di kandang sendiri,” kata Koordinator SOS itu.
“Dan kemudian suporter protes, yang sayangnya tidak diantisipasi adalah suporter masuk ke lapangan, kemudian terjadi chaos dengan pihak keamanan yang jumlahnya tidak begitu banyak, sehingga pihak keamanan tidak punya cara lain, selain untuk menembakkan gas air mata,” papar Akmal Maharli.
3. Kejadian penembakan gas air mata dan pintu keluar stadion yang belum dibuka

“Nah, problem pertama yang terjadi di lapangan itu adalah penembakan gas air mata ke arah tribun penonton, yang kemudian inilah penyebab banyaknya korban yang meninggal,” tutur Akmal Maharli.
“Karena situasi berdesak-desakan, ada yang terinjak-injak, kemudian ada yang sesak napas dan sebagainya, tidak bisa diantisipasi dengan baik, yang pada akhirnya ini yang jadi penyebab atau pemicu utama tumbal nyawa sebanyak 127 orang di Stadion Kanjuruhan,” imbuh Akmal Maharli.
Sementara itu, melansir pemberitaan Kompas TV, Minggu, Hilda, jurnalis Kompas TV melaporkan, menurut cerita dari pedagang di luar Stadion Kanjuruhan, pintu keluar masih tertutup saat seharusnya sudah dibuka.
“Saya tanyakan kepada pedagang kios yang berada di luar Stadion, mereka berkata, biasanya menit ke-80 itu (pintu keluar) dibuka. Nah, ini kemarin sampai pertandingan berakhir, (pintu keluar) belum juga dibuka,” kata Hilda.
“Nah, itulah yang menyebabkan supporter berhamburan, berusaha menjebol pintu, agar mereka bisa keluar karena mengalami sesak napas akibat gas air mata tersebut,” imbuh Hilda.
Baca juga: KESAKSIAN Penonton Arema vs Persebaya Lolos dari Tragedi yang Tewaskan 127 Orang di Kanjuruhan
Baca juga: Komentar Iwan Bule Ketum PSSI Setelah Dengar Tragedi Kanjuruhan Arema Vs Persebaya
4. FIFA larang penggunaan gas air mata di pertandingan sepak bola

Koordinator SOS Akmal Maharli berpendapat, kericuhan terjadi karena ketidaksiapan pihak panpel dan kekeliruan PSSI tentang sosialisasi aturan pertandingan sepak bola.
“Pihak PSSI juga khilaf, tidak mensosialisasikan aturan-aturan pertandingan sepak bola, bahwa pertandingan sepak bola itu berbeda dengan demonstrasi,” kata Akmal.
“Di regulasi FIFA safety and security, pasal 19 poin B, disebutkan bahwa gas air mata tidak bisa digunakan (di pertandingan sepak bola),” jelas Akmal.
5. Sepak bola perlu dihentikan untuk investigasi

“Ini tragedi terbesar sepanjang sejarah sepak bola Indonesia di mana kita harus kehilangan 127 nyawa di Stadion Kanjuruhan,” kata Koordinator SOS Akmal Maharli.
“Kita sudah ada 127 korban nyawa yang meninggal dunia dan ini merupakan tragedi kemanusiaan terbesar untuk sepak bola Indonesia, dan layak untuk menjadi perhatian kepada seluruh pihak, bahwa untuk sementara sepak bola harus dihentikan sampai kemudian dibentuk tim investigasi untuk menyelidiki kasus yang terjadi dan menghukum seberat-beratnya kepada pihak-pihak yang melanggar prosedural,” jelas Koordinator SOS Akmal Maharli.
6. Nasib Indonesia selaku tuan rumah Piala Dunia U20 2023

Menurut Akmal Maharli, tragedi kerusuhan pertandingan Arema FC vs Persebaya akan berdampak pada gelaran Piala Dunia U20 di Indonesia pada 2023.
“Ini akan menjadi perhatian serius dunia, termasuk FIFA, apalagi kita akan menggelar Piala Dunia U20 pada 2023. Bukan mustahil, kalau ini tidak disikapi serius oleh stakeholder sepak bola Indonesia, PSSI, pemerintah, kepolisian, bukan mustahil misalnya FIFA mengevaluasi keputusannya untuk Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 pada 2023,” jelas Akmal Maharli. (Tribunjogja.com/ANR)